Berita Palembang

Cara Pasang Bingkai Twibbon Menarik HUT Palembang 1338, Pasang Jadi Status atau Foto Profil

Untuk merayakan HUT ke 1.338 Kota Palembang, banyak cara yang bisa dilakukan warganya. Di antaranya dengan kampanye melalui bingkai menarik twibbon

Editor: Wawan Perdana
Twibbonize
Untuk merayakan HUT ke 1.338 Kota Palembang, banyak cara yang bisa dilakukan warganya. Di antaranya dengan kampanye melalui bingkai menarik twibbon 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Hari jadi atau hari ulang tahun (HUT) Kota Palembang jatuh pada, Kamis, 17 Juni 2021. Kota Palembang  yang saat ini berusia 1.338 menjadi kota tertua di  Indonesia.

Palembang Ibu Kota Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) ini dihuni oleh beragam suku, agama, dan budaya.

Kota metropolis ini mengalami kemajuan pesat dalam beberapa tahun terakhir.

Pada HUT ke 1.338 tahun ini, warga Palembang masih melaluinya di tengah kondisi pandemi Covid-19.

Untuk merayakan HUT ke 1.338 Kota Palembang, banyak cara yang bisa dilakukan warganya. Di antaranya dengan kampanye melalui bingkai menarik untuk dijadikan foto profil atau kirim ke media sosial.

Ini Kumpulan Link Twibbon HUT Palembang

1.  Link Twibbon 1

2.  Link Twibbon 2

3. Link Twibbon 3

4. Link Twibbon 4

Panduan cara pasang twibbon HUT Kota Palembang

1. Kamu akan diarahkan ke halaman twibbonize.

2. Pilih template yang ingin kamu gunakan.

3. Klik ‘Lihat’, lalu tunggu proses memuat hingga selesai.

4. Klik ‘Pilih Foto’, maka laman otomatis akan mengakses galeri foto Kamu.

5. Pilih foto yang ingin kamu jadikan twibbon.

6. Geser foto hingga sesuai dengan yang kamu inginkan.

7. Klik ‘Crop’, tunggu proses cropping selesai.

8. Jika telah selesai, klik ‘Download’.

9. Foto twibbon kamu otomatis tersimpan di perangkat, dan siap untuk dibagikan ke seluruh akun media sosialmu.

Sejarah Palembang

Bagaimana penentuan usia Palembang? Dikutip dari palembang.go.id, umur Kota Palembang ditentukan berdasarkan prasasti Sriwijaya yang dikenal sebagai prasasti Kedukan Bukit.

Menurut Prasasti yang berangka tahun 16 Juni 682 itu, penguasa Sriwijaya didirikan Wanua di daerah yang sekarang dikenal sebagai kota Palembang.

Menurut topografinya, kota ini dikelilingi oleh air, bahkan terendam oleh air.

Air tersebut bersumber baik dari sungai maupun rawa, juga air hujan.

Berkemungkinan karena kondisi inilah maka nenek moyang orang-orang kota ini menamakan kota ini sebagai Pa-lembang dalam bahasa melayu Pa atau Pe sebagai kata tunjuk suatu tempat atau keadaan.

Sedangkan lembang atau lembeng artinya tanah yang rendah, lembah akar yang membengkak karena lama terendam air (menurut kamus melayu).

Sedangkan menurut bahasa melayu-Palembang, lembang atau lembeng adalah genangan air.

Jadi Palembang adalah suatu tempat yang digenangi oleh air.

Kondisi alam ini bagi nenek moyang orang-orang Palembang menjadi modal mereka untuk memanfaatkannya.

Air menjadi sarana transportasi yang sangat vital, ekonomis, efisien dan punya daya jangkau dan punya kecepatan yang tinggi.

Selain kondisi alam, juga letak strategis kota ini yang berada dalam satu jaringan yang mampu mengendalikan lalu lintas antara tiga kesatuan wilayah:

Tanah tinggi Sumatera bagian Barat, yaitu : Pegunungan Bukit Barisan.

Daerah kaki bukit atau piedmont dan pertemuan anak-anak sungai sewaktu memasuki dataran rendah.

Daerah pesisir timur laut.

Ketiga kesatuan wilayah ini merupakan faktor setempat yang sangat mementukan dalam pembentukan pola kebudayaan yang bersifat peradaban.

Faktor setempat yang berupa jaringan dan komoditi dengan frekuensi tinggi sudah terbentuk lebih dulu dan berhasil mendorong manusia setempat menciptakan pertumbuhan pola kebudayaan tinggi di Sumatera Selatan.

Faktor setempat inilah yang membuat Palembang menjadi ibukota Sriwijaya, yang merupakan kekuatan politik dan ekonomi di zaman klasik pada wilayah Asia Tenggara.

Kejayaan Sriwijaya diambil oleh Kesultanan Palembang Darusallam pada zaman madya sebagai kesultanan yang disegani dikawasan Nusantara.

Sriwijaya, seperti juga bentuk-bentuk pemerintahan di Asia Tenggara lainnya pada kurun waktu itu, bentuknya dikenal sebagai Port-polity.

Pengertian Port-polity secara sederhana bermula sebagai sebuah pusat redistribusi, yang secara perlahan-lahan mengambil alih sejumlah bentuk peningkatan kemajuan yang terkandung di dalam spektrum luas.

Pusat pertumbuhan dari sebuah Polity adalah entreport yang menghasilkan tambahan bagi kekayaan dan kontak-kontak kebudayaan.

Hasil-hasil ini diperoleh oleh para pemimpin setempat. (dalam istilah Sriwijaya sebutannya adalah datu).

Dengan hasil ini merupakan basis untuk penggunaan kekuatan ekonomi dan penguasaan politik di Asia Tenggara.

Ada tulisan menarik dari kronik Cina Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau Ju-Kua pada abad ke 14, menceritakan tentang Sriwijaya sebagai berikut :Negara ini terletak di Laut selatan, menguasai lalu lintas perdagangan asing di Selat.

Pada zaman dahulu pelabuhannya menggunakan rantai besi untuk menahan bajak-bajak laut yang bermaksud jahat.

Jika ada perahu-perahu asing datang, rantai itu diturunkan.

Setelah keadaan aman kembali, rantai itu disingkirkan.

Perahu-perahu yang lewat tanpa singgah dipelabuhan dikepung oleh perahu-perahu milik kerajaan dan diserang.

Semua awak-awak perahu tersebut berani mati.

Itulah sebabnya maka negara itu menjadi pusat pelayaran.

Tentunya banyak lagi cerita, legenda bahkan mitos tentang Sriwijaya.

Pelaut-pelaut Cina asing seperti Cina, Arab dan Parsi, mencatat seluruh perisitiwa kapanpun kisah-kisah yang mereka lihat.

Jika pelaut-pelaut Arab dan Parsi, menggambarkan keadaan sungai Musi, dimana Palembang terletak, adalah bagaikan kota di Tiggris.

Kota Palembang digambarkan mereka adalah kota yang sangat besar, dimana jika dimasuki kota tersebut, kokok ayam jantan tidak berhenti bersahut-sahutan (dalam arti kokok sang ayam mengikuti terbitnya matahari).

Pelaut-pelaut Cina mencatat lebih realistis tentang kota Palembang, dimana mereka melihat bagaimana kehiduapan penduduk kota yang hidup diatas rakit-rakit tanpa dipungut pajak.

Sedangkan bagi pemimpin hidup berumah ditanah kering diatas rumah yang bertiang.

Mereka mengeja nama Palembang sesuai dengan lidah dan aksara mereka.

Palembang disebut atau diucapkan mereka sebagai Po-lin-fong atau Ku-kang (berarti pelabuhan lama).

Setelah mengalami kejayaan diabad-abad ke-7 dan 9, maka dikurun abad ke-12 Sriwijaya mengalami keruntuhan secara perlahan-lahan.

Keruntuhan Sriwijaya ini, baik karena persaingan dengan kerajaan di Jawa, pertempuran dengan kerajaan Cola dari India.

Terakhir kejatuhan ini tak terelakkan setelah bangkitnya bangkitnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.

Kerajaan-kerajaan Islam yang tadinya merupakan bagian-bagian kecil dari kerajaan Sriwijaya, berkembang menjadi kerajaan besar seperti yang ada di Aceh dan Semenanjung Malaysia.

Baca juga: Kumpulan Ucapan Selamat Hari Jadi (HUT) ke-1338 Kota Palembang, Jadi Caption dan Status Medsos

Arti Lambang Kota Palembang

Pernah melihat lambang kota Palembang yang lengkap dengan semboyannya Palembang Djaja?

Lambang ibukota Sumatera Selatan itu memiliki arti masing-masing setiap lukisannya.

Pemerhati Sejarah Kota Palembang, Rd Muhammad Ikhsan menjelaskan secara resmi Pemerintah kota yang dulunya Kotapradja dan Kotamadya menulis motto lambang kota sebagai Palembang Djaja.

Secara normatif dasar hukumnya pada Keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Kota Besar Palembang No. 36/DPRDK/1956.

Motto Pada lambang kota besar merupakan bagian tidak terpisahkan dari konsepsi lambang kota besar.

"Lambang kota Palembang sendiri itu dbagi secara lengkap terdiri dari tiga bagian," kata Ikhsan yang juga menuliskan di bukunya "Palembang dari Waktoe ke Waktu".

Bagian pertama, Ikhsan menjelaskan bangunan sirah yaitu rumah adat dengan warna asli merah tua coklat dengan pinggiran keemasan berikut 18 tanduk lembaran daun teratai.

Di tengah bagian atas terdapat kembang melati yang belum mekar, berikut simbar yang melambangkan kerukunan, kekeluargaan, dan kesejahteraan kota ini di segala zaman.

Bagian kedua, sambung Ikhsan puncak rebung warna kuning keemasan melambangkan kemuliaan dan keagungan.

Jumlahnya delapan buah, melambangkan bulan Agustus yang bersejarah, bulan proklamasi kemerdekaan RI.

Segitiga ialah bukit yang termasyhur dengan nama Bukit Siguntang adalah tempat kesucian dimana di zaman purbakala yaitu abad ke VII sampai XIII terdapat kumpulan candi, kuil, dan sekolah tinggi yang dikunjungi oleh pendeta, pelajar dari seluruh Asia.

Lingkaran memanjang berwarna biru laut adalah sungai-sungai, empat diantaranya sungai besar yang bertemu di kota, yaitu Komering, Ogan, Lematang dan Musi dan lima lainnya bertemu di luar kota. Kesembilannya berkumpul menjadi satu. Induk dan airnya mengalir di kota.

Bunga teratai berwarna putih melambangkan agama yang suci di segala zaman, dulu, kini dan yang akan datang. Lima lembar dari bunga teratai melambangkan rukun lima agama Islam. Sementara bagian ketiga, lanjut Ikhsan di bawah lambang tertulis motto Palembang Djaja. Ini seperti yang ia kutip di buku RM. Akib tahun 1956.

Motto yang ada di lambang kota Palembang yang jika dieja menjadi Palembang Jaya.

Mengapa semboyan itu dituliskan dengan 'Palembang Djaja', bukan 'Palembang Jaya,?'.

"Karena semula lambang kota berikut semboyannya digunakan pertama kali di tahun 1956, ketika bahasa Indonesia dengan ejaan Soewandi masih digunakan. Sedangkan Djaya dengan kombinasi ejaan Soewandi dan ejaan yang disempurnakan, mungkin salah pengetikan saja," terangnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved