Dulu Jualan Pempek Kini Jenderal Bintang Dua, Mayjen TNI Hassanudin Merantau dari Prabumulih

Menyandang jabatan sebagai Panglima Kodam Iskandar Muda (Pangdam IM), tak ada yang mengira bahwa kehidupan Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Hassanudin, SIP

Serambi Indonesia
Pangdam IM, Mayjen TNI Hassanudin 

TRIBUNSUMSEL.COM -  Salah satu kisah perjuangan selama berada di kesatuan militer yang mengharukan datang dari sosok hebat yang satu ini.

Menyandang jabatan sebagai Panglima Kodam Iskandar Muda (Pangdam IM), tak ada yang mengira bahwa kehidupan Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Hassanudin, SIP MM, pernah berlika-liku.

Berstatus sebagai anak yatim saat ayahnya meninggal kala ia masih duduk kelas 3 SD, hingga membuat putra asli Palembang, Sumatera Selatan ini menjalani kerasnya kehidupan dengan menjadi pedagang asongan.

Kisah bermula saat Hassanudin memberanikan diri masuk TNI melalui tes Akademi Militer (Akmil) tahun 1989.

Tekad bulat diberengi usahanya yang kuat, hingga dia pun lulus Akmil kecabangan Artleri Pertahanan Udara pada tahun 1989. Hassanudin bukan siapa-siapa, bukan anak pejabat dan juga pengusaha.

“Saya yakin TNI ini adalah profesi seleksi yang fair, itu saya alami sendiri. Saya tidak punya background anak pejabat, bukan anak pengusaha, dan nyatanya saya diterima,” kata Pangdam IM, Mayjen TNI Hassanudin dalam wawancara khususnya saat menerima Pemimpin Redaksi Serambi Indonesia, Zainal Arifin di ruangan kerjanya, Makodam IM, Kamis (1/10/2020).

Hassanudin mengurai singkat perjalanan hidupnya. Ia mengaku hanya seorang pemuda dari pedalaman Prabumulih, Sumatera Selatan.

Sejak kecil, Hassanuddin telah memulai hidup mandiri dan menyandang status ayak yatim, setelah ayahnya meninggal pada tahun 1975.

Ibunya, juga bukan siapa-siapa, hanya ibu rumah tangga yang sehari-hari bekerja nyadap getah karet.

Tekadnya yang kuat untuk tetap bersekolah membuat Mayjen TNI Hassanudin harus mengikuti waknya ke kota (Palembang).

Di kota, sambil sekolah, Hassanudin berkerja sebagai pedagang asongan. Dia berjualam empek-empek untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Kalau tempat tinggal dan makan ditanggung sama wak saya, tapi kebutuhan lain harus cari sendiri dengan menjadi pedagang asongan,” kata Pangdam IM mengenang perjalanan hidupnya.

Meski sudah ke kota, namun Hassanudin tak pernah melupakan ibunya di kampung. Saban tahun saat libur, dia selalu pulang untuk menjenguk ibunya.

Singkat cerita, setelah menyelesaikan pendidikan di jenjang SMP, Hassanudin kemudian melanjutkan kembali pendidikannya ke SMA.

Saat itulah, Hassanudin bingung karena waknya meminta Hassanudin masuk ke SPG (Sekolah Pendidikan Guru) karena bisa mendapat beasiswa atau dibiayai pemerintah.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved