Atribut FPI di Petamburan III Dicopot Brimob dan TNI, Kapolres Ketuk Markas FPI Tapi Tak Ada Jawaban
Aparat langsung mencopot berbagai atribut yang masih dipasang di sekitar markas FPI. Tak ada perlawanan dari simpatisan FPI atau warga sekitar saat op
"Pelarangan kegiatan FPI ini dituangkan dalam keputusan bersama enam pejabat tertinggi di Kementerian dan Lembaga yakni Menteri Dalam Negeri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT," kata Mahfud.
Dalam kesempatan tersebut hadir pula Menkumham Yasonna H Laoly, Mendagri Tito Karnavian, Kepala KSP Jenseral TNI (Purn) Moeldoko, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Menkominfo Johny G Plate, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis, Kepala BIN Budi Gunawan, Kepala PPATK Dian Ediana Rae, Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar, Wamenkumham Eddy Hiariej, dan Sesmenko Polhukam Letjen TNI Tri Soewandono.
6 Pertimbangan pemerintah
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharief Hiariej membacakan enam pertimbangan pemerintah untuk melarang seluruh kegiatan, penggunaan simbol, atribut, dan melakukan penghentian kegiatan ormas Front Pembela Islam (FPI).
Enam hal tersebutlah yang dijadikan pertimbangan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) enam Menteri tentang larangan kegiatan penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI).
Enam hal tersebut dibacakan Edward atau akrab disapa Eddy saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Rabu (30/12/2020).
Pertimbangan pertama, kata Eddy, adalah Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang.
Tujuan dibuatnya Undang-Undang tersebut, kata Eddy, adalah untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.
Kedua, kata Eddy, isi Anggaran Dasar FPI bertentangan dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang.
Ketiga, adalah Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI) sebagai Organisasi Kemasyarakatan berlaku
sampai tanggal 20 Juni 2019, dan sampai saat ini FPI belum memenuhi persyaratan untuk memperpanjang
SKT tersebut, oleh sebab itu secara de jure terhitung mulai tanggal 21 Juni 2019 FPI dianggap bubar.
Keempat adalah kegiatan Organisasi Kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan Pasal 5 huruf g, Pasal 6 huruf f, Pasal 21 huruf b dan d, Pasal 59 ayat (3) huruf a, c, d, Pasal 59 ayat (4) huruf c, dan Pasal 82A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang.
"Bahwa pengurus dan atau anggota FPI maupun yang pernah bergabung dengan FPI berdasarkan data sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme dan 29 orang diantaranya telah dijatuhi pidana, disamping itu sejumlah 206 orang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya dan 100 orang diantaranya telah dijatuhi pidana," kata Eddy.
Keenam adalah jika menurut penilaian atau dugaannya sendiri terjadi pelanggaran ketentuan hukum maka pengurus dan atau anggota FPI kerap kali melakukan berbagai tindakan razia (sweeping) di tengah-tengah masyarakat, yang sebenarnya hal tersebut menjadi tugas dan wewenang Aparat Penegak Hukum.
"Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu menetapkan Keputusan Bersama," kata Eddy.