Menuju Herd Immunity

Kabar Baik, Lonjakan Covid-19 di Sumsel Bisa Berakhir Segera, Ini Penjelasan Epidemiolog Unsri

Berakhirnya lonjakan kasus Covid-19 itu, jika semua masyarakat sudah melakukan vaksinasi dan menaati aturan yang ada, dengan berlakunya PPKM Mikro.

TRIBUN SUMSEL/ARIEF BASUKI ROHEKAN
Tangkap layar live talk Sumsel Virtualfest Tribun Sumsel dan Sripo, Selasa (13/7/2021) membahas mengenai lonjakan kasus Covid-19 di Sumsel. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Masih tinggi kasus warga Sumsel terpapar Covid-19 saat ini, menurut Epidemiolog dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Iche Andriani Liberty, SKM, MKes bisa segera berakhir dalam waktu dekat.

Iche menerangkan berakhirnya lonjakan kasus Covid-19 itu, jika semua masyarakat sudah melakukan vaksinasi dan menaati aturan yang ada, dengan berlakunya PPKM Mikro.

"Kita masih butuh waktu (menekan penyebaran), pengetatan PPKM yang diberlakukan saat ini sudah maksimal dan optimal membatasi mobilitas masyarakat . Kita optimis lonjakan bisa berakhir apalagi dilakukan 3T (Testing, Tracing, Treatment)," kata Iche saat live talk Sumsel Virtualfest Tribun Sumsel dan Sripo, Selasa (13/7/2021) yang juga dihadiri
Direktur RS Siloam Sriwijaya dr Bona Fernando dan Direktur RSUD Kota Prabumulih dr Hj Hesty Widiyaningsih,
dengan dipandu Kepala Newsroom Tribun Sumsel- Sripo, Hj L Wenny Ramdiastuti.

Diungkapkan Iche, adanya pembatas mobilitas luar biasa dan mengejar vaksinasi dan pelayanan maksimal RS mampu melayani dengan cepat, maka kasus baru akan berkurang drastis.

"Dimana paling cepat dua minggu karena masa inkubasi. Dan kitaa harus menyakinkan masyarakat jangan takut dan cemas, tapi meningkatkan kewaspadaan dan tidak menyepelekan atau abai. Masyarakat umum dan intelektual, jika tidak dalam kondisi sehat tetap dirumah saja, sebab itu bukan mengancam dirinya sendiri tapi orang sekitar. Selain itu kita yakin, teman- teman dari kesehatan tidak mungkin ada upaya mengcovidkan seseorang, karena hasil PCR itu dasar salama ini orang dinyatakan positif Covid-19," ungkapnya.

Selain itu, media yang ada terlebih Tribun Sumsel dan groupnya, selama ini sudah menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat, dan sudah mengedukasi masyarakat dengan meluruskan berita yang tidak benar.

"Selain itu kesadaran masyarakat itu sendiri harus ada, kalau tidak sehat sudah tahu badan ini melalui alarm, seperti batuk, deman dan sebagainya. Maka istirahat dan konsultasi ke dokter," bebernya seraya pencegahan yang baik bagi masyarakat yaitu dengan memakai masker 2 lapis (masker medis dan kain) selama beraktivitas.

Ia pun menyampaikan, jika kasus Covid di Sumsel saat ini sudah mencapai 23 ribuan dengan kota Palembang terbanyak, dimana hal ini karena ada percepatan penambahan kasus.

"Sebenarnya April 2021 lalu sudah meningkat, tapi bisa dibilang belum berdampak pada BOR yang baru terisi 70 persen. Sekarang penambahan seribu kasus covid baru di Sumsel biasanya seminggu tapi ini hanya 3 hari dan kasus harian belum pernah diatas 400 tapi sekarang sudah. Artinya kita masih lemah tracing selama ini," jelasnya.

Mengenai keterisian pasien di RS, hal itu bisa saja karena pasien yang datang ke rumah sakit karena kasusnya sudah berat dan harus ke ICU, namun jika harus dilakukan isolasi mandiri bisa dialihkan ke rumah sehat, mengingat sistem kesehatan di RS terdapat keterbatasan.

"Pergesaran tren penambahan jumlah kasus dan kematian, apalagi kelompok umur dari 20 tahun atau usia rentan muda produktif saat ini banyak jadi korban. Kita tidak bolehh takut dan khawatir, tapi waspada dan meningkatkan prokes (Protokol kesehatan), dan sebenernya masyarakat capek dengan kebijakan yang dibuat pemerintah dari 2020 lalu berubah- ubah. Namun ini yakinlah, uapaya pemerintah menyelamatkan kita semua," tandasnya.

Jika dikatakan lonjakan kasus Covid-19 di Sumsel selama ini dianggap kecolongan, ia menilainnya semua terjadi di provinsi lain bukan Sumsel saja, dan menyalahkan mutasi dari Covid itu sendiri yang penularannya lebih tinggi.

"Ketika kita ngomong kecolongan, dari sistem keseluruhan bukan Sumsel saja, bukan menyalahkan mutasi yang potensi penukaran tinggi, tapi disitu kita lengah dengan karantina kita yang besar dengan perilaku virus mengancam dan mobilitas masyarakat. Kita paham kita butuh ekonomi bangkit jika kesehatan baik, tapi tidak diikutin disiplin kesehatan dengan perilaku prokes, kadang lalai dan lengah dengan teman dan harusnya waspada akan potensi penukaran tinggi saat ini," ujarnya.

Selain itu, adanya sekitar 2 ribuan warga yang diisolasi mandiri dirumah ini apakah akan patuh, ini perlu diwaspadai juga.

"Yang jelas tracking kita masih kewalahan, apalagi kadang petugas untuk tracking terkadanf ada penolakan dari masyarakat. Dari awal saja masih ada menolak semakin jauh ada stigma negatif menjadi tertutup, dan itu tetap harus dilakukan humanis bagi petugas untuk masyarakat mengerti dan mau ditracking. Termasuk adanya instruksi Kemendagri untuk mempercepat vaksin harus bisa dioptimalkan," tegasnya.

Sementara berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) provinsi Sumsel mengungkapkan angka keterisian tempat tidur di rumah sakit (RS) atau Bed Occupancy Rate (BOR) bagi pasien Covid-19 di Sumatera Selatan (Sumsel) saat ini sudah mencapai 80 persen, pasca meningkatnya pasien Covid-19 baru- baru ini.

Sedangkan di kota Palembang dari RS yang ada rata- rata sudah mencapai 90 persen, bahkan ada yang sudah 100 persen.

Namun, sejumlah rumah sakit yang ada seperti RS Siloam Sriwijaya Palembang dan RS Umum Daerah (RSUD) Prabumulih, tetap menjamin pelayanan kesehatan bagi masyarakat tetap berjalan.

Direktur RS Siloam Sriwijaya dr Bona Fernando, kondisi RS Siloam Sriwijaya sebenarnya beruntung karena memikiki group besar, dan bisa curi start berdasarkan pengalaman RS Siloam di Jakarta, yang sigap menangani lonjakan pasien Covid-19 pada gelombang kedua.

"Sebenarnya kita (RS Siloam) sudah curi start tapi kewalahan juga, dan BOR kita rata- rata diatas 80 persen. Selama ini kita sudah menyiapkan bed diruang ICU, tapi disisi lain banyak penambahan pasien kritis lagi, jadi tidak pernah berhenti," kata dr Bona.

Dijelaskan Bona, meski pihaknya fokus penanganan pasien Covid-19 yang kritis tapi layanan dan tenaga kesehatannya ada batasan. Dimana 10 bed ICU sudah full 100 persen di banding ruang isolasi yang masih ada kosong.

"Kalau nambah bed gampang, tapi bed ICU tidak gampang karena perlu alat yang tidak sedikit dan SDM, sehingga kita buka satu bangsal lagi untuk pasien emergency bukan dirawat, tetapi agar mereka tidak menunggu diluar. Jadi kondisi sekarang, kalau kewalahan ya kewalahan, bukan jumlah pasiennya saja, tapi obat, SDM, oksigen dan sebagaunya yang akan jadi porioritas berhubungan dengan Covid-19, sehingga pelayanan tetap maksimal," ucapnya

Diakui Bona, sejauh ini pasien Covid yang masuk ke RS Siloam masih didominaai kalangan lansia (lanjut usia), kalaupun ada pasien produktif karena komorbidnya lebih dari 1, dan yang masuk ke ICU bisa dibilang terlambat penanganannya," tandas Boni.

Dengan kondisi tersebut, Boni sendiri menyatakan pihaknya terkadang jadi dilema bagi pasien yang perlu isolasi mandiri dan ingin dirawat di IGD. Mengingat Rumah sakit harus siap melayani masyarakat yang sakitm

"Kita RS asalah penyedia jasa, pasien yang mau dirawat tidak bisa kita tolak, tapi berusaha edukasi. Kalau bisa isolasi mandiri maka dirunah saja, tapi kadang valita dirumah tidak menunjang jadi terpaksa di rawat RS, jadi kita RS kakau ada pasien butuh dirawat kita rawat dan pemerintah sudah memberikan jaminan dengan kriteria pasien Covid-19 yang ditanggung perawatannya," beber Bona, seraya pasien yang menjalani isolasi mandiri di rumah tetap akan mereka pantau hingga sembuh.

Bona berharap di Sumsel khususnya kota Palembang nantinya ada RS yang fokus menangani Covid-19 sehingga pelayanan masyarakat yang sakit diluar Covid-19 bisa terlayani secara maksimal.

"Selama ini fokus RS bercabang ada melayani pasien Covid-19 ada juga pasien ibu hamil dan sebagainya, sehingga masyarakat semua yang sakit bisa terlayani. Kalau Jakarta kan teratur selama ini dan Palembang bisa saja diterapkan seperti itu sehingga sumber daya dialihkan kesana dan pasien mudah kesana," ungkapnya.

Sementara Direktur RSUD Kota Prabumulih dr Hj Hesty Widiyaningsih, mengunkapkan lonjakan pasien terpapar Covid-19 yang dirawat ditempatnya sehingga BOR di RSUD Prabumulih full saat ini, dimana tren ini terjadi pada awal Juli ini, setelah diberlakukannya PPKM darurat di Pulau Jawa dan Bali.

"Sebenarnya pasa Januari- Februari 2021 keterisian tempat tidur hanya 20-30 persen, April sudah meningkat 50 persen, tapi akhir ini imbas dari PPKM darurat BOR mulai 79-80 persen hingga 100 persen. Mengingat, kami (RSUD) juga melayani pasien tetangga dari PALI dan Muara Enim," jelasnya.

Hesty menerangkan, RSUD sebenarnya telah menambah 24 bed kembalu untuk mengcover pasien Covid-19 sebagai antisipasi jika ada lonjakan, mengingat sejumlah RS swasta yang ada mengaky sudah kewalahan.

"Kami selama ini disuport Pemkot, jadi harus lebih siap dibanding RS swasta. Ruang isolasi kami dari 39 menjadi 63 ruang isolasin dan diharapkan tidak full sehingga tidak mengganggu pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang ada," capanya.

Hesty pun memastikan jika soal APD dan ketersedian oksigen dalam penanganan Covid-19 tidak masalah, namun jika dari ketersedian obat- obatan mengingat sempat terjadi kekosongan distributor ia mengkhawatirkan hal tersebut.

"Selama ini, kasus kematian masih rentan diatas usia 50 tahun apalagi ada bawaan komorbidnya, tapi yang dirawat usia produktif tak menutup kemungkinan. Selama ini, perhatian kasus di IGD yang datang ke RS karena saturasi oksigen yang turun ataupun sudah isolasi mandiri 1 minggu di rumah dan datang ke RS sudah memberat sehingga rawat inap," tuturnya.

Disisi lain, pihaknya memiliki kendala SDM yang terbatas saat ini mengingat jumlah kasusnya pun belum setajam seperti kota Palembang, sehingga masih bisa memberikan pelayanan. Namun, masalahnya jika ada Nakes yang terpapar, maka pihaknya harus melakukan screanning berskala melalui pemeriksaan rapid tes meski tanpa gejala dengan isolasi, dan jadi kekurangan SDM.

"Kami sudah koordinasi dengan Dinkes Prabumulih untuk rekrutmen tenaga Puskesmas khususnya perawat, yang akan ditarik ke RSUD," paparnya.

Dilanjutkan Hesty, sebagai RSUD ditengah kondisi saat ini diharapkan pasien yang dirawat memang yang betul- betul perlu dirawat RSUD, sehingga layanan kesehatan tetap berjalan.

"Dalam waktu kedepan bisa mencari solusi dan bisa menambah bed di tengah penambahan pasien covid baru dan kita harus siap. Kami maklumin Pemda saat ini keterbatasan anggaran dan keuangan negara dan daerah sampai saat ini melakukan perubahan pembiayaan. Harapannya kedepan kami bisa melaksanakan pelayanan dengan baik," pungkasnya.

Baca juga: Target Vaksinasi di Sumsel Naik Jadi 5,7 Juta, Kadinkes Lesty: Kita Terkendala Keterbatasan Vaksin

Ikuti Kami di Google Klik

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved