Berita Palembang
Hardiknas 2021, Prof Sirozi : Pendidikan Kita Over Spesialisasi, Akhirnya Melahirkan Manusia Kotak
Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap 2 Mei. Melihat Perkembangan pendidikan di mata Prof. Drs. H. M. Sirozi, MA., Ph.D.
Penulis: Linda Trisnawati | Editor: Yohanes Tri Nugroho
Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Linda Trisnawati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap 2 Mei.
Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pendidikan di Indonesia, khususnya di Sumatera Selatan (Sumsel) maka Tribun Sumsel mewawancarai Pengamat Pendidikan Prof. Drs. H. M. Sirozi, MA., Ph.D.
Tribun Sumsel mewawancarai langsung Prof Sirozi yang juga merupakan Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang, di kediamannya yang ada di Komplek Perumdam II Garuda Putra III.
Menurut Prof Sirozi, ada kecenderungan pendidikan nasional terlalu berorientasi pada kebutuhan ekonomi.
Seolah-olah pendidikan ini menyiapkan anak didik untuk bisa bekerja.
Baca juga: Link Twibbon Hardiknas 2021, Lengkap Logo dan Ucapan Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2021
Kalau bekerja punya gaji dan duit, itulah ukuran kesuksesan.
"Sesungguhnya kalau berorentasi pada ekonomi, maka pendidikan kita over spesialisasi, sehingga yang dilahirkan sekarang manusia kotak. Misal kalau jurusan ekonomi, nggak tau menahu ekonomi saja. Kalau politik, politik saja. Padahal berbagai persoalan yang ada itu saling berkaitan," katanya, Sabtu (1/5/2021).
Menurut, persoalan pendidikan nggak bisa dilihat dari ilmu pendidikan saja, tapi juga harus dilihat dari ilmu politik, agama, budaya dan lain-lain.
Maka akhirnya ketika lulusan ini jadi pejabat, ada kecenderungan melihat berbagai persoalan dengan kacamata kuda. Karena pendidikannya sangat spesial, jadi manusia kotak.
"Selain melahirkan manusa kotak juga melahirkan manusa individualis yang sibuk dengan dirinya sendiri, dan tidak ada kepedulian sosial," cetusnya.
Prof Sirozi pun mengatakan, persoalan pendidikan ini sangat fundamental yang akan menentukan masa depan suatu bangsa, yang akan membuat lulusannya jadi orang penting. Kalau salah dalam mengambil kebijakan, maka akan terlahir manusia-manusia yang salah.
Baca juga: Kumpulan Puisi Tentang Hari Pendidikan Nasional Terbaik Untuk SD, SMP dan SMA
Sementara itu ketika ditanya tema Hardiknas 2021 serentak bergerak, merdeka belajar.
Menurutnya, bagus, artinya serentak bergerak itu ingin mengajak seluruh komponen bangsa untuk memberikan dukungan dan berpartisipasi dalam membangun sistem pendidikan.
"Inikan adalah suatu tagline yang baru, suatu strategi pengembangan pendidikan baru yang diperkenalkan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) yang ada sekarang ini," katanya.
Masih kata Prof Sirozi, apapun agendanya, pendidikan ini harus jadi perhatian bagi seluruh komponen bangsa. Oleh karena itu penting bagi suatu bangsa untuk membangun sistem pendidikan yang bagus. Karena pendidikan yang bagus itulah akan jadi landasan fundamental bagi satu bangsa dalam melangkah kedepan.
"Dalam sektor apapun, sistem politik juga tidak mungkin bisa dibangun tanpa sistem pendidikan yang baik. Sebab demokrasi juga tidak mungkin berjalan, kalau rakyatnya tidak berpendidikan," ungkapnya.
Lalu ekonomi juga tidak bisa dibangun kalau rakyat tidak didik dengan baik. Kemudian kebudayaan juga tidak mungkin berkembang kalau pendidikan yang ada tidak efektif.
"Jadi saya setuju dan mendukung, mudah-mudahan melalui momen Hardiknas ini, seluruh komponen bangsa turut memikirkan, mendukung, memberikan kontribusi dan inspirasi dalam upaya membangun sistem pendidikan yang baik bagi bangsa kita," katanya.
Namun menurutnya, masih banyak probelm didunia pendidikan.
Baca juga: Kumpulan Kutipan Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan Untuk Peringati Hardiknas 2 Mei 2021
Sudah hampir satu abad merdeka tapi sistem pendidikan ini masih bongkar pasang dan belum memuaskan. Terus saja terjadi perubahan-perubahan yang ternyata tidak membawa hasil yang lebih baik.
Oleh karena itu dalam sistem pendidikan memang ada beberapa hal yang harus diperhatikan secara serius. Pertama filosofinya, filosofi pendidikan nasional yang ada ini filosofinya yang bagaiman?
"Kalau saya amati ada kecenderungan sistem pendidikan nasional kita ini dibangun dengan filosofi pendidikan ala Eropa dan Amerika yang cenderung sekuler. Akibatnya nilai-nilai agama dan budaya itu kurang mendapat tempat," cetusnya.
Seperti diketahui, pendidikan itu bukan untuk pendidikan itu sendiri. Pendidikan itu untuk masyarakat, masyarakat sudah hidup dengan nilai-nilai agama dan budaya.
Kalau pendidikan dibangun dengan filosofi yang sekuler, maka yang akan terjadi menjauhkan sistem pendidikan dari masyarakat sendiri.
"Jadi sistem pendidikan menjadi suatu yang asing ditengah kehidupan sehari-hari masyarakat kita. Satu sisi masyarakat kita sangat religius dan memiliki akar budaya yang serius tapi pendidikan mereka sistem pendidikan sekuler. Inilah yang terjadi saat ini, dimana sistem pendidikan kita agak jauh dari masyarakat," katanya
Baca juga: Poster dan Tema Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2021, Bisa Langsung di Download
Lalu yang kedua sistem pendidikan seperti ini nantinya menghasilkan lulusan yang tidak mengakar ditengah masyarakatnya, sehingga lulusan pendidikan yang ada cenderung tidak menyatu dengan masyarakat.
Cenderung jadi diri sendiri, dan cenderung tidak memiliki sosial yang kuat, karena memang tidak dididik dengan nilai-nilai yang berakar di masyarakat.
"Untuk itu saya ingin mengatakan, berbagai pendidikan agama di Indonesia termasuk pendidikan Islam, sebenarnya memberikan pondasi yang menarik dan relevan. Sebenarnya perlu diintegrasikan didalam pendidikan nasional. Misalnya didalam sistem pendidikan Islam, belajar itu kan wajib," katanya
Memang ada program wajib belajar, namun bagaimana implementasinya.
Ketika sesuatu itu menjadi wajib, seperti salat wajib maka tidak boleh ada halangan apapun dan kewajiban itu harus dilakukan.
Dengan alasan apapun seluruh anggota masyarakat dan generasi muda harus mendapatkan pendidikan yang baik.
"Kalaupun kita ditengah krisis seperti saat ini, salah satu yang tidak boleh terganggu ya layanan pendidikan. Oleh karena itu meskipun agak darurat, tetap harus memberikan layanan pendidikan.
Tidak boleh berhenti apapun alasannya. Kegiatan lainnya boleh berhenti, tapi pendidikan tidak boleh berhenti," ungkapnya.
Menurutnya, pendidikan itu bukan hanya wajib, tapi pendidikan itu seumur hidup. Nah bagaimana caranya agar pendidikan itu seumur hidup, karena pendidikan ksekarang kan hanya untuk orang-orang usia sekolah, kuliah.
Orang sudah tamat kuliah dan bekerja, seolah-olah tidak perlu lagi pendidikan.
Baca juga: Hari Pendidikan Nasional 2 Mei, Ini 20 Kutipan Tentang Pendidikan Ki Hajar Dewantara Hingga Gandhi
Padahal ini salah, masyarakat itu harus terus belajar dan mendapatkan pendidikan.
Supaya apa? Supaya mereka terus bisa mengikuti dinamika perubahan zaman.
Kenapa ini terjadi karena memang salah satu konsep pendidikan nasional yang sangat historis dan bagus tidak diterapkan. Misalnya tripusat pendidikan, yang diperkenalkan oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan itu tidak hanya di sekolah.
Pendidikan itu ada juga informal, dalam keluarga itu harus ada, di sekolah dan ditengah masyarakat.
Tapi sekarang ini seolah-olah hanya bertumpu pada pendidikan sekolah atau formal, sehingga di rumah orang tua itu seolah-olah tugasnya hanya memfasilitasi pendidikan.
Bayar spp, beli buku, beli pakaian, orang tua tidak merasa bahwa dia itu juga pendidik. Itu kesalahan yang sangat patal.
"Sekarang kesadaran akan pentingnya pendidikan di rumah di negara maju sangat diperhatikan. Misalnya di Finlandia pendidikan yang salah satu terbaik di dunia, karena di situ orang tua dilatih difasilitasi supaya bisa jadi guru juga untuk anak-anaknya di rumah," katanya
Kalau di Indonesia sebelum menikah itu ada namanya bimbingan perkawinan, menurutnya memang harus ada bimbingan pendidikan. Sehingga bisa jadi guru untuk anak-anaknya.
Agar tidak terjadi seperti yang di alami sekarang. Ketika belajar daring ada istilah anaknya daring, ibunya darting (darah tinggi). Karena apa? Karena tidak terlatih dan tidak terbayangkan oleh ibu-ibu di Indonesia, bahwa suatu hari nanti mereka harus mendampingi anaknya belajar.
"Kondisi saat ini seperti suatu berkah ditengah musibah. Meskinya kita menyadari bahwa orang tua, guru juga bagi anak-anaknya. Justru guru yang pertama dan utama itu orang tua, bagi anak-anaknya. Nggak bisa sekedar daftarkan anak di sekolah dan memfasilitasi mereka, nggak cukup," katanya.
Baca juga: RESMI, Nadiem Makarim Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Bahlil Menteri Investasi
Lalu ditengah masyarakat, pendidikan informal masih kurang. Sekarang anak-anak hampir tidak punya ruang pendidikan informal.
Ketika pulang sekolah anak-anak kemana? ngumpulnya di mal.
Sebenarnya pendidikan non formal bisa di masjid, dan lain-lain.
Sekarang itu dipahami, seolah-olah pendidikan non formal itu adalah kursus-kursus, bimbingan belajar. Padahal sebenarnya bukan itu maksudnya, maksudnya pendidikan non formal itu di tengah masyarakat. Misal di komplek, ada tempat belajar.
"Nah kita, jangankan belajar sesuatu yang baru, lingkungan kita ini perpustakaan tidak ada. Harusnya perpustakaan itu tidak hanya di sekolah, di rumah harus ada perpustakaan juga. Jangan sampai di rumah kita nggak ada rak buku, supaya anak-anaknya punya referensi," tegasnya.
Kalau di negara maju, setiap daerah misal kalau di Indonesia sebutannya kelurahan. Maka di setiap kelurahan itu ada kewajiban untuk mencerdaskan warganya, caranya dengan membangun perpustakaan. Misalnya di Sabtu dan Minggu anak-anak nggak masuk sekolah, bisa membaca dan menulis di perpustakaan. Lalu ibu-ibu kalau abis masak, bisa baca-baca juga.