Heboh Link Situs Porno di Buku Sosiologi SMA Kelas XII, DPR Sentil Kemendikbud Soal Pengawasan
Ia pun mempertanyakan pengawasan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam penerbitan buku di sekolah.
Dari informasi yang ia peroleh, buku tersebut membahas topik mengenai, "Pemberdayaan Masyarakat Kampung Naga".
Tetapi, dalam narasinya justru memberikan tautan situs yang berisi konten pornografi.
Kondisi itu, menurut Satriawan, berbahaya bagi peserta didik dan guru apabila justru sampai membuka situs tersebut.
• Kantor Mahfud MD Didatangi Tim Rizieq Shihab, Buntut PTPN VIII Segera Ambil Alih Lahan Pesantren
"P2G khawatir jika buku ini masih beredar dan terus digunakan siswa lalu dibuka, maka secara langsung para siswa dan guru telah membuka situs porno."
"Dan hal ini sangat berbahaya bagi pendidikan dan moral anak bangsa," ujarnya, dikutip dari Kompas.com.
Ia pun berharap agar Kemendikbud berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Hal itu agar senantiasa melakukan pengawasan terhadap buku-buku pelajaran yang digunakan peserta didik di sekolah.
Sebab, tidak menutup kemungkinan keberadaan buku itu juga tersebar di wilayah lain.
"Kemdikbud semestinya lebih berhati-hati dan selektif dalam membuat buku dan harus lebih ketat mengawasi konten buku yang beredar dan digunakan siswa/guru," ujarnya.
Lebih jauh, ia meminta, para guru dan kepala sekolah lebih selektif dalam memutuskan penggunaan buku-buku pelajaran siswa di sekolah.
"Para orang tua juga bisa sama-sama memantau isi buku yang dipakai anaknya belajar. Semoga kejadian seperti ini tidak terulang kembali," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, sebuah buku pelajaran Sosiologi SMA Kelas VII di Jawa Barat membuat heboh masyarakat.
• Saat Jokowi Bicara Soal Lockdown, Ingatkan Ini ke Kepala Daerah di Seluruh Indonesia
• VIRAL Warga Gotong Keranda Mayat Terobos Banjir : Kalau Memutar Jaraknya 7 Kilometer
Hal itu lantaran memuat tautan menuju situs komik porno berbahasa China.
Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGM) Sosiologi Jawa Barat Iwan Hermawan membenarkan hal itu.
Namun, ia mengatakan, buku yang terbit 2015 itu telah lama digunakan.