Cerita Khas Sumsel

Sejarah dan Asal-Usul Nama Desa Burai di Ogan Ilir, Pernah Populer Berkat Kampung Warna-warni

Menurut Tokoh Masyarakat Desa Burai, Muchtar Majid (70 tahun), nama Burai itu tak lepas dari cerita rakyat yang beredar di sana

Editor: Wawan Perdana
Sripo/ Resha
Tokoh Masyarakat Desa Burai, Muchtar Majid (70 tahun) menjelaskan nama Burai itu tak lepas dari cerita rakyat yang beredar di sana. 

TRIBUNSUMSEL.COM, INDRALAYA-Desa Burai di Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel, pernah menjadi buah bibir berkat kampung warna-warni.

Desa ini menjadi destinasi wisata dengan menonjolkan cat warna-warni di rumah masyarakatnya.

Tidak hanya bermain di warna, dalam desa itu banyak disediakan guest house atau penginapan di rumah masyarakatnya.

Tidak ketinggalan beragam wisata kuliner hingga pemandangan yang menyejukkan.

Untuk mencapai Desa Burai, butuh waktu sekitar 30 menit menggunakan kendaraan dari Indralaya.

Jalannya pun tidak bisa dikatakan jelek, meskipun ada beberapa ruas jalan yang rusak.

Mengenal Sosok Mayjen TNI Agus Suhardi, Wong Palembang Akan Jabat Pangdam II Sriwijaya

Menurut Tokoh Masyarakat Desa Burai, Muchtar Majid (70 tahun), nama Burai itu tak lepas dari cerita rakyat yang beredar di sana.

Pada zaman dahulu, ada seorang tokoh bernama Aulia Umuludin bersama rombongannya menaiki perahu, dari (diduga) Palembang melewati aliran sungai.

"Karena agama Islamnya kuat, waktu Zuhur datang ia berlabuh ke sini. Waktu itu di Burai ini masih hutan," ujarnya saat diwawancarai.

Pada saat berlabuh, sembari mendirikan Shalat ia juga membuat pondol, merebus ubi, dan menebang pohon-pohon di sekitarnya.

Sedangkan rombongannya yang lain, memutuskan untuk berlabuh di tempat yang agak ke dalam yang sekarang menjadi lokasi Desa Burai.

"Rombongannya tadi terus saja, tapi beliau ini mau menunggu sini. Katanya, dia mau jaga di sini, kalau orang keluar masuk tau," ungkapnya.

Mengenal Keluarga Besar Herman Deru, 14 Bersaudara, Anggota DPR Hingga Kepala RS Mata

Suatu ketika, Aulia Umuludin ini menggunting rambutnya yang sudah memanjang.

Rambutnya tersebut kemudian diikat, dan diletakkan di sekitar pondokan itu.

Tibalah waktu air pasang, rambutnya tadi terbawa ke aliran sungai dan sampai ke rombongan yang telah mendirikan pemukiman.

Masyarakat saat itu percaya jika rambut yang terburai itu merupakan rambut dari pemimpinnya yang sedang berjaga di ujung desa.

"Masyarakat yang tengah mengambil wudhu di sungai saat Zuhur melihat rambut tadi terburai di aliran sungai, diambilnya rambut itu. Jadilah masyarakat menamakan desa itu Desa Burai, yang berasal dari rambut yang terburai itu," katanya.

Makam Aulia Umuludin sendiri masih ada dan sering siziarahi, tak jauh dari Desa itu.

Letak makamnya memang seolah menjadi pos pantau siapapun yang hendak masuk ke Desa itu, dari jalur air.

Karena agama Islamnya yang kuat, masyarakat percaya jima makamnya mendatangkan karomah.

Masih banyak orang yang mendoakan makamnya, sembari meminta hajad dan niat.

"Tapi kami jaga agar makam ini tidak menjadi tempat syirik," jelasnya. (SP/ Resha)

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved