Biodata Profil Neta S Pane Ketua Presidium IPW, Dikabarkan Meninggal Dunia Rabu (16/6/201)
"Selamat Jalan mas H. Neta S. Pane. Kawan seperjuanganku. Jasamu mengawal penegakan hukum Polri, akan jadi catatan sejarah Indonesia.
TRIBUNSUMSEL.COM - Biodata profil Neta S Pane Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW).
Neta S Pane dikabarkan meninggal dunia pada Rabu (16/6/2021) di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Bekasi Barat sekira pukul 10.30 WIB.
Pria kelahiran Medan, Sumut, 18 Agustus 1964 yang telah lama berkecimpung di berbagai isu di institusi Polri itu menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Bekasi Barat sekira pukul 10.30 WIB.
"Innalilahi Wa Innailahi Rojiun
MOHON doanya untuk sahabat sekaligus saudara kita, H.NETA SAPUTRA PANE, yang telah menghadap Sang Khalik pada RABU, 16 Juni 2021, sekitar pukul 10.40 WIB di RS Mitra Keluarga, Bekasi Barat.
Allahumaghfirlahu
Warhamhu
Wa'afihi
Wa’fu anhu
Semoga almarhum H. NETA SAPUTRA PANE diterima amal ibadahnya, diampuni segala kesalahannya dan dilapangkan kuburnya.
Insyaallah memperoleh tempat terbaik di sisi-Nya.
Al Fatehah
Aamiin ya robbal al aamiin"
Demikian pesan berantai melaui grup WhatsApp, Rabu pagi.
Kabar meninggalnya Neta S Pane juga ramai di Twitter.
Salah satunya diunggah politisi Partai Ummat, Mustofa Nahrawardaya.
"Selamat Jalan mas H. Neta S. Pane. Kawan seperjuanganku. Jasamu mengawal penegakan hukum Polri, akan jadi catatan sejarah Indonesia. Tak banyak orang sepertimu. Insya Allah, jasa dan amalmu, menjadi pintu terbukanya surga terbaik-Nya. Aamiin," cuitnya.
Keluarga, Bekasi Barat, Jawa Barat.
Sebelum meninggal dunia, Neta S Pane diketahui tengah dirawat karena terpapar Covid-19.
Baca juga: Curhat Wanita Dinikahkan Wali Hakim Viral, Ayahnya yang Seorang Pendeta Datang : Saya Tahan Tangis
Baca juga: Menteri Agama Keluarkan Surat Edaran Pembatasan Kegiatan di Rumah Ibadah, Berikut Isinya
Baca juga: Gibran Ungkap Alasan Piala Wali Kota Cup 2021 Batal Digelar 20 Juni dan Ditunda hingga Sepekan
Profil dan biodata Neta S Pane
1. Batak Toba
Neta S Pane lahir di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 18 Agustus 1964.
Neta berdarah Batal Toba dengan marga Pane.
Ayahnya bernama Endar Pane dan sang ibu Rumondang Siregar.
2. Jejak karir
Sebelum dikenal sebagai ketua Presiden Indonesia Police Watch (IPW), Neta berkarir di dunia jurnalistik.
Dia pernah menjadi reporter Surat Kabar Harian (SKH) Merdeka di Jakarta tahun 1984.
Karirnya di SKH Merdeka cukup cemerlang hingga membuatnya menjadi redaktur pelaksana pada tahun 1991.
Namun, hal itu tidak berlangsung lama.
Dia lalu menjadi redaktur pelaksana di Harian Terbit Jakarta tahun 1993 lalu menjadi redpel Koran Aksi Jakarta
Neta juga sempat menjadi Wakil Pemimpin Redaksi Surat Kabar Jakarta 2002-2004 sebelum akhirnya menjadi Ketua Presidium IPW sampai sekarang.
3. Heboh pakai topi berlambang palu arit
Beredar di sosial media Facebook sebuah unggahan hasil tangkapan layar dari sebuah artikel dan disertai dengan narasi topi yang berlambang palu arit yang dipakai oleh ketua IPW adalah logo PKI.
Dikutip dari akun Facebook yang dikelola oleh Masyarakat Anti Hoax Indonesia, foto ketua presidium IPW memakai topi berlogo PKI adalah tidak benar.
Faktanya, logo palu arit pada topi Neta S Pane menggambarkan Partai Komunis Jerman Timur bukan logo PKI dan merupakan topi replika sebagai souvenir di Checkpoint Charlie, Berlin, Jerman.
4. Kritis
Menjadi ketua Presidium IPW membuat Neta sangat kritis menyikapi kebijakan-kebijakan di lembaga kepolisian.
Termasuk diantaranya proses pemilihan kapolri serta langkah-langkah petinggi polri dalam menangani sejumlah masalah.
Salah satunya, terkait penanganan LGBT di tubuh Polri.
Neta S Pane mengapresiasi sikap Kapolri Idham Aziz yang memproses polisi LGBT di tubuh Polri.
Hanya saja, Neta menyayangkan proses kelanjutan penanganan para polisi LGBT itu tak transparan.
Neta kemudian membandingkan dengan proses penanganan prajurit TNI LGBT yang dilakukan Markas Besar TNI.
Sedangkan untuk kasus polisi LGBT, Neta hanya mendapatkan informasi Brigjen E saja yang sudah ditahan oleh Porpam Polri.
"Berkaitan dengan itu Polri juga harus segera membuka kasus kasus LGBT di institusinya, terutama mengenai Brigjen E yang sempat ditahan Propam Polri beberapa waktu lalu," kata Neta kepada Warta Kota, Jumat (16/10/2020).
IPW, kata Neta, mendesak Polri agar bersikap transparan dan Promoter untuk menjelaskan, benarkah Brigjen E ditahan propam berkaitan dengan kasus LGBT.
"Di awal menjadi Kapolri, Idham Azis pernah menahan belasan polisi yang diduga LGBT di Propam Polri, termasuk Brigjen E.
Sikap Idham ini patut diacungi jempol.
Sayangnya kelanjutan kasusnya 'menjadi misteri' karena tidak ada kelanjutan yang transparan," kata Neta.
Menurut Neta, sikap Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung (MA) Mayjen Burhan Dahlan yang membuka isu LGBT di lingkungan TNI, patut diapresiasi.
"Selama ini isu itu sangat tertutup dan cenderungi ditutupi."
"Namun belakangan pimpinan TNI AD mulai gelisah dengan isu ini."
"Apalagi ada kabar bahwa ada kelompok baru, yakni kelompok persatuan LGBT TNI-Polri," ujar Neta.
Di mana katanya, pimpinannya berpangkat sersan, namun ada anggotanya ada yang berpangkat letkol.
"Pimpinan Mabes AD juga sempat marah lantaran terdapat 20 kasus prajurit TNI LGBT yang dibebaskan majelis hakim pengadilan militer."
"Ke-20 TNI LGBT ini berasal dari Makassar, Bali, Medan, Jakarta," papar Neta.
Isu LGBT, katanya, tidak hanya mendera TNI, di Polri isu ini juga sempat menjadi pembicaraan hangat.
"Apalagi saat awal Jenderal Idham Azis menjabat sebagai Kapolri, ada belasan polisi LGBT yang ditahan dan diproses Propam Polri."
"Salah satu di antaranya adalah perwira tinggi berpangkat Brigjen yang pernah bertugas di Deputi SDM Polri."
"Namun baik Propam maupun Polri tidak pernah menjelaskan hal ini secara transparan," papar Neta.
Bahkan, tambah Neta, Polri terkesan sangat tertutup dengan kasus ini, sehingga sampai kini tidak diketahui nasib kasus belasan polisi LGBT tersebut.
"IPW berharap TNI Polri harus bersikap tegas dalam kasus ini."
"Sebab sejatinya prajurit yang LGBT dihindari TNI Polri, mengingat TNI Polri mengemban tugas menjaga pertahanan dan keamanan negara."
"Sehingga TNI Polri sangat membutuhkan figur anggota yang benar-benar sejati," ucapnya.
Jika prajurit TNI Polri itu memiliki kebiasaan yang menyimpang, menurut Neta, bagaimana mereka bisa menjalankan tugas dengan baik?
"Dalam kasus LGBT di TNI misalnya, dijelaskan secara transparan bahwa 20 berkas perkara yang masuk ke peradilan militer adalah persoalan hubungan sesama jenis."
"Yakni antara prajurit dengan prajurit, ada yang melibatkan dokter yang pangkatnya perwira menengah," tutur Neta.
Ada pula yang melibatkan lulusan baru dari Akmil dan terendah prajurit dua (Prada).
"Mereka adalah korban LGBT di lembaga pendidikan."
"Pelatihnya punya perilaku menyimpang, lalu memanfaatkan kamar-kamar siswa untuk LGBT."
"Apa yang terjadi di TNI ini tentu tak boleh dibiarkan dan harus ada upaya untuk membersihkannya," tutur Neta.
Karena itu, lanjut Neta, IPW memberi apresiasi TNI AD sudah membuka hal ini secara transparan, sehingga bisa segera diatasi dengan tuntas.
"IPW juga berharap Polri bisa bersikap transparan untuk membuka persoalan LGBT di internalnya agar bisa diselesaikan."
"Terutama mengenai Brigjen E dan belasan polisi lainnya yang sempat ditahan di Propam Polri," cetus Neta.