Potong Insentif Nakes, Komisi V DPRD Sumsel: Kami Tidak Tinggal Diam
Wakil ketua komisi V DPRD provinsi Sumsel Mgs Saiful Padli mengungkapkan, pihaknya tidak akan mentolerir jika di Sumsel ada Rumah Sakit
Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Prawira Maulana
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Wakil ketua komisi V DPRD provinsi Sumsel Mgs Saiful Padli mengungkapkan, pihaknya tidak akan mentolerir jika di Sumsel ada Rumah Sakit, yang melakukan pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan (Nakes) yang selama ini dianggap sebagai ujung tombak penanganan Covid-19 yang ada.
"Kalau sampai ini terjadi (di Sumsel) kami komisi V DPRD Sumsel, tidak akan tinggal diam," kata Mgs Saiful, Rabu (24/2/2021).
Politisi Partai Keadilan Sejahterah (PKS) ini sendiri akan mengecek dirumah sakit yang ada, khususnya rumah sakit yang menangani masalah Covid-19 saat ini.
"Nanti kita akan cek di rumah sakit yang ada," jelasnya.
Ditambahkan pria yang digadang- gadang akan meramaikan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Palembang 2024 ini, pihainya akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) yang ada, untuk mencari kebenaran dan sekaligus evaluasi.
"Kita akan panggil kepala dinas kesehatan dan dirut Rumah sakit pemerintah provinsi, untuk memastikannya," tukas Saiful.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan fakta terbaru soal penyaluran insentif bagi tenaga kesehatan (Nakes) yang bertugas dalam penanganan Covid-19.
KPK mendapatkan informasi ternyata ada insentif tenaga kesehatan dipotong rumah sakit.
Besaran pemotongan ini beragam, mulai dari 50 pesen hingga 70 persen. Padahal selama ini tenaga kesehatan sudah banyak berjuang untuk penanganan Covid-19.
KPK mengimbau manajemen rumah sakit atau pihak terkait agar tidak memotong insentif yang diberikan kepada tenaga kesehatan (nakes).
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengatakan, KPK menerima informasi terkait adanya pemotongan insentif nakes oleh pihak manajemen RS dengan besaran 50 hingga 70 persen.
“Insentif yang diterima oleh tenaga kesehatan secara langsung tersebut diketahui dilakukan pemotongan oleh pihak manajemen untuk kemudian diberikan kepada nakes atau pihak lainnya yang tidak berhubungan langsung dalam penanganan pasien Covid-19,” kata Ipi dalam keterangan tertulis, Selasa (23/2/2021).
Ipi mengatakan, pada Maret hingga akhir Juni 2020 melalui kajian cepat terkait penanganan Covid-19 khususnya di bidang kesehatan, KPK menemukan sejumlah permasalahan terkait pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan berdasarkan analisis terhadap Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No.HK.01.07/MNENKES/278/2020.
Adapun permasalah itu, yakni risiko inefisiensi keuangan negara yang disebabkan duplikasi anggaran untuk program pemberian insentif tenaga kesehatan di daerah, yakni melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Belanja Tidak terduga (BTT).
Kemudian, proses pembayaran yang berjenjang menyebabkan lamanya waktu pencairan dan meningkatkan risiko penundaan dan pemotongan insentif atau santunan tenaga kesehatan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.