Perempuan Dalam Islam

Bolehkah Perempuan Bekerja dan Apa Hukumnya Dalam Pandangan Islam, Ini Kata Ulama Soal Wanita Karir

Untuk menjawab mengenai bolehkah perempuan bekerja dan apa hukumnya dalam pandangan Islam tentu didasarkan pada dalil Alquran dan Hadist serta sunnah.

Penulis: Vanda Rosetiati | Editor: Vanda Rosetiati
tribunsumsel.com/khoiril
Ilustrasi Bolehkah Perempuan dan Apa Hukumnya Dalam Pandangan Islam, Ini Kata Ulama Soal Wanita Karir. Jawabannya didasarkan pada dalil Alquran, hadist dan sunnah Rasulullah SAW. 

TRIBUNSUMSEL.COM - Ada banyak alasan seorang perempuan harus bekerja. Sebagian karena ingin turut serta menopang ekonomi keluarga sedangkan lainnya untuk aktualisasi diri. Ada perempuan bekerja yang memilih berkarir di luar rumah tetapi ada juga yang tetap bisa berkarir dari rumah.

Masyarakat seakan menganggap hal ini sebagai fenomena biasa dan tidak perlu dipermasalahkan. Tetapi ada juga yang mempersoalkan perempuan bekerja terutama yang harus berkarir di luar rumah. Seringkali norma juga aturan agama ikut dibawa-bawa sebagai alasan ketidaksepahaman terhadap fenomena perempuan bekerja.

Untuk mendapatkan jawaban Bolehkah Perempuan Bekerja dan Apa Hukumnya Dalam Pandangan Islam, Ini Kata Ulama Soal Wanita Karir, maka hal ini  didasarkan pada ceramah para dai bersumber pada dalil Alquran dan Hadist juga sunnah Rasululllah SAW. 

Buya Yahya dalam kanal youtube Al Bahjah TV menyampaikan wanita karir zaman Nabi Muhammad SAW sudah ada. Sayyidah Khadijah adalah contoh wanita karir. Tetapi memang Siti Khadijah mengerti manajemen, kewajiban terhadap suami tidak lalai bahkan kewajiban pada suami tetap nomor satu.

"Mungkin wanita karir sekarang perlu belajar manajemen pada Sayyidah Khadijah," katanya

Melanjutkan penjelasannya, Buya Yahya menuturkan salah satu contoh di antara manajemen dalam bekerja yang diterapkan Siti Khadijah Radilaahuanha adalah memiliki hewan ternak yang banyak, dirinya tidak perlu mengantarkan secara langsung kambing-kambing tersebut ke pembelinya tetapi meminta orang terpercaya.

Sayyida Khadijah pebisnis besar saat itu dan yang diambil sebagai orang-orang terpercaya adalah orang-orang hebat.
Termasuk Sayyidina Rasul bekerja dengan Khadijah membawa barang. Selama perjalanan Rasulullah SAW dikawal Maisaroh seorang pria yang memang sudah lama jadi orang kepercayaan Sayyidah Khadijah.

"Selama perjalanan itu timbul kekaguman Maisaroh pada sosok Rasulullah. Karena kejujuran, ketulusan dan tutur kata lembut selama dalam perjalannya," kata Buya Yahya sedikit menceritakan betapa mulia akhlak Sayyidah Khadijah.

Selama orang kepercayaannya menjalankan bisnis, Sayyidah Khadijah selaku wanita terhormat tetap berada di dalam rumahnya.

Setelah menjadi istri Rasulullah, karir Siti Khadijah tidak terputus. Selama orang kepercayaannya menjalankan bisnis, Sayyidah Khadijah selaku wanita terhormat tetap berada di dalam rumahnya.

"Pengabdian pada suami tetap diutamakan. Sayyidah Khadijah yang mengantarkan sendiri makanan untuk Rasulullah saat Nabi berada di Gua Hira 2 sampai 3 kali dalam sehari," kata Buya Yahya.

Meneladani kisah Sayyidah Khadijah ini lanjut Buya Yahya, seperti itulah jawaban atas Bolehkah Perempuan Bekerja dan Bagaimana Hukumnya Dalam Pandangan Islam, Ini Penjelasan Ulama.

Lanjut Buya Yahya, di masa Rasullah SAW ada banyak juga wanita karir yang berjuang.

"Bahkan ada salah seorang istri Nabi SAW juga berkarir tetapi di rumahnya. Menjahit dan menyulam yang hasilnya dijual diserahkan ke fakir miskin sehingga digelari Ummul Masakin (ibu orang-orang miskin). Tetapi (karir) dilakukan tanpa mengganggu urusannya dengan Rasulullah SAW," kata Buya Yahya.

Jadi kata Buya Yahya, seorang wanita karir sangat diperkenankan. Namun, harus dijadikan catatan adalah jangan sampai karir tersebut jadi kesombongan. Sebaliknya karir itu justru menjadi alat mengabdi pada suami.

Buya Yahya pun mengingatkan pada suami untuk senantiasa mengayomi istri. Jangan membebani istri dengan pekerjaan jika memang suami memiliki kemampuan untuk memenuhi. Karena hak istri kepada suami lebih tinggi dari hak istri pada ibundanya.

Kisah Perempuan Bekerja di Dalam Alquran

Islam dalam Alquran dan Hadis mengisahkan sejarah beberapa sosok perempuan pekerja di berbagai profesi kerja yang dinilai sesuai dan memberikaan. manfaat (shalih) bagi kemaslahatan umat.

Di antara sosok-sosok tersebut adalah:

  • Dua putri Nabiyullah Shu’aib a.s., yang berprofesi sebagai peternak (QS. Al-Qasas (28): 23)
    Mereka menggembalakan ternak-ternaknya denga penuh rasa tanggung jawab dan pemeliharaan yang baik.

"Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan [ternaknya], dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat [ternaknya]. Musa berkata: "Apakah maksudmu [dengan berbuat begitu]?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan [ternak kami], sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan [ternaknya], sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya"

  • Balqis Sang Ratu Saba’ yang menjabat sebagai pemimpin rakyat kala itu (QS An-Naml (27): 23).
    Beliau hidup pada zaman Nabi Sulaiman, dan dibawah kekuasaannyalah negeri Saba’ mencapai Kejayaan.

"Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita [1] yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar"

  • Profesi sebagai ibu susu (QS. Al-Baqarah (2): 233).
    Hal tersebut menunjukkan akan diperbolehkannya perempuan bekerja di sektor jasa pengasuhan anak, penitipan anak, pendidikan anak usia dini dan lain sebagainya.

 "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih [sebelum dua tahun] dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan".

Hadist Tentang Wanita Karir

Ustadzah Fera Rahmatun Nazilah, Pegiat Kajian Tafsir dan Hadits dalam salah satu tulisannya menjelaskan ada beberapa hadist yang menjelaskan tentang wanita bekerja yang bisa menjawab mengenai Bolehkah Perempuan Bekerja dan Apa Hukumnya Dalam Pandangan Islam.

Hal ini bisa dilihat dalam sebuah hadits riwayat al-Bukhari, Ibnu Khuzaimah, Ibn Hibban, Abu Dawud dan At-Thabrani.

Dikisahkan, Zainab bin Abdullah At-Tsaqafiyah adalah tulang punggung keluarga. Selain menafkahi suaminya, ia juga menafkahi anak-anak yatimnya. Ia pun meminta kepada suaminya untuk bertanya kepada Rasul. Namun sang suami malah memintanya untuk bertanya sendiri.

Zainab lalu menuju kediaman Rasulullah SAW, ternyata di depan pintu rumah beliau sudah ada seorang perempuan Ansor yang juga hendak menanyakan hal yang sama dengannya.

Kebetulan, Bilal melintas di hadapan mereka, Zainab pun memanggil Bilal dan berkata, “Tolong tanyakan kepada Nabi Muhammad SAW, apakah aku akan dapat pahala jika menafkahi suamiku dan anak-anak yatim di pangkuanku? Tapi tolong jangan beritahu siapa kami.” Bilal pun masuk ke rumah Rasulullah SAW dan menanyakan pertanyaan Zainab. Nabi pun bertanya kepada Bilal identitas penanya. Setelah tahu sang penanya, barulah Nabi SAW menjawab,
قَالَ : نَعَمْ لَهُمَا أَجْرَانِ أَجْرُ الْقَرَابَةِ ، وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ

Artinya, “Ya, dia mendapatkan dua pahala, pahala nafkah keluarga dan pahala sedekah.”

Karena diriwayatkan oleh Al-Bukhārī, hadits ini bisa dipastikan kesahihannya. Terdapat juga hadits lain riwayat Muslim yang mengisahkan seorang sahabat nabi yang bekerja di suatu kebun kurma.

فَلاَ يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلاَ دَابَّةٌ وَلاَ طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Artinya, “Setiap biji yang ditanam seorang muslim dan hasilnya dimakan manusia maupun hewan, maka itu bernilai sedekah sampai hari kiamat.” Saat itu Nabi jelas-jelas mengetahui bahwa Ummu Ma’bad bekerja.

Jika Nabi SAW melarang perempuan bekerja, Nabi SAW pasti akan melarang, bukan malah mengatakan bahwa hasil tanamannya bisa bernilai pahala.

Kisah Lain Tentang Perempuan Bekerja di Masa Rasulullah SAW

Dalam berbagai literatur hadits dan sejarah,  ada beberapa kisah perempuan bekerja di masa Rasulullah SAW dan memiliki keahlian tertentu.

Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah SAW adalah perempuan dikenal sebagai pebisnis sukses pada masanya. Ia bahkan mampu mengelola bisnisnya hingga lintas negara.

Beberapa kisah lainnya yang terekam dalam sejarah di antaranya Zainab binti Jahsy (industri rumahan), Zainab Ats-Tsaqafiyah RA (industri rumahan), Malkah Ats-Tsaqafiyah RA (pedagang parfum), Sa’irah Al-Asadiyah RA (penenun), Asy-Syifa’ binti Abdullah Al-Quraisyiyah Ra (perawat), dan Ummu Ra’lah Al-Qusyairiyah RA (perias wajah).

Baca juga: Bolehkah Perempuan Menjadi Saksi Nikah, Ini Penjelasan Ulama 4 Mazhab, Juga Hukum di Indonesia

Ada pula Qailah Ummu Bani Anmar yang berprofesi sebagai pedagang. Dalam sebuah riwayat Ibnu Majah, disebutkan Qailah pernah mendatangi Nabi Muhammad SAW dan bertanya:

"Ya Rasulullah, aku seorang wanita yang biasa melakukan transaksi jual beli, apabila aku ingin membeli sesuatu aku menawarnya lebih kecil dari yang aku inginkan. Kemudian aku menaikkan tawaran, lalu menaikkannya lagi hingga mencapai harga yang aku inginkan. Apabila aku ingin menjual sesuatu, maka aku tawarkan lebih banyak dari yang aku inginkan, kemudian aku menurunkannya hingga mencapai harga yang aku inginkan.” Rasulullah SAW pun bersabda, “Jangan kamu lakukan wahai Qailah, apabila kamu ingin membeli sesuatu maka tawarlah dengan harga yang kamu inginkan, baik kamu diberi atau tidak. Jika kamu menjual sesuatu maka tawarlah dengan harga yang kamu inginkan sehingga kamu memberikan atau menahannya.”

Selain jual beli, ada pula perempuan yang biasa mengembalakan kambing. Dalam Shahih Al-Bukhari disebutkan, Ka’ab bin Malik memiliki budak perempuan yang biasa mengembalakan kambing miliknya di kawasan bernama Sal. Suatu hari ada kambing yang sakit dan sekarat, budak perempuan itu segera menajamkan batu kemudian menyembelih kambing itu dengan batu tersebut.

Etika Perempuan Muslimah Dalam Bekerja

Ketika Alquran tidak memberikan larangan kepada perempuan untuk bekerja maka dapat dipastikan perempuan akan banyak memburu pekerjaan yang layak. Meskipun demikian, sebagai perempuan pekerja yang baik, seorang perempuan muslimah hendaknya memperhatikan batasan-batasan serta nilai-nilai etis perempuan.

Beberapa etika perempuan muslimah dalam bekerja yang dapat dipatuhi antara lain:

a. Menjaga sopan santun (QS Al-A’raf (7):199)

"Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh."

b. Berakhlak mulia (QS. Al-Isra (17): 37)

"Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung."

c. Menjaga kehormatan diri (QS. An-Nisa (4): 25)

"Dan barangsiapa di antara kamu [orang merdeka] yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain [4], karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan [pula] wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji [zina], maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. [Kebolehan mengawini budak] itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kesulitan menjaga diri [dari perbuatan zina] di antaramu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

d. Bekerja berdasarkan profesionalitas dan pekerjaan dilakukan sesuai kodrat. (QS Al-Isra (17): 84)

"Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya [5] masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya."

f. Tetap menjaga tujuan keluarga berupa sakinah (QS Ar-Rum (30): 21)

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."

g. Tetap menjaga musyawarah antara suami-istri ( QS Ali Imran (3):159)

"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu [1]. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya."

Itu tadi pembahasan mengenai Bolehkah Perempuan Bekerja dan Apa Hukumnya Dalam Pandangan Islam, Ini Kata Ulama Soal Wanita Karir, semoga ilmu yang dibagikan bermanfaat dan menjadi amal jariyah dan bisa diamalkan. Wallaahu a'lam bisshowab. 

Baca juga: Naksir Laki-laki, Bolehkah Perempuan Menyatakan Cinta Lebih Dulu Dalam Islam, Ini Kata Buya Yahya

Baca berita lainnya langsung dari google play

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved