Darurat Covid 19

501 Ribu Warga Jakarta Disebut Jatuh ke Jurang Kemiskinan, Ekonomi Sulit PHK Merebak Karena Covid-19

501 Ribu Warga Jakarta Disebut Jatuh ke Jurang Kemiskinan, Ekonomi Sulit PHK Merebak Karena Covid-19

Editor: Slamet Teguh
Kompas.com
Ilustrasi Kemiskinan di pinggiran Kota Jakarta 

TRIBUNSUMSEL.COM - Pandemi Covid-19 yang masih terjadi di Indonesia berdampak pada sejumlah pihak.

Sejumlah upayapun terus dilakukan pemerintah untuk menekan angka penyebaran ini.

Namun angka penyebaran Covid-19 ini masih terus tinggi.

Covid-19 inipun berdampak pada kemiskinan di Jakarta.

Kemiskinan di Ibu Kota Jakarta meningkat 0,03 persen, dari 4,69 persen menjadi 4,72 persen. Hal itu berdasarkan pendataan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta dari periode September 2020-Maret 2021.

“Kalau kami uraikan 4,72 persen itu setara 501.00 orang yang jatuh ke dalam jurang kemiskinan,” kata Kepala BPS DKI Jakarta Buyung Airlangga yang dikutip dari akun YouTube BPS DKI Jakarta pada Kamis (15/7/2021) siang.

Buyung mengatakan, peningkatan itu jauh lebih kecil dibanding periode Maret-Agustus 2020 lalu sebesar 0,19.

Rendahnya laju kemiskinan di Jakarta, kata dia, karena adanya kenaikan penyerapan tenaga kerja sebanyak 250.000 orang sampai Februari 2021.

“Lebih dari itu, mungkin juga karena bantuan-bantuan sosial yang digelontorkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk menanggulangi Covid-19. Ini juga membantu menahan kemerosotan kemiskinan lebih cepat lagi,” ujar Buyung.

Berdasarkan status penduduk Jakarta yang dia miliki, ada 71,94 persen warga DKI tidak berkategori miskin, kemudian 16,68 persen masuk kategori rentan miskin, lalu 6,65 persen kategori hampir miskin.

Selanjutnya warga miskin ada 4,72 persen yang terdiri dari 3,73 persen warga berkategori miskin dan 0,99 persen sangat miskin.

Sementara itu garis kemiskinan di DKI Jakarta mencapai Rp 697.638 per kapita per bulan, dan angka ini naik 2,09 persen dibanding periode September 2020 lalu.

Sedangkan komposisi untuk konsumsi rumah tangga miskin adalah 68,71 persen untuk makanan yang terdiri dari beras, rokok, daging ayam ras, mie instan dan sebagainya.

Sedangkan konsumsi non-makanan sebesar 31,29 persen untuk keperluan perumahan, listrik, bensin, pendidikan dan sebagainya.  “Dampak kemiskinan ini nampaknya memberikan implikasi sosial di Jakarta,” imbuhnya. 

Baca juga: Jangan Salah, Begini Perbedaan Antara Sakit Tenggorakan Karena Covid-19 dan Flu Biasa

Baca juga: 7 Obat yang Diizinkan BPOM Untuk Pendungkung Terapi Covid-19, Berikut Daftar dan Manfaatnya

Angka pengangguran naik

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta mencatat ada selisih sekitar 261.500 tenaga kerja yang masih menganggur di Ibu Kota sampai Februari 2021.

Angka itu terungkap setelah BPS melakukan perbandingan antara kebijakan PSBB yang berlangsung sampai Agustus 2020, dengan PPKM berbasis mikro sampai Februari 2021.

Kepala BPS Provinsi DKI Jakarta Buyung Airlangga mengatakan, puncak pagebluk Covid-19 pada Agustus lalu, mengakibatkan 511.400 tenaga kerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan.

Namun dengan adanya pelonggaran aktivitas masyarakat melalui PPKM berbasis mikro, secara perlahan jumlah tenaga kerja kembali terserap pada Februari 2021 mencapai 249.900 pekerja.

“Seiring dengan pelonggaran kemarin, pada Februari tahun ini telah terjadi sedikit recovery (perbaikan) terhadap penyerapan tenaga kerja. Dari 511.000-an yang terkena PHK tersebut, masuk lagi ke dalam industri sebanyak sekitar 250.000-an tenaga kerja,” kata Buyung yang dikutip dari YouTube BPS DKI Jakarta pada Kamis (15/7/2021).

Walau jumlah tenaga kerja kembali terserap sekitar 250.000 tenaga kerja, namun masih ada selisih sekitar 261.000 lebih tenaga kerja yang belum mendapat pekerjaan sampai posisi Februari 2021.

Akibatnya, kata dia, tingkat pengangguran terbuka saat ini menjadi 8,51 persen.

Posisi ini dianggap lebih baik dibanding pada bulan Agustus 2020, di mana tingkat pengangguran di Jakarta saat itu mencapai 10,11 persen.

Tingkat pengangguran tersebut, tentunya berimplikasi pada daya beli masyarakat secara agregat di Jakarta selama pandemi Covid-19.

Untuk proporsi pada kelompok non makanan, telah terjadi kemerosotan konsumsi antara sebelum pandemi tahun 2019 dengan pandemi Covid-19 tahun 2020 dan 2021.

Pada tahun 2019 tingkat konsumsi non makanan mencapai 75,09 persen, sedangkan tahun 2020 turun menjadi 73,43 persen dan tahun 2021 menjadi 73,54 persen.

Namun demikian, tingkat konsumi makanan di rumah tangga justru naik saat pandemi Covid-19.

Pada tahun 2019 tingkat konsumsi makanan menembus 24,91 persen, tahun 2020 saat awal pandemi naik menjadi 26,57 persen dan tahun 2021 turun sedikit menjadi 26,46 persen.

“Ini menunjukkan ada skala prioritas di dalam pengeluaran rumah tangga di DKI Jakarta untuk makanan dibanding non-makanan. Prioritas itu menunjukkan bahwa income (pendapatan) relatif stuck atau diam atau bisa juga daya beli dikatakan menurun,” ujar Buyung. 

KSPI Ingatkan ancaman ledakan PHK

Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah memiliki opsi memperpanjang masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat hingga 6 minggu.

Terkait hal itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan, pada prinsipnya KSPI setuju dengan PPKM darurat, dengan pengaturan yang jelas dan tegas.

Namun demikian, KSPI meminta pemerintah juga memastikan agar tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak buruh.

Karena, kata Said Iqbal, tidak menutup kemungkinan dalam situasi PPKM darurat ini, perusahaan melakukan PHK terhadap buruh.

“Terus terang, saat ini ancaman adanya ledakan PHK sudah di depan mata."

"Karena saat ini sudah banyak perusahaan yang mengajak serikat pekerja berunding untuk membicarakan program pengurangan karyawan,” kata Said Iqbal kepada wartawan, Selasa (13/7/2021).

Selain itu, lanjut Iqbal, sudah ada pekerja yang dirumahkan dan bisa dipastikan upahnya terancam akan dipotong.

Oleh karena itu, para buruh meminta agar pengusaha nakal yang melakukan PHK di tengah pandemi dan memotong upah buruh, ditindak tegas.

KSPI juga meminta pelaksanaan PPKM darurat diikuti dengan perlindungan terhadap hak-hak buruh.

"Secara bersamaan, KSPI juga menegaskan dukungannya terhadap vaksinasi yang dibiayai oleh negara, dalam rangka untuk mempercepat berakhirnya pandemi Covid-19."

"Namun demikian, KSPI tidak setuju dengan adanya vaksinasi berbayar yang bisa dipastikan akan terjadi komersialisasi vaksin," tuturnya.

Said Iqbal menuturkan, hal lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah tingkat penularan Covid-19 di klaster perusahaan.

Di beberapa perusahaan, KSPI memperkirakan buruh yang terpapar Covid-19 angkanya mencapai 10 persen, bahkan tidak sedikit buruh yang meninggal.

“Persoalannya adalah, para buruh tidak mempunyai uang lebih untuk membeli vitamin dan obat-obatan saat isoman,” terangnya.
 

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Ekonomi Makin Sulit, PHK Merebak, 501 Ribu Warga Jakarta Jatuh ke Jurang Kemiskinan.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved