Karhutla di Sumsel

Polda Sumsel Ingatkan Pembakar Lahan dan Hutan saat Pandemi Corona Dikenakan Hukuman Berat

Dari pantauan yang dilakukan Ditreskrimum Polda Sumsel, selama bulan Juni sebanyak 126 terpantau hot spot

Penulis: M. Ardiansyah | Editor: Wawan Perdana
Sripo/ Resha
Simulasi penanganan Karhutlah dalam agenda apel kesiapsiagaan penanganan Karhutlah di Kebun Raya Sriwijaya, Desa Bakung Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel, Selasa (30/6/2020). 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Kondisi cuaca panas yang terjadi saat ini, ternyata sudah menimbulkan titik hotspot.

Dari pantauan yang dilakukan Ditreskrimum Polda Sumsel, selama bulan Juni sebanyak 126 terpantau hot spot.

Setelah dilakukan pengecekan, ternyata 42 titik dipastikan merupakan hotspot yang ditimbulkan karena karhutla.

Ditreskrimsus Polda Sumsel langsung begerak untuk melakukan penanganan sejak dini.

Direktur Reskrimsus Polda Sumsel Kombes Pol Anton Setiyawan melalui Kasubdit IV Tipidter AKBP Ahmad Agus Hartono menjelaskan, pihaknya sudah bergerak untuk mengantisipasi terjadinya Karhutla antara lain dengan mendirikam posko Gakkum karhutla, deteksi hot spot setiap hari, jaringan komunikasi se jajaran setiap hari.

Selanjutnya analisis hotspot yang muncul, verifikasi karhutla, langsung dilakukan penyelidikan dan melaporkan hotspot yang terdeteksi, memberikan penanganan karhutla, pemetaan daerah rawan karhutla, nifikasi terhadap wilayah karhutla, koordinasi dengan lingkungan hidup, kehutanan dan perkebunan, melakukan publikasi dengan menyebar maklumat Kapolda dan banner tentang larangan pembakaran lahan dan hutan.

Termasuk sinergitas dengan forkopimda, rakor bersama Bareskrim dan lingkungan hidup, peninjauan posko karhutla dan comen center dari Bareskrim, rakor lintas sektoral dengan satgas karhutla, pemberdayaan kearifan lokal dengan menggunakan bahasa sehari-hari, penggalangan dengan tokoh masyarakat, apel kesiapan dan pengecekan peralatan Polda dan jajaran.

"Berdasarkan instruksi Mabes Polri dan Bareskrim, bila dimasa pandemi ini pembakar lahan dan hutan bisa dikenakan pidana yang berat. Namun, sejauh ini dari hasil pengecekan di lapangan 42 hot spot itu tidak ditemukan pelakunya atau yang berada di lokasi," ujarnya, Kamis (2/7/2020).

Selain itu, untuk mencegah terjadinya Karhutla yang sudah menjadi budaya masyarakat dalam membuka lahan dengan cara membakar, Ditreskrimsus Polda Sumsel juga melaksanakan hal lain.

Dengan meluncurkan inovasi aplikasi lancang kuning, buku saku pedoman penanganan karhutla, e bhabinkamtibmas, menurunkan dron pemantau, pembuatan kanal dan embung, relawan pecinta lingkungan antisipasi karhutla dan masyarakat peduli api dan kerjasama dengan wilayah perbatasan dalam hal ini Polda Jambi.

"Untuk menentukan hotspot itu karhutla atau bukan, sudah ditentukan dengan tingkat kepercayaan 80 persen. Sepeerti di bulan Juni saja ada 126 titik hot spot dan diantaranya 42 karhutla. Sedangkan sisanya bukan karhutla. Dari 42 itu, setelah di cek semuanya lahan kosong," jelasnya.

Menurut Ahmad, sejak Maret pihaknya sudah bergerak ke lapang untuk melakukan pemantauan terhadap 10 wilayah yang masuk dalam wilayah rawan karhutla.

Dari situ, terus melakukan pemantauan baik secara langsung dilapangan dengan terus berkoordinasi bersama Polres jajaran dan juga melakukan pemantauan menggunakan satelit setiap harinya.

Karena, penanganan terhadap karhutla di tahun 2020 dan dimasa pandemi saat ini tidak main-main. Penegakan hukum akan dilakukan, berdasarkan atensi dari Mabes Polri dan Bareskrim Polri.

"Ditahun 2019, kami sudah melakukan penegakan hukum sebanyak 35 laporan polisi dengan tersangka 46 tersangka dari perorangan dan satu perusahaan berinisial HBL. Memang, kebanyakan perorangan yang membuka lahan dengan cara membakar lantaran tidak mau susah. Ini juga karena kebiasaan dan itulah yang terus disosialisasikan agar tidak membuka lahan dengan cara membakar," jelasnya.

Ditreskrimsus mengingatkan para pelaku pembakaran lahab dan hutan, sebaiknya tidak membuka lahan dengan cara membakar. Karena, bila tertangkap dan diproses hukum akan dipastikan dikenakan Pasal 98 dan 99 tentang Lingkungan hidup dengan ancaman hukuman paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dengan denda Rp 3 Miliar.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved