Badminton Kasus Pengaturan Skor
Pebulu Tangkis Indonesia Mengaku Tak Punya Uang untuk Bayar Denda, Korban Perjudian Hendra Tandjaya
Mengaku tidak punya uang, pebulu tangkis Putri Sekartaji enggan mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) kasus pengaturan sko
TRIBUNSUMSEL.COM-- Mengaku tidak punya uang, pebulu tangkis Putri Sekartaji enggan mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) terkait kasus pengaturan skor dan perjudian.
Sebelumnya Federasi Bulu Tangkis Dunia ( BWF) menghukum Putri Sekartaji dan tujuh pebulu tangkis Indonesia lainnya pada Jumat (8/1/2021) dengan sanksi larangan bermain dan denda atas kasus match fixing atau keterlibatan dalam perjudian.
Baca juga: KONI Sumsel Berikan Bantuan Paket Sembako Kepada Atlet Bulutangkis di Sumsel
Putri Sekartaji dihukum larangan 12 tahun keterlibatan di bulu tangkis dan denda sebesar 12.000 dolas AS atau sekitar Rp 170 juta.
BWF sedianya memberikan hak kepada kedelapan atlet tersebut untuk mengajukan banding ke CAS dalam waktu 21 hari sejak keputusan tersebut diterima PBSI per tanggal 5 Januari 2021. Artinya, batas akhir pengajuan banding adalah tanggal 26 Januari mendatang.
Namun, Putri Sekartaji tak melakukannya. Faktor ekonomi menjadi alasan mengapa atlet kelahiran 1995 itu enggan banding ke CAS. Untuk mengajukan banding, Putri harus membayar biaya pendaftaran sebesar 500 dolar AS atau sekitar Rp 7 juta.
Dia juga mengaku tidak mampu membayar denda Rp 170 juta yang diminta BWF. Selain itu, kariernya yang sudah mentok juga menjadi alasan Putri tak ingin banding ke CAS.
"Saya dilarang main bulu tangkis, baik di level internasional maupun nasional. Saya memang sudah tidak main, paling kalau masih bermain hanya di kelas tarkam," ujar Putri dikutip dari Badminton Indonesia.
"Ini (denda Rp 170 juta) berat sekali. Seandainya mau membayar dan misalnya harus dicicil setiap bulan Rp 1 juta, itu artinya saya harus melunasinya selama 170 bulan atau 14 tahun. Bisa-bisa saya punya anak hingga besar pun tetap akan terus mencicil denda itu," kata Putri Sekartaji.
Wakil Sekretaris Jenderal PBSI, Edi Sukarno, mengatakan tak ada risiko masuk penjara jika Putri Sekartaji tidak membayar denda
Baca juga: KRONOLOGI Kevin Sanjaya Positif Covid-19, Batal Tampil di Thailand Open 2021 : Pelajaran Bagi Saya
BWF tidak bisa menyatakan bahwa sanksi berupa hukuman penjara bagi Putri yang tidak mampu membayar denda. Kesalahan Putri itu berupa pelanggara Kode Etik saja," ujar Edi Sukarno.
Sementara itu, Putri Sekartaji sekaligus menjelaskan bahwa dirinya hanya menjadi korban dalam kasus ini. Putri dianggap melakukan pengaturan skor saat bertanding di turnamen New Zealand Open 2017 ketika berduet dengan Hendra Tandjaya di nomor ganda campuran.
Dia mengaku tidak tahu kalau tandemnya itu telah berniat melakukan perbuatan yang mencederai sportivitas dengan merekayasa hasil pertandingan. Saat itu, dirinya tetap bermain sepenuh hati di tengah lapangan. Sebaliknya, Hendra Tandjaya sering melakukan kesalahan yang tidak perlu.
Selama di New Zealand, Putri juga mengaku menerima uang sebesar Rp 14 juta dari Hendra. Dirinya pun tidak berprasangka buruk sebab dia mengira uang dari Hendra yang bertindak sebagai ofisial tersebut adalah uang saku untuknya selama bertanding di sana.
Sebelumnya saat Putri tampil di nomor ganda putri bersama Mia Mawarti, Hendra Tandjaya yang berperan sebagai ofisial malah bertindak lebih konyol lagi. Dia meminta wasit menghentikan pertandingan karena Mia cedera dan tak bisa meneruskan pertandingan. Padahal, Mia menyebut dirinya dalam kondisi yang baik.
"Saya ini korban dari ketidaktahuan tentang Kode Etik BWF dan juga hukum. Semuanya itu dalangnya adalah Hendra Tandjaya. Kami yang tidak tahu apa-apa justru kena getahnya," ujar Putri.
"Dalam percakapan di ponsel Hendra yang disita BWF, uang yang saya terima itu dianggap sebagai hasil taruhan. Padahal, terus terang saya tidak tahu Hendra melakukan judi atau pengaturan hasil pertandingan. Inilah yang membuat BWF menghukum berat saya," tuturnya.