Mengapa Demo Kekerasan Terjadi di AS Negara Model Demokrasi di Dunia? Ini Kata Pakar
Ribuan massa pendukung Donald Trump menyerbu Gedung Capitol saat prosesi sertifikasi suara pemilih oleh Kongres
TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA-Pemimpin sejumlah negara sangat kaget mengetahui demo ricuh di Gedung Capitol, Washington DC, Rabu (6/1/2021).
Ribuan massa pendukung Donald Trump menyerbu Gedung Capitol saat prosesi sertifikasi suara pemilih oleh Kongres.
Demo ini tidak disangka-sangka bakal berlangsung liar dan kacau.
Massa merusak jendela-jendela, menerobos masuk menduduki gedung, sebelum Garda Nasional beraksi dan Trump meminta massa mundur.
Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana memandang kerusuhan di Amerika itu didalangi oleh Trump.
"Karena Trump tidak terima kekalahan hasil pemilu AS. Kalau orang tidak terima kekalahan, ia akan melakukan berbagai upaya. Di sini, Trump sudah melakukan upaya secara hukum, upaya menunda-nunda transisi pemerintahan," ujar Hikmahanto kepada Kompas.com pada Kamis (7/1/2021).
"Kalau misalnya dia kalah dan menerima, kan enggak jadi demo seperti ini. Tapi, masalahnya kan Trump tidak bisa menerima kekalahannya," lanjutnya.
"Kuncinya ada di Trump," terangnya.
Meski, ia tidak dapat memastikan bahwa apakah kerusahan demo Amerika di Gedung Capitol itu dikomandoi oleh Trump langsung atau bukan.
Ia menjelaskan bahwa kalau pun demo di Gedung Capitol tidak dikomandoi langsung oleh Trump, tapi narasi Trump yang terus menentang hasil pemilu AS 2020 adalah motor penggerak terjadinya kerusuhan yang dilakukan oleh pendukung fanatiknya.
Kepala Program Studi Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Shofwan Al-Banna melihat aksi rusuh di Gedung Capitol pada Rabu (6/1/2021) adalah cara Trump untuk menghidupkan basis politiknya menjelang akhir masa jabatannya.
Baca juga: Demo di Capitol Rusuh, Donald Trump Disebut Mengerikan : Dia Harus Diberhentikan dan Disingkirkan
"Kalau saya melihat tujuannya Trump untuk menjaga narasi bahwa pemilu AS 2020 dicurangi adalah untuk memperkuat pengaruh politiknya," ujar Shofwan kepada Kompas.com pada Kamis (7/1/2021).
Oleh karenanya, pria berusia 75 tahun itu dalam himbauannya agar massa di Gedung Capitol bubar, tidak menggunakan kata yang keras menentang aksi dan tetap memberikan narasi menghasut bahwa pemilihan itu "dicuri".
"Saya tahu rasa sakit Anda," kata Trump dalam video 1 menit di Twitter.
"Kita memiliki pemilu yang dicuri dari kita," lanjutnya.