Aksi Benny Wenda Umumkan Dirinya Jadi Presiden Papua Barat, Sayap Militer OPM Tegas MENOLAK!

Deklarasi pemerintahan sementara Papua Barat - yang mencakup Papua dan Papua Barat - oleh Gerakan Pembebasan, ULMWP dianggap 'tidak memiliki legimitas

Editor: Moch Krisna
IST
Benny Wenda 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah, membantah legitimasi Wenda dan langkah ULMWP untuk membentuk pemerintahan sementara.

Sementara, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Kedeputian V bidang Politik, Hukum dan Pertahanan Keamanan, dan HAM, Laus Deo Calvin Rumayom, menegaskan bahwa otonomi khusus (otsus) sebagai 'jalan tengah' penyelesaian masalah Papua.

"Kami di KSP fokus pada persoalan pembangunan yang mandek," kata Laus.

"Isu utama di Papua adalah isu pembangunan dan bagaimana kita bisa melakukan percepatan sehingga kita keluar dari ketertinggalan yang selama ini dikeluhkan oleh sejumlah masyarakat kita di Papua dan Papua Barat, terkait dengan prioritas-prioritas pembangunan yang ada di otsus, yaitu pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, ekonomi, infrastruktur dan lain-lain," jelas Laus kemudian.

Lebih lanjut, Laus menjelaskan selama dua puluh tahun penerapan otsus sejak 2001 silam "masih ada banyak kekurangan yang dibenahi" dengan "pendekatan antropologis dan kesejahteraan".

"Tentu otsus harus dievaluasi dari sisi keuangan dan kewenangan, yang belum secara maksimal terakomodir dalam undang-undang Otsus. Perbaikan itu akan dilakukan secara bertahap," kata dia.

Sejak tahun 2002 hingga 2020 ini, Papua dan Papua Barat telah memperoleh dana otonomi khusus (otsus) yang jumlahnya mencapai sekitar Rp94 triliun.

Tiap tahunnya, dana yang diperoleh kedua provinsi itu pun meningkat. Pada 2021, pemerintah menganggarkan Rp7,8 triliun untuk dua provinsi itu, meningkat 3,3% dari tahun 2020.

Di sisi lain, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib, mengatakan evaluasi otsus secara keseluruhan diperlukan, tak hanya soal dana.

Pasalnya, kata Timotius, banyak hal yang diatur dalam otsus yang hingga saat ini belum terlaksana.

Beberapa di antaranya adalah mengenai pembentukan perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pengadilan Hak Asasi Manusia, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Provinsi Papua, hingga Komisi Hukum Ad Hoc.

Akan tetapi, gelombang penolakan otsus hingga kini masih terjadi.

Meski berbeda pandangan terkait pemerintahan sementara Papua Barat, kedua organisasi pro-kemerdekaan Papua, ULMWP dan TPNPB-OPM sepakat menentang otsus.

"Kami menolak perpanjangan 'Otonomi Khusus' dari Jakarta bersama dengan para pemimpin gereja Protestan dan Katolik, kelompok masyarakat, dan 102 organisasi yang mendukung petisi massa menentang pembaruannya," ujar ketua ULMWP Benny Wenda dalam keterangan tertulis.

Sementara juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom menegaskan ada atau tidak ada otonomi khusus, "tidak ada pengaruh sama sekali pada perjuangan" demi kemerdekaan Papua.

Halaman
1234
Sumber: Bangka Pos
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved