Kuasa Hukum Kecewa, Gugatan Perkara Perdata Dapat Hasil Penetapan Bukan Keputusan
gugatan ini bertujuan untuk mempertegas hasil putusan yang mereka peroleh dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi hingga Mahkamah Agung tahun 1950.
Penulis: M. Ardiansyah | Editor: Yohanes Tri Nugroho
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Mengajukan gugatan ke pengadilan untuk mempertegas keputusan pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung tahun 1950 mengenai objek tanah miliknya, namun hasilnya sangat mengecewakan.
Bersama kuasa hukumnya Yuliati Halim, RHF memasukan gugatan di pengadilan dan diterima dengan Nomor gugatan perkara, 214/PDT.G/2020/PN.Plg pada 27 Oktober 2020 lalu.
Menurut RHF didampingi kuasa hukumnya Yuliati Halim SH MSi, gugatan ini bertujuan untuk mempertegas hasil putusan yang mereka peroleh dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi hingga Mahkamah Agung pada tahun 1950 lalu.
Tujuannya, agar hasil putusan tersebut memiliki kekuatan kata dan penegasan.
Akan tetapi, gugatan yang dilakukan malah tak sesuai harapan.
Sejak awal, majelis seperti tidak mau melaksanakan sidang gugatan yang mereka ajukan ke pengadilan.
"Sidang awal tanggal 8 Desember 2020 lalu. Dalam sidang perdana saja, hakim ketuanya meminta kami mencabut gugatan. Jadi pertanyaan, kenapa diperintahkan untuk mencabut," ujarnya, Minggu (14/2/2021).
Jalannya sidang perdana dengan langsung mendapat perintah untuk mencabut gugatan.
Alasan hakim, saat itu tergugat tidak lengkap.
Padahal, semuanya sudah diumumkan melalui media cetak harian di Palembang.
Pengumuman nama para tergugat yang diumumkan melalui media cetak, berdasarkan permintaan dari pihak pengadilan agar ini diketahui pihak tergugat dan masyarakat luas.
Sehingga tanggal 4 November, nama para tergugat diumumkan dan diserahkan ke pihak pengadilan.
Dari situ, pada tanggal 17 Desember dijadwalkan kembali untuk sidang lanjutan.
Akan tetapi, jalannya sidang tidak sesuai harapan. Persidangan hanya berjalan tidak sampai 10 menit saja.
Dalam persidangan yang singkat tersebut, menurutnya majelis hakim sama sekali tidak memberikan pihaknya kesempatan untuk berbicara.
Padahal, para tergugat sama sekali tidak hadir.
Selain tidak memberikan kesempatan berbicara, dalam persidangan tersebut, bukti yang akan ditunjukan juga tidak diberi kesempatan.
"Dari pengadilan, kami diminta untuk melihat pengumuman di Ecourt. Ternyata tanggal 5 Januari 2021, dijadwalkan sidang ketiga.
Dalam sidang ini, tiba-tiba majelis hakim mengeluarkan penetapan, bukan agenda melanjutkan persidangan sampai akhir putusan.
Kami jadi bingung dan sangat kecewa, selain itu jadi pertanyaan kami kenapa gugatan perkara perdata yang kami ajukan dikeluarkan penetapan bukan putusan," ceritanya.
Dari sini, pihak RHF khususnya kuasa hukum penggugat Yuliati Halim menjadi heran dan bingung.
Karena, selama ini berdasarkan proses hukum acara perdata setiap gugatan yang diajukan berjalan dengan proses persidangan, hingga akhir pembacaan keputusan dan bukan penetapan.
Tetapi kali ini, mereka mendapatkan penetapan dari gugatan perdata yang dilakukan.
Penasaran, sehingga pihaknya memutuskan untuk berkonsultasi ke sejumlah pakar hukum.
Setidaknya, ada 10 pakar hukum di Jakarta mulai dari S2 hingga Profesor di datangi untuk konsultasi.
Semua jawaban pakar hukum, mengungkapkan bila gugatan perdata hasilnya akan keluar sebuah keputusan.
"Disini jadi pertanyaan kami, kenapa majelis hakim yang memeriksa perkara ini mengeluarkan penetapan bukan keputusan.
Padahal, dari konsultasi kami ke pakar hukum tidak pernah ada kasus perdata, hakim mengeluarkan penetapan. Ini malah kami mendapatkan penetapan," jelasnya.
RHF menceritakan, gugatan ini dilakukan terhadap 15 tergugat yang masih keluarga besarnya.
Gugatan yang dimasukan ini, bukan untuk melakukan perebutan objek tanah warisan.
Menurutnya, gugatan ini hanya untuk mempertegas dari keputusan tahun 1950 lalu.
Memang, sebagian tergugat sudah meninggal. Akan tetapi, menurutnya sebagian lagi masih hidup. Sebelum melakukan gugatan, alamat tergugat juga diberikan. Namun, dari pengadilan tidak dilakukan pemanggilan.
Proses pengumuman nama tergugat, ke media cetak agar diketahui khalayak ramai berdasarkan permintaan pengadilan juga sudah dilakukan.
Tetapi, menurutnya percuma dilakukan. Sidang gugatan tidak jalan semestinya, karena majelis yang memeriksa perkara ini langsung memberikan penetapan dari gugatan yang dimasukan.
Sementara itu, Humas PN Palembang Abu Hanifa ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, ponselnya tidak aktif sehingga belum menerima jawaban terkait hal tersebut.