Sekali Cair Dapat Rp1,2 Juta, Penjelasan Erick Thohir Soal Bantuan Pegawai Bergaji Dibawah Rp5 Juta
Guna merealiasikan program ini, lanjut Erick, pemerintah mengeluarkan anggaran yang cukup besar, yakni sekitar Rp 33,1 triliun.
"Datanya konkret, kita bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan yang datanya solid dan konkret," ujar dia.
Erick menegaskan, pekerja yang menerima adalah pekerja di luar PNS dan pegawai BUMN.
Namun, pekerja itu harus membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan.
"Pekerja di luar BUMN, di luar PNS. Hanya di sektor industri yang sekarang, yang memberi iuran BPJS," beber dia.
Erick menyebut, program ini telah mendapat dukungan dari menteri lainnya sepetri Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, dan Menteri Kordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Erick bahkan menyebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada rapat Senin lalu meminta program ini sgeera dijalankan.
Diungkap Sri Mulyani
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, juga mengungkap rencana pemberian subsidi untuk pekerja dengan gaji dibawah Rp 5 juta.
"Pemerintah sedang kaji untuk menyiapkan pemberian bantuan gaji kepada 13 juta pekerja yang memiliki upah dibawah Rp 5 juta," kata Sri Mulyani, dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2020), seperti diberitakan Kompas.com.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, untuk merealisasikan rencana tersebut, anggaran belanja yang dibutuhkan akan mencapai Rp 31,2 triliun.
Melalui rencana dan program PEN lain-nya, Sri Mulyani berharap anggaran yang telah disiapkan pemerintah guna merespons pukulan telak dari pandemi Covid-19 dapat segera tersalurkan.
"Ini dilakukan karena sampai dengan Agustus ini penyerapan program PEN masih dirasa perlu untuk ditingkatkan," katanya.

Dikutip dari Kontan, Presiden Jokowi berencana memberi bantuan berupa bantuan uang tunai atau gaji kepada setiap pegawai swasta dengan gaji di bawah Rp 5 juta per bulan.
Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, mengatakan rencana pemberian bantuan ini masih difinalisasi di internal pemerintah, termasuk Kementerian Keuangan.
Dia menjelaskan, munculnya wacana ini karena pemerintah ingin mendongkrak daya beli masyarakat guna menopang laju konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.