Penanganan Corona
Ditutupnya Wisma Atlet Jakabaring dan Alat PCR Terbatas Jadi Kendala Penanganan Covid-19 di Sumsel
Ditutupnya Wisma Atlet Jakabaring dan alat PCR terbatas jadi kendala penanganan Covid-19 di Sumsel.
Penulis: Shinta Dwi Anggraini | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Tidak adanya lagi rumah sehat di Sumsel sebagai tempat isolasi mandiri bagi orang terpapar virus corona, dinilai menjadi salah satu persoalan serius dalam penanganan Pandemi Covid-19 di Bumi Sriwijaya saat ini.
Diketahui kasus konfirmasi positif corona di berbagai wilayah tak terkecuali Sumsel kembali terus merangkak naik.
Wakil Ketua Tim Penyakit Infeksi Emerging (PIE) RSMH Palembang, yang juga anggota Satgas Covid-19 Sumsel, dr Harun Hudari SpPD K-PTI FINASIM mengatakan, isolasi mandiri di rumah tidak bisa dijadikan solusi ideal dalam penanganan terhadap orang tak bergejala yang terpapar covid-19.
"Karena kita sulit mengatur atau mengontrol seberapa besar kepatuhan orang tanpa bergejala itu selama menjalani isolasi mandiri di rumah," ujarnya, Sabtu (26/12/2020).
Diketahui, Wisma Atlet Jakabaring Palembang yang sebelumnya menjadi tempat perawatan untuk pasien tanpa gejala, gejala ringan atau kontak erat dengan pasien positif corona, resmi ditutup sejak akhir Agustus 2020.
Keputusan ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor 044/SE/Dinkes/2020 yang ditandatangani Wakil Gubernur Sumsel Mawardi Yahya.
Sejak saat itu, orang tak bergejala positif corona disarankan untuk menjalani isolasi mandiri di rumah.
Padahal, kata Harun, bukanlah suatu hal yang sederhana bagi seseorang di Indonesia dalam menjalani isolasi mandiri di rumah.
"Karena mayoritas di Indonesia, kamar yang di rumah paling hanya ada dua atau tiga kamar saja. Bagaimana orang itu bisa memisahkan diri dengan keluarga sedangkan tempatnya saja terbatas. Itulah kenapa memang seharusnya mereka yang positif ini jangan dulu di rumah. Sebaiknya untuk sementara mereka tinggal di penampungan seperti dulu ada Wisma Atlet Jakabaring atau hotel daerah yang disediakan untuk isolasi mandiri," ujarnya.
Selain itu, persoalan terbatasnya alat PCR dihampir seluruh rumah sakit di Sumsel, juga menjadi kendala serius yang masih harus dihadapi hingga kini.
Menurutnya, hal tersebut sangat disayangkan mengingat betapa pentingnya kebutuhan terhadap alat PCR di masa pandemi sekarang ini.
Bahkan, kata Harun, sebagian rumah sakit swasta di Palembang juga tidak memiliki ketersediaan fasilitas pemeriksaan tersebut.
Maka tak heran, penumpukan sampel yang dikirim ke BBLK Palembang terus terjadi sehingga mengakibatkan sering terlambatnya keluar hasil pemeriksaan.
"Harusnya sarana pemeriksaan ditingkatkan. Tiap rumah sakit harus dibantu dengan menyediakan PCR. Laboratorium dan tenaga medis diperkuat supaya pemeriksaan juga lebih cepat," ujarnya.
"Tempat penampungan isolasi mandiri juga sebaiknya diadakan lagi. Sediakan juga tenaga medis disana. Sedangkan untuk orang yang memang menjalani isolasi mandiri di rumah, kebutuhan hidupnya juga harus dibantu. Itu lebih baik didahulukan daripada membeli vaksin," Katanya menambahkan.