Mencari Solusi Elpiji Subsidi

Ancang-ancang Lahat Terbitkan Kartu Kendali Elpiji Subsidi

Saat pemerintah pusat tak kunjung yakin mengubah pola subsidi elpiji 3 kilogram dari terbuka menjadi tertutup, Pemerintah Kabupaten Lahat sudah ambil

Penulis: Prawira Maulana | Editor: Moch Krisna
TRIBUNSUMSEL.COM/ABRIANSYAH LIBERTO
Ilustrasi 

Kartu Kendali dipercaya sebagai satu-satunya jalan paling ampuh agar perkara penyaluran elpiji 3 kilogram tepat sasaran. Ekses turunan seperti jeritan kelangkaan pun dipercaya bakal selesai dengan sendirinya.

SAAT pemerintah pusat tak kunjung yakin menerapkan penuh pola distribusi elpiji subsidi 3 kilogram dari terbuka menjadi tertutup, Pemerintah Kabupaten Lahat sudah ambil ancang-ancang duluan.

Pelan-pelan, mereka mulai yakin bahwa masalah distribusi elpiji subsidi hanya bisa diselesaikan dengan pendekatan ketat yang namanya kartu kendali.

Akhir Agustus lalu, Kabag Administrasi Sumberdaya Alam Sekretariat Daerah Kabupaten Lahat, Syaifullah Aprianto ST belajar ke Kota Jambi. Kota Jambi dipilih karena ibukota provinsi tetangga itu sudah lebih dulu menerapkan kartu kendali yang belakangan diberi nama kartu pelanggan.

Pulang dari Kota Jambi, Syaifullah langsung gerak cepat. Langkah awal adalah dengan mendapatkan data riil jumlah keluarga miskin yang memang ada di Kabupaten Lahat.

“Data ini kita nggak bisa main-main. Karena ini menyangkut masyarakat miskin. (Kami) Sudah mengajukan surat ke Dinas Sosial karena mereka leading sektornya. Itu sebagai data panduan, lalu data itu akan ditindaklanjuti dengan data-data dari RT,” katanya saat diwawancarai, Senin (14/9).

Perkara data ini memang tulang punggung dari kartu kendali. Syaifullah mengatakan, urusan data ini tak bisa cepat, meski pihaknya menginginkan lekas. Banyak yang harus dilibatkan.

“Butuh waktu, kalau buru-buru masyarakat yang harusnya berhak malah nanti ada yang ketinggalan,” katanya.

Syaifullah merinci, karena inisiatif ini datang dari pihaknya yang notabene bukan merupakan instansi level dinas, maka harus banyak tahapan yang dilalui. “(Misalnya) harus membentuk tim terpadu,” katanya. Alhasil saat ini langkah yang diambil adalah yang bisa dilakukannya sekarang, yakni mendapatkan data.

Kuota elpiji untuk Kabupaten Lahat adalah 8.793 metrik ton setahun. Jika dikonversikan ke tabung adalah 2,93 juta tabung.

Saat ini rata-rata distribusi bulanan gas elpiji 3 kilogram di Kabupaten Lahat adalah 244 ribu tabung per bulan.

Data kasar keluarga miskin saat ini sekitar 61 ribu. Dengan asumsi penggunaan rata-rata sebulan sebanyak tiga tabung tiap keluarga miskin, maka angka kasar penggunaan keluarga miskin adalah kurang lebih 189 ribu tabung per bulan. Artinya masih ada kelebihan sampai 55 ribu tabung tiap bulan..

Pilihan merumuskan kartu kendali ini bukan ujuk-ujuk datang. Syaifullah mengatakan beberapa jalan sebenarnya sudah dicoba untuk menertibkan distribusi elpiji subsidi ini. Misalnya saja pemerintah daerah pernah membuat surat edaran agar PNS, TNI Polri, rumah makan untuk tak menggunakan elpiji subsidi. “Saat ini kan memang subsidi terbuka, jadi kita tak bisa melarangnya,” keluhnya.

Yang terbaru, tindakan tegas dilakukan Pertamina Mor II. Lima Pangkalan Elpiji di Lahat diputus hubungan usahanya. Lima pangkalan ini menjual elpiji subsidi di atas harga eceran tertinggi (HET). Adapula yang menyalahi aturan standar prosedur pendistribusian LPG kepada masyarakat. Itu tadi, tidak tepat sasaran.

Syaifullah menambahkan kondisi terbaru saat ini diperkirakan banyak warga miskin baru atau biasa disebut misbar imbas dari pandemi covid-19. Untuk itu sambil menunggu program kartu pelanggan, bulan Oktober ini pihaknya akan mengajukan penambahan kuota. “Tapi yang terpenting data dulu, data kita harus valid,” katanya.

 Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan saat ini distribusi elpiji subsidi masih terbuka. “Ini yang kemudian disinyalir membuat banyak pihak yang tak berhak bisa mengakses,” katanya.

Sementara, jika penerapan distribusi tertutup semisal dengan menggunakan kartu kendali atau apapun istilah lainnya, problemnya ada di basis data. Komaidi mengungkapkan basis data di Indonesia ini sangat susah.

“Apakah menggunakan referensi dari BNP2K atau PKH atau pakai yang mana? ini sampai sejauh ini belum ada kesepakatan yang bulat,” katanya. Sementara terkadang daerah punya basis data sendiri yang merupakan turunan dari program-program lokal.

Menurut Komaidi, masalah datang saat kewenangan distribusi ini sebenarnya ada di pusat sementara pelaksanaan atau ujung tombaknya ada di daerah. “Jadi agak susah,” katanya.

Komaidi menegaskan semua pola subsidi sebenarnya harus dilakukan secara tertutup. Artinya subsidi itu diberikan lewat basis nama penerima (by name) bukan berdasarkan barang atau by product. “Kalau by product (seperti elpiji subsidi) pasti ada kebocoran. Sementara jika by name peluang bocor tertutup,” katanya.

Komaidi memberikan konsiderasi tentang historis subsidi elpiji. Mulai dari proses konversi minyak tanah ke gas elpiji 3 kilogram tahun 2006 lalu saat harga.

“Tapi ternyata elpiji ini ada boom waktu karena nyaris 75 persen pasokannya ini dari impor,” katanya. Menurut Komaidi inilah yang terjadi belakangan ini yang membuat besaran subsidi kadang-kadang meningkat karena salah satu faktor diantaranya adalah nilai tukar.

Di ujung wawancara Komaidi memaparkan potret masyarakat yang ditangkapnya, khususnya di perkara elpiji subsidi.

“Masyarakat kita ini kalau ada urusan subsidi ini ramai-ramai mengaku miskin,” katanya. Sehingga menjadi sangat relevan agar subsidi gas melon ini diubah ke tertutup. Meski sudah jelas-jelas di tabung hijau itu tertulis “untuk masyarakat miskin.”

Pertamina adalah koorporasi yang diberikan tugas untuk mendistribusikan elpiji subsidi ini. Langkah tegas harus diambil untuk menghentingan praktik penyimpangan yang kerap terjadi di lapangan. 

Dewi Sri Utami, Region Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Sumbagsel mengakui pihaknya memang harus tegas pada perkara distribusi elpiji. Khususnya untuk memantau para agen dan pangkalan. "Misalnya kami harus terus mengawasi pangkalan apakah menjual elpiji subsidi sesuai HET atau tidak, atau malah membagaikan elpiji subsidi ke warung-warung pengecer," kata Dewi.

Bahkan demi mengawasi itu bahkan ada tim yang bertugas melakukan investigasi langsung di lapangan. Seperti yang terjadi di Kabupaten Lahat dimana lima pangkalan ditutup. "Setelah kami melakukan investigasi, pangkalan tersebut memang betul-betul menyalahi aturan. Untuk perkara begini kami harus tegas," katanya.

Ketegasan penuh Pertamina sambil menunggu penerapan kartu kendali atau distribusi yang tertutup sangat penting. Agar elpiji subsidi benar-benar sampai pada masyarakat miskin dan usaha mikro yang berhak. Tak seperti kata Komaidi tadi, pada masyarakat yang merasa-rasa berhak tapi ternyata tidak.(prawiramaulana)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved