Lama Diam, Kini Ruhut Sitompul Mati-matian Bela Moeldoko Meski Ngaku Berterima Kasih Kepada SBY
Ruhut Sitompul Mati-matian Bela Moeldoko Meski Ngaku Berterima Kasih Kepada SBY
TRIBUNSUMSEL.COM - Lama tak berkomentar dalam polemik yang terjadi di Partai Demokrat.
Kini mantan kader Partai Demokrat, Ruhut Sitompul turut menanggapi adanya polemik dualisme di partai tersebut.
Dualisme Partai Demokrat ini terdapat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan kubu KLB Deli Serdang dengan ketua umum Moeldoko.
Hasil KLB Deli Serdang itu dinilai menjadi solusi mengatasi kisruh internal partai.
Meski demikian, rupanya masih terdapat kisruh terjadi dengan hasil KLB Deli Serdang.
Baik kubu AHY dan Moeldoko mengklaim sebagai pengurus Partai Demokrat yang sah.
Lantas bagaimana tanggapan mantan kader Partai Demokrat, Ruhut Sitompul?
Dilansir dari acara Mata Najwa pada Kamis (11/3), Ruhut Sitompul mengaku berterima kasih kepada SBY yang telah membesarkan dirinya.
"Saya ini die-hard SBY, orang bilang Ruhut itu anjing penjaga SBY dan Partai Demokrat. Karena begitulah saya perjuangkan Partai Demokrat," papar Ruhut Sitompul.
Merasa tak bisa lupa dengan asalnya dari partai berlambang mercy ini, Ruhut mengaku sedih dengan kondisi Partai Demokrat saat ini.
"Hari ini aku menangis ada dua tokoh Demokrat berkonflik. Kenapa kita bawa ke ruang publik? ini yang buat saya sedih," jelas Ruhut Sitompul.
Ruhut pun mempertanyakan alasan sebagian besar orang yang terus memojokkan sosok Moeldoko.
"Kenapa sih Pak Moeldoko terus dipojokkan? Bagi Kader Partai Demokrat kita berterima kasih. Saya itu kacang tak bisa lupa dengan kulitnya," beber Ruhut Sitompul.
Tak hanya itu, Ruhut mengaku sedih ketika Moeldoko mendapatkan berbagai tuduhan imbas dari KLB Deli Serdang.
"Saya sedih (Pak Moeldoko dituduh macam-macam, red). Saat itu banyak kawan di Partai Demokrat bilang ingin Pak Moeldoko jadi ketua untuk menyelamatkan partai. Saya telepon Pak Moeldoko dan disitu saya sedih, dimana dosanya Pak Moeldoko?"
"Dia mengatakan 'saya lagi membantu Pak Presiden, enggak lah bang. Kita lagi hadapi pandemi covid-19'," terang Ruhut Sitompul.
Najwa Shihab sebagai host pun mencecar di balik alasan Moeldoko menerima hasil KLB Deli Serdang.
"Kok masih mau? kan menyadari tugasnya membantu Presiden itu berat?" cecar Najwa Shihab.
"Seperti yang saya katakan 'semut diinjak menggigit, Moeldoko juga manusia'," aku Ruhut Sitompul.
"Siapa yang menginjak Pak Moeldoko?" tanya Najwa Shihab.
"Di salah satu TV saya diadu dengan Andi Mallarangeng, tegas saya mengatakan 'Andi cabut kata-kata anda', bukan hanya Moeldoko dan tetapi juga membawa-bawa Presiden ke-7. Apa kita akan kembali ke orde baru lagi?," imbuh Ruhut Sitompul.
Sebelumnya melalui Twitter resminya, Politisi PDIP ini berpesan pada pihak yang tidak mengerti masalah ini untuk diam saja dan tidak ikut campur.
“Tolong yang tidak mengerti permasalahan di Partai Demokrat tutup mulut jangan sok pintar," cuit Ruhut Sitompol dalam akun Twitternya, @ruhutsitompul.
Bahkan, Ruhut meminta pihak-pihak tersebut jangan semena-mena menyuruh Presiden Jokowi untuk memecat KSP Moeldoko.
"Apalagi coba-coba menyuruh Presiden RI ke 7 Bapak Jokowi memecat KSP-nya Bapak Moeldoko," tulisnya.
Ruhut Sitompul menyarankan agar pihak yang tidak terima adanya KLB tak perlu cemas, hanya perlu tunggu hasil akhirnya dari Kemenkum HAM dan tidak perlu menyalahkan siapapun.
Baca juga: Sebelum Meninggal, Rina Gunawan Minta Buatkan Mukena Hitam ke Teddy Syach, Segera Diwujudkan
Baca juga: Baru Terungkap, Edhy Prabowo Biayai Sewa Apartemen Rp160 Juta untuk Sespri Wanita Fidya Yusri
Baca juga: Penjelasan Mabes Polri Usai Ada Dugaan Anggotanya Terlibat Dalam Dualisme Partai Demokrat
Mabes Polri: Silakan Lapor
Propam Mabes Polri mengimbau Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K Harman melaporkan dugaan intel Polres dan Kapolres intimidasi pengurus partai Demokrat di daerah.
"Propam Polri mengimbau siapa saja yang melihat, mendengar dan mengetahui adanya anggota Polri yang menginteli, menguntit, menyelidiki dan bahkan mengintimidasi diimbau melaporkan hal tersebut ke Propam Polri dan atau Jajaran Propam Wilayah," kata Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dalam keterangannya, Rabu (10/3/2021).
Dijelaskan Sambo, dugaan pelanggaran kode etik profesi ataupun pelanggaran disiplin personel Polri merupakan wewenang Propam Polri.
"Propam Polri menghimbau kepada seluruh masyarakat agar setiap pelanggaran Anggota Polri baik pelanggaran disiplin dan Kode etik profesi Polri dilaporkan resmi melalui pelayanan aduan di Mabes Polri dan Jajaran Wilayah," jelas dia.
Lebih lanjut, Sambo memastikan Propam Polri akan menindaklanjuti setiap laporan dari masyarakat.
Laporan itu akan diselidiki secara profesional dan transparan.
"Pelaporan resmi akan segera ditindak lanjuti dengan penyelidikan dan apabila ada tindakan pelanggaran Anggota Polri akan segera diumumkan secara terbuka, transparan dan akuntabel," jelasnya.
Hingga saat ini, Propam Polri dan jajaran wilayah belum mendapatkan laporan dugaan intel Polres dan Kapolres intimidasi pengurus partai Demokrat.
Diperkirakan Hingga Pemilu 2024
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, dengan terbentuknya kepengurusan hasil KLB Deli Serdang secara defacto melahirkan dualisme kepemimpinan di Partai Demokrat.
Akhirnya muncul matahari kembar dalam kepemimpinan partai berlambang bintang mercy itu, Moeldoko dan AHY.
Nampaknya, kata Karyono, dualisme kepemimpinan yang terjadi di Demokrat ini bisa berjalan panjang.
Pasalnya, kedua kubu akan saling mengklaim bahwa pihaknya yang paling sah.
"Dalam konteks opini, kubu AHY dan Moeldoko tentu akan saling klaim. Tentu dalam ranah pergulatan politik kontemporer pembentukan opini semacam itu dipandang lazim. Tapi yang menjadi persoalan saat ini adalah soal keabsahan terhadap dualisme kepemimpinan," kata Karyono kepada Tribunnews, Rabu (10/3/2021).
Sekarang, lanjut Karyono, pertarungannya bukan lagi sekadar opini dan gimmick politik tapi sudah naik ke level hukum jika kepengurusan hasil KLB sudah didaftarkan ke Kemenkumham.
Kemudian akan muncul gugatan di pengadilan. Disinilah titik krusial yang paling menguras energi dan waktu. Karenanya, kedua belah pihak harus memberikan bukti dan argumen hukum yang kuat, baik di depan pengadilan maupun di Kemenkumham.
"Karena pada akhirnya, putusan hukum yang akan menentukan keabsahan kepengurusan partai Demokrat," ucapnya.
Sementara, Karyono mengatakan, dalam konteks probabilitas, kedua belah pihak memiliki peluang untuk mendapatkan legitimasi kepengurusan partai Demokrat. Kalau bicara soal peluang, tentu saja kedua belah pihak memiliki peluang.
Masalahnya, proses untuk menuju kesana memerlukan waktu yang tidak sebentar.
Proses hukum biasanya memerlukan waktu panjang.
Sementara itu, pelaksanaan tahapan pemilu serentak 2024 (Pemilu nasional dan Daerah) kemungkinan akan dimulai pada tahun 2022/2023.
Maka dualisme kepemimpinan jelas merugikan partai Demokrat.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Ruhut Sitompul Sedih Lihat Polemik Partai Demokrat, Terima Kasih ke SBY, Bela Moeldoko Tak Bersalah.