Apa Itu OPM, TPN dan KKB ? Ini Perbedaannya, Satu Anggota TNI Gugur Usai Kontak Tembak di Papua
Apa Itu TPN OPM dan KKB? Apa Perbedaannya, Satu Anggota TNI Gugur Usai Kontak Tembak di Papua
Penulis: Abu Hurairah | Editor: M. Syah Beni
Roda aktivitas organisasi berjalan kembali, yang berarti serangan kepada TNI, Polri, dan warga sipil dapat dilakukan lagi. Risiko lain yang lebih besar dari pendefinisian OPM sebagai pemberontak adalah munculnya peluang bagi mereka dan anasirnya di luar negeri untuk merujuk Protokol Tambahan II tahun 1977 dari Konvensi Jenewa (Geneva Convention).
Konvensi tersebut merupakan hukum internasional tentang penanganan perang (jus in bello) atau disebut pula hukum humaniter internasional. Protokol Tambahan II membahas konflik bersenjata noninternasional atau di dalam sebuah negara.
Di dalam Pasal 1 dinyatakan, “Angkatan perang pemberontak atau kelompok bersenjata pemberontak lainnya yang terorganisir di bawah komando … sehingga memungkinkan mereka melaksanakan operasi militer secara terus menerus dan teratur,” yang berarti termasuk objek Konvensi Jenewa.
Pasal 3 Protokol Tambahan II melarang adanya intervensi dari luar, tetapi tidak ada larangan pihak pemberontak menyampaikan masalah kepada dunia internasional jika menurutnya terjadi pelanggaran Konvensi Jenewa.
Walaupun belum atau tidak menyetujui dan meratifikasi Protokol Tambahan II, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Jenewa. Karena itu, penyebutan OPM sebagai pemberontak dapat berisiko internasionalisasi kasus serangan OPM atau saat TNI/Polri menindak mereka.
Penyelesaian OPM sebaiknya dilakukan komprehensif. Secara taktis-operasional, TNI dan Polri segera menghancurkan dan menetralisasi para penyerang. Mereka yang tertangkap dipidanakan dengan perbuatan makar. Pemerintah juga perlu mendefinisikan OPM sebagai organisasi teroris sesuai UU Nomor 5/2018 dan UU Nomor 15/2003 tentang Terorisme.