Mencari Solusi Elpiji Subsidi

Ancang-ancang Lahat Terbitkan Kartu Kendali Elpiji Subsidi

Saat pemerintah pusat tak kunjung yakin mengubah pola subsidi elpiji 3 kilogram dari terbuka menjadi tertutup, Pemerintah Kabupaten Lahat sudah ambil

Penulis: Prawira Maulana | Editor: Moch Krisna
TRIBUNSUMSEL.COM/ABRIANSYAH LIBERTO
Ilustrasi 

 Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan saat ini distribusi elpiji subsidi masih terbuka. “Ini yang kemudian disinyalir membuat banyak pihak yang tak berhak bisa mengakses,” katanya.

Sementara, jika penerapan distribusi tertutup semisal dengan menggunakan kartu kendali atau apapun istilah lainnya, problemnya ada di basis data. Komaidi mengungkapkan basis data di Indonesia ini sangat susah.

“Apakah menggunakan referensi dari BNP2K atau PKH atau pakai yang mana? ini sampai sejauh ini belum ada kesepakatan yang bulat,” katanya. Sementara terkadang daerah punya basis data sendiri yang merupakan turunan dari program-program lokal.

Menurut Komaidi, masalah datang saat kewenangan distribusi ini sebenarnya ada di pusat sementara pelaksanaan atau ujung tombaknya ada di daerah. “Jadi agak susah,” katanya.

Komaidi menegaskan semua pola subsidi sebenarnya harus dilakukan secara tertutup. Artinya subsidi itu diberikan lewat basis nama penerima (by name) bukan berdasarkan barang atau by product. “Kalau by product (seperti elpiji subsidi) pasti ada kebocoran. Sementara jika by name peluang bocor tertutup,” katanya.

Komaidi memberikan konsiderasi tentang historis subsidi elpiji. Mulai dari proses konversi minyak tanah ke gas elpiji 3 kilogram tahun 2006 lalu saat harga.

“Tapi ternyata elpiji ini ada boom waktu karena nyaris 75 persen pasokannya ini dari impor,” katanya. Menurut Komaidi inilah yang terjadi belakangan ini yang membuat besaran subsidi kadang-kadang meningkat karena salah satu faktor diantaranya adalah nilai tukar.

Di ujung wawancara Komaidi memaparkan potret masyarakat yang ditangkapnya, khususnya di perkara elpiji subsidi.

“Masyarakat kita ini kalau ada urusan subsidi ini ramai-ramai mengaku miskin,” katanya. Sehingga menjadi sangat relevan agar subsidi gas melon ini diubah ke tertutup. Meski sudah jelas-jelas di tabung hijau itu tertulis “untuk masyarakat miskin.”

Pertamina adalah koorporasi yang diberikan tugas untuk mendistribusikan elpiji subsidi ini. Langkah tegas harus diambil untuk menghentingan praktik penyimpangan yang kerap terjadi di lapangan. 

Dewi Sri Utami, Region Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Sumbagsel mengakui pihaknya memang harus tegas pada perkara distribusi elpiji. Khususnya untuk memantau para agen dan pangkalan. "Misalnya kami harus terus mengawasi pangkalan apakah menjual elpiji subsidi sesuai HET atau tidak, atau malah membagaikan elpiji subsidi ke warung-warung pengecer," kata Dewi.

Bahkan demi mengawasi itu bahkan ada tim yang bertugas melakukan investigasi langsung di lapangan. Seperti yang terjadi di Kabupaten Lahat dimana lima pangkalan ditutup. "Setelah kami melakukan investigasi, pangkalan tersebut memang betul-betul menyalahi aturan. Untuk perkara begini kami harus tegas," katanya.

Ketegasan penuh Pertamina sambil menunggu penerapan kartu kendali atau distribusi yang tertutup sangat penting. Agar elpiji subsidi benar-benar sampai pada masyarakat miskin dan usaha mikro yang berhak. Tak seperti kata Komaidi tadi, pada masyarakat yang merasa-rasa berhak tapi ternyata tidak.(prawiramaulana)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved