Adiknya Sedang Hamil 9 Bulan Tewas Dibunuh, Kakak Korban Emosi Minta Pelaku Dihukum Mati
Kasus pembunuhan Hilda Hidayah, perempuan hamil sembilan bulan di Jakarta Timur, akhirnya terbongkar
"Kalau sama pelaku utamanya (Indra) saya kenal, sama kernet (Unyil) juga kenal, tapi enggak terlalu akrab saja. Saya berharap di pengadilan nanti kedua pelaku ini dihukum mati," tuturnya.
Bila mengacu hasil pemeriksaan sementara penyidik Unit Reskrim Polsek Makasar, Indra dan Unyil dijerat pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.
Mereka terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara, namun tak menutup kemungkinan keduanya dijerat pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.
Yakni pasal yang ancaman hukuman maksimalnya pidana mati, atau pidana penjara seumur hidup, atau selama rentan waktu tertentu paling lama 20 tahun penjara.
Kanit Reskrim Polsek Makasar mengatakan penerapan pasal 340 KUHP dimungkinkan karena berkas perkara belum dilimpah ke Kejaksaan.
"Sekarang masih tahap penyidikan. Untuk pasal nantinya juga akan kita kenakan UU nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Karena korbannya saat kejadian hamil," kata Zen.
Pengakuan Tersangka
Hendra dihadapan polisi mengaku, mulanya ingin menyerahkan diri ke polisi. Namun, ia tidak berani.
"Awalnya mau menyerahkan diri, cuma saya enggak berani karena harus kerja dan menghidupi keluarga," kata Hendra di Polsek Makasar, Rabu (16/12/2020).
Hendra yang dikenal sebagai pegawai ekspedisi ini membunuh korban di dalam bus.
Saat itu Fauzi bekerja sebagai kondektur bus.
Kebetulan, saat itu tidak ada penumpang lain selain Hendra, Fauzi, dan korban.
Kapolsek Makasar Kompol Saiful Anwar mengatakan, motif pelaku membunuh korban karena merasa terpojokkan.
"Pelaku awalnya berpacaran dengan korban. Korban masih gadis, sedangkan pelaku sudah berumah tangga," kata Saiful, Rabu (16/12/2020).
"Korban kemudian hamil dan meminta pertanggungjawaban. Tersangka terpojokkan lalu membunuh korban," ucap Saiful.
Kepolisian baru menemukan kedua pelaku setelah satu tahun lebih karena korban tanpa identitas sehingga sulit diidentifikasi.
artikel ini sebagian telah tayang di Tribun Jakarta