Tragedi Pesawat Sriwijaya Air

Tidak Meledak di Udara, Penyebab Kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 Misterius

Kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu masih tanda tanya apa penyebabnya.

(Flightradar24)
Sriwijaya Air penerbangan SJ182 dilaporkan hilang kontak Sabtu (9/1/2021). 

TRIBUNSUMSEL.COM - Kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu masih tanda tanya apa penyebabnya.

Seluruh kru dan penumpang sudah diidentifikasi.

Hingga saat ini belum ada titik terang penyebab kecelakaan pesawat Sriwijaya Air.

Namun Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan sejumlah fakta yang ditemukan dari hasil penyelidikan insiden yang menelan korban 62 penumpang dan awak pesawat itu.

Salah satunya adalah fakta bahwa pesawat tidak pecah di udara saat kejadian. Hal itu ditandai dengan temua tim SAR gabungan yang menemukan puing bagian pesawat dalam kondisi lengkap dari bagian kokpit, sayap hingga ekor pesawat.

"Jadi ada yang mengatakan bahwa pesawat pecah di atas udara itu tidak benar. Jadi pesawat secara utuh sampai membentur air, tidak ada pecah di udara," kata Soerjanto.

Soerjanto menjelaskan beberapa alasan yang mendasari hal tersebut.

Pertama, berdasarkan data tim SAR gabungan, puing pesawat tersebar di wilayah sebesar 80 meter dan panjang 110 meter pada keadalaman 16 sampai 23 meter.

Puing-puing yang ditemukan itu pun mewakili seluruh bagian pesawat dari depan hingga ke belakang, misalnya instrumen dari ruang kemudi, beberapa bagian roda pendarat utama, bagian dari sayap, bagian dari mesin, bagian dari kabin penumpang, dan bagian dari ekor.

"Luas sebaran yang ditemukan pesawat dari depan sampai belakang konsisten dengan bukti bahwa pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air," kata Soerjanto.

Ia melanjutkan, temuan pada turbin pesawat juga menunjukkan konsistensi bahwa mesin masih dalam keadaan hidup sebelum membentur permukaan air.

"Ini diindikasikan bahwa turbin-turbinnnya rontok semua, itu menandakan bahwa ketika mengalami impact dengan air mesin itu masih berputar," kata dia.

Soerjanto menambahkan, temuan awal data automatic dependent surveillance broadcast (ADS-B) juga masih merekam data pesawat saat berada di ketinggian 250 kaki dari permukaan laut.

"Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa mesin masih dalam kondisi hidup atau menyala sampai sebelum pesawat membentur air," kata Soerjanto.

Kendati demikian, Soerjanto menekankan, KNKT masih terus berupaya menginvestigasi penyebab kecelakaan pesawat tersebut.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved