PBNU Sesalkan Pernyataan Presiden Emmanual Macron : Jauh Sekali dari Kebenaran dan Fakta yang Ada
PBNU menilai, radikalisme dan juga ekstremisme tidak memiliki agama. Dua hal itu bisa dimiliki oleh pribadi beragama apapun saja.
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Pernyataan Presiden Emmanual Macron yang mengatakan bahwa Islam merupakan agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia berbuntut panjang.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyesalkan pernyataan dan sikap orang nomor satu di Prancis itu.
"Pernyataan tersebut sangat tendensius, menggelorakan islamophobia dan memiliki dampak besar terhadap perdamaian dunia," ungkap Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini di keterangannya, Selasa (27/10/2020).
"Sehingga menggelorakan propaganda bahwa Islam merupakan agama radikalis dan ekstremis, jauh sekali dari kebenaran dan fakta yang ada," tegasnya.
Baca juga: Umat Kristen Kecam Presiden Prancis yang Dianggap Hina Muslim : Tidak Menghormati Saya
Baca juga: Ada Penampakan Kaki hingga 3 Buaya Siap Menyantap, Detik-detik Penemuan Mayat Wanita di Kolam Buaya
Baca juga: Ayah Sendiri Dijadikan Pasien oleh Mahasiswi Keperawatan, Kisah Dibaliknya Terkuak : Bapakku Ngegas
Dirinya melanjutkan, Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin. Islam tampil sebagai agama yang mengusung kasih sayang bagi seisi jagat raya. Maka, sangat tidak benar jika Islam diidentikkan dengan kekerasan. Islam adalah agamah rahmah, kasih sayang dan perdamaian.
Untuk itu, PBNU meminta kepada segenap umat Islam dan warga NU untuk bersikap tenang dan tidak terprovokasi.
"Kami mendorong pemerintah untuk aktif melakukan langkah diplomatik guna mencari solusi terbaik untuk menyikapi keadaan ini," harap dia.
Produk Prancis Diboikot
Pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron bahwa menggambarkan Nabi Muhammad sebagai kartun bukan hal yang salah berbuntut panjang.
Seruan memboikot produk-produk asal Prancis tumbuh di sejumlah negara mayoritas Muslim.
Dilansir CNN, Macron menyatakan demikian pekan lalu sebagai penghormatan kepada guru sekolah menengah yang dibunuh.
Paty dihabisi setelah dia menunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas dan menganggapnya sebagai kebebasan berekspresi.
Presiden Macron mengatakan Prancis tidak akan 'menyerah' dengan kasus kartun Nabi Muhammad dan mengaku akan menindak Islamisme ekstrim di negaranya.
Hal ini memicu demonstrasi dan boikot produk Prancis di sejumlah negara mayoritas Muslim.
Baca juga: Sederet Peringatan Puan Maharani ke Pemerintah Soal Vaksin Covid-19
Baca juga: Suruh Suami Urus Bayi, Istri Malah Selingkuh dengan Duda, Tangis Histeris Anak saat Ikut Pergoki Ibu
Baca juga: Awalnya Jerawat Berujung di Ruang Operasi, Viral Seorang Perempuan Diduga Terinfeksi Masker Kain
Baca juga: Heboh Bayi Prematur Ditemukan di Bandara, Wanita Ini Mengaku Dipaaksa Buka Pakaian hingga Ketakutan

"Saya menyerukan kepada orang-orang, jangan mendekati barang-barang Prancis, jangan membelinya," kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Senin (26/10/2020) saat berpidato di Ankara.
"Para pemimpin Eropa harus mengatakan 'berhenti' untuk Macron dan kampanye kebenciannya," tambahnya.
Di Kuwait, jaringan supermarket swasta mengatakan bahwa lebih dari 50 gerainya berencana memboikot produk Pracis.
Kampanye boikot ini juga sedang memanas di Yordania.
Baca juga: Sah, Pemerintah Tak Naikkan Upah Minimum Tahun 2021, Ini Penjelasan Menaker Ida Fauziyah
Baca juga: Sederet Fakta Sosok Eks Bupati Talaud Sri Wahyumi yang Kini Dipenjara, Hobi hingga Aksi Kontroversi
Baca juga: Rizieq Shihab Segera Pulang ke Indonesia, Sekretaris Jenderal PA 212 Jawab Kepastian Kepulangan HRS
Baca juga: Rizieq Shihab : Insya Allah Kalau Tak Ada Halangan, Saya dan Sekeluarga akan Kembali ke Tanah Air
Di mana sejumlah toko grosir membuat tulisan pernyataan bahwa mereka tidak menjual produk asal Prancis.
Berbagai toko di Qatar melakukan hal yang sama, salah satunya jaringan supermarket Al Meera yang punya lebih dari 50 cabang di negara tersebut.
Universitas Qatar juga mengatakan bahwa mereka menunda Pekan Budaya Prancis tanpa batas waktu.
Kasus pembunuhan Paty telah menghidupkan kembali ketegangan seputar sekularisme, Islamisme, dan Islamofobia di Prancis.
Bahkan akibat pernyataan kontroversial Macron, hubungan diplomatik dan ekonomi terhadap negara-negara Arab mungkin akan turut terganggu juga.
Kementerian di Prancis mengatakan reaksi pemboikotan mendistorsi pernyataan Presiden Macron untuk tujuan politik.

Pihaknya menyatakan bahwa: "Posisi yang dipertahankan oleh Prancis (adalah) mendukung kebebasan hati nurani, kebebasan berekspresi, kebebasan beragama, dan penolakan panggilan untuk kebencian."
Pernyataan juga menjelaskan soal kalimat Macron terkait memerangi Islamisme radikal.
"(Kebijakan Macron ditujukan untuk) memerangi Islamisme radikal dan melakukannya dengan Muslim Prancis, yang merupakan bagian integral dari masyarakat, sejarah, dan Republik Prancis," bunyi pernyataan itu.
"Kami tidak akan menyerah," cuit Macron Minggu lalu.
"Kami menghormati semua perbedaan dalam semangat perdamaian. Kami tidak menerima ujaran kebencian dan mempertahankan perdebatan yang masuk akal."
"Kami akan selalu berpihak pada martabat manusia dan nilai-nilai universal," tambahnya.
Kematian Paty memicu tindakan keras pada keamanan di Prancis, di mana para pejabat melakukan ujaran kebencian di media sosial dan organisasi yang kemungkinan terkait dengan Islamisme.
Paty menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di kelasnya yang bersumber dari majalah satir Charlie Hebdo, dan menilainya sebagai tanggapan atas serangan teror pada media ini 2015 silam yang menewaskan 12 orang.
Macron dengan keras membela hak untuk menampilkan kartun semacam itu di Prancis pada acara peringatan Paty.
Prancis akan terus "debat yang penuh kasih, argumen yang masuk akal, kami akan menyukai sains, dan kontroversi-kontroversi itu," kata orang nomor satu di Prancis itu.

"Kami tidak akan melepaskan karikatur, gambar, bahkan jika orang lain mundur," tambahnya.
Yordania, Pakistan, Mesir, dan Iran termasuk di antara negara-negara Islam yang mengutuk Prancis atas pembelaan penerbitan karikatur tersebut dan tanggapan Macron.
"Kami mengutuk publikasi kartun satir yang menggambarkan Nabi Muhammad," kata Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Al-Safadi.
Pemimpin Pakistan Imran Khan, otoritas agama tertinggi Mesir Imam Besar Al-Azhar, dan kementerian luar negeri Iran juga mengkritik Prancis.
Namun pemimpin Eropa lainnya mendukung Presiden Macron, termasuk diantaranya Kanselir Jerman Angela Merkel yang lewat jubirnya mengutuk pernyataan Erdogan.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan Berlin berdiri sebagai solidaritas dengan Paris.
Para pemimpin Yunani dan Austria juga telah menyatakan dukungannya untuk Macron.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul PBNU: Presiden Prancis Emmanuel Macron Gelorakan Islamophobia, Masyarakat Diminta Tak Terprovokasi dan Supermarket di Negara Arab Boikot Produk Prancis Pasca Presiden Macron Dukung Kartun Nabi Muhammad