Tenaga Kesehatan Ogan Ilir Dipecat
Nakes di Ogan Ilir Dipecat Bupati, Ombudsman Sumsel akan Lanjutkan Pelaporan ke Pusat
Nakes di Ogan Ilir Dipecat Bupati, Ombudsman Sumsel akan Lanjutkan Pelaporan ke Pusat
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Ombudsman RI Perwakilan Sumsel akan meneruskan persoalan pemberhentian 109 tenaga kesehatan dan non kesehatan di RSUD Ogan Ilir ke pusat
Dengan catatan dalam 30 hari kerja beberapa rekomendasi yang termasuk dalam tindakan korektif yang ditujukan kepada Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam tak dilaksanakan.
Adapun rekomendasi tindakan korektif tersebut yaitu Ombudsman Sumsel meminta Bupati Ogan Ilir membatalkan dan mencabut Surat Pemberhentian dengan tidak hormat 109 Tenaga Kesehatan dan non kesehatan di RSUD Ogan Ilir atau mengembalikan hak dan kedudukan ratusan pegawai yang telah diberhentikan tersebut.
Selain itu, bupati Ogan Ilir jua disarankan untuk melakukan evaluasi terhadap manajemen RSUD Ogan Ilir termasuk kedudukan Direktur RSUD Ogan Ilir.
Kepala Perwakilan Ombudsman Sumsel, M. Adrian Agustiansyah, menjelaskan akan meneruskan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) tersebut ke Ombudsman RI di Jakarta untuk dilakukan penguatan. Rekomendasi yang diberikan tersebut pun bersifat final dan mengikat bagi Bupati Ogan Ilir selaku pihak terlapor.
"Jika rekomendasi ini tidak diikuti, maka akan diteruskan ke ombudsman pusat," jelasnya pada konferensi pers mengenai pemberhentian 109 tenaga kesehatan dan non kesehatan di RSUD Ogan Ilir, Rabu (22/7/2020).
Berdasarkan temuan Ombudsman, pemberhentian 109 nakes di RSUD Ogan Ilir cacat administrasi. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak adanya Surat Keterangan (SK) pengangkatan pegawai atau dokumen resmi yang menyatakan 109 jika tenaga kesehatan dan non kesehatan yang bekerja.
"Hanya ada surat pemberian insentif dari bupati dan surat perjanjian yang menjadi pedoman mereka selama bekerja. SK pengangkatan tidak ada hanya ada SK Honorarium. Padahal, jika keluar SK honorarium ada SK pengangkatan terlebih dahulu," kata Adrian.
Selain itu, ada pula bukti maladministrasi lainnya juga yaitu soal tumpang tindih penerbitan SK yang terbit oleh Bupati Ogan Ilir Nomor 191/KEP/RSUD/2020 tanggal 20 Mei 2020.
Rupanya SK tersebut memiliki kesamaan dengan SK terbit yaitu nomor Tim Sentra Hak Kekayaan Intelektual Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Baltibangda) Kabupaten Ogan Ilir tanggal dengan No: 191/Kep/Baltibangda/2020 tanggal 06 Februari 2020.
"SK ini terbit mungkin tidak mengikuti aturan yang berlaku karena kalau mengikuti aturan SOP maka tidak akan terjadi hal-hal yang seperti ini," kata Adrian.
Disebutkan Adrian, alasan bupati Ogan Ilir memberhentikan nakes dikarenakan mangkir dari pekerjaan dengan tidak hadir selama lima hari berturut-turut.
Dalam penelitian Ombudsman di lapangan, ternyata jam kerja di RSUD Ogan Ilir bukan menganut jam kerja pada umumnya melainkan memakai sistem sif yakni dua hari libur dan dua hari masuk.
"Kalau kita pakai hal tersebut maka tidak tidak ada satu orang pun dari 109 pekerja yang diberhentikan tidak masuk kerja lima hari berturut-turut," ujarnya.
Hal yang lebih fatalnya lagi, lanjut Adrian, ternyata dari pekerja yang diberhentikan tersebut terdapat dua orang yang sedang cuti melahirkan dan ada satu lagi nakes yang sudah mengundurkan diri sejak Maret 2020 lalu.