Berita Palembang
Potret Keluarga Miskin di Palembang, Rumah Miring di Tepi Sungai, Anak Diajak Mengamen dan Memulung
Setiap malam atau tepatnya disaat air sungai pasang, maka air sungai dipastikan masuk ke dalam rumah dan membasahi ketidaknya sebatas mata kaki
Penulis: Shinta Dwi Anggraini | Editor: Wawan Perdana
TRIBUNSUMSEL. COM, PALEMBANG-Sebuah rumah kayu yang berada persis di bantaran Sungai Musi tepatnya di Jalan Lettu Karim Kadir, Kecamatan Gandus, Palembang, terlihat miris dengan pondasi yang sudah miring menjorok ke sungai.
Miringnya rumah berukuran sekitar 4x6 meter itu, bisa terlihat jelas bila kita melintas di atas Jembatan Jasa Musi Kecamatan Gandus Palembang.
Saat awal tribunsumsel.com mendatangi rumah tersebut, Jumat (30/10/2020), penghuni rumah sedang tidak berada di rumah.
Tetangga mengatakan, mereka sedang pergi bekerja yakni mengamen di seputaran jalan protokol kota Palembang.
Berselang 1 jam kemudian, penghuni rumah telah kembali setelah menjalankan pekerjaannya.
Berry (25 tahun) si pemilik rumah mengatakan, rumah kayu itu merupakan peninggalan neneknya.
"Ya beginilah keadaannya kami, kurang lebih sudah setahun kami tinggal di sini," kata Berry tak lama setelah menerima kedatangan tribunsumsel.com di kediamannya itu, Jumat (30/10/2020).
Berry yang hanya tamatan SD Kelas III itu, kini telah menikah dengan Ayu (20 tahun) dan dikaruniai 2 orang anak.
Bersama mereka turut tinggal kakak ipar Berry yakni Feri (29) dan sang istri, Meysi (25) yang juga ikut tinggal bersama mereka di rumah tersebut.
Dalam kesehariannya, Berry mencari nafkah dengan cara mengamen sembari memulung barang-barang bekas.
Kawasan Bukit Besar, seputaran Internasional Plaza (IP) Mall, Pasar Kuto hingga Sekojo merupakan wilayah-wilayah tempatnya berkeliling.
Baca juga: Gubernur Sumsel Akan Ganti Gorong-gorong Tersumbat Pemicu Banjir di Ujanmas Baru Muaraenim
Tak sendiri, Berry juga turut mengajak istri dan dua anaknya untuk ngamen sekaligus memulung.
Bukan lain alasannya, ia mengaku khawatir jika sang anak ditinggal di rumah, maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Sebab kondisi rumah mereka benar-benar sudah miring ke belakang yang langsung mengarah ke sungai.
"Dulu waktu masih nenek yang tinggal disini, ada anak saudara saya yang meninggal karena kecebur di sungai. Saya sendiri jadi trauma, itu kenapa anak-anak tidak boleh ditinggal di rumah. Harus selalu ikut dibawa kalau kami pergi, takut nanti ada apa-apa," ujarnya.
Sementara itu, Feri, kakak iparnya juga bekerja serabutan dengan terkadang menjadi tukang becak dan sering juga bekerja bangunan bila ada panggilan.
Sedangkan istrinya, Meysi turut membantu mencari nafkah dengan memulung barang-barang bekas.
"Anak kakak ipar saya sampai umur 10 tahun belum juga sekolah karena tidak ada biaya. Anaknya yang umur 8 tahun juga sampai sekarang belum sekolah," ujar Berry.
Baca juga: Sulitnya Cari Pendonor Darah AB Negatif Bagi Istri Mukri, PMI Palembang Minta Kiriman dari Padang
Tak ada barang mewah yang terlihat di kediaman berbahan kayu beratapkan seng tersebut.
Beberapa sisi rumah juga terlihat bolong dan rapuh yang sudah tentu rawan gigitan nyamuk bagi penghuni rumah.
Bahkan tak harus menunggu hujan datang, setiap malam atau tepatnya disaat air sungai pasang, maka air sungai dipastikan masuk ke dalam rumah dan membasahi ketidaknya sebatas mata kaki.
Hal itu harus mereka rasakan hampir disetiap malam.
"Karena memang bagian tanah rumah ini juga sudah mulai ambles ke sungai, jadi pondasi kayunya juga miring," ujarnya.
Jauh didalam benak mereka, Berry dan keluarganya sangat ingin memperbaiki rumah tersebut.
Namun hal itu terkendala penghasilan mereka yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
Apalagi masa pandemi covid-19 yang masih terjadi hingga kini, dirasa semakin mengurangi penghasilan mereka.
Penghasilan yang tak menentu dari kerja serabutan juga dianggap tidak mampu untuk digunakan dalam memperbaiki rumah.
Untuk itu ia berharap akan ada pihak yang bersedia membantu renovasi rumah tersebut.
"Karena kami takut dengan keselamatan anak-anak. Mesti tinggal di rumah miring ini, belum lagi air pasang sering masuk. Kami khawatir nanti terjadi apa-apa sedangkan kami tidak ada biaya untuk memperbaiki rumah," ujarnya.