Cerita Khas Sumsel
Ketua MA Muhammad Syarifuddin Asli Putra OKU, Gemar Mencari Ikan, Ini Kisah Perjuangannya
Ketua MA Dr H Muhammad Syarifuddin di mata saudara-saudaranya merupakan sosok yang mengayomi dan bertanggung jawab
TRIBUNSUMSEL.COM, BATURAJA-Mursiah begitu bangga ketika kakannya Syarifuddin dilantik menjadi Ketua Mahkamah Agung (MA).
Syarifuddin biasanya setiap jelang bulan Ramadan selalu pulang ke kampung halaman di Desa Laya Kecamatan Baturaja Barat, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.
Tetapi rutinitas itu tidak bisa dilakukan tahun ini karena adanya pandemi Corona.
Ketua MA Dr H Muhammad Syarifuddin di mata saudara-saudaranya merupakan sosok yang mengayomi dan bertanggung jawab.
Bahkan sebelum merantau pria yang akrab disapa Udin ini, merajut jala alat penangkap ikan untuk saudara-saudara yang akan ditinggalkanya merantau.
Kenanagan yang tak terlupakan dari ayah dua anak (Fenny dan Mukti Amirul) ini adalah saat masih duduk di bangku SD pernah menangis karena gagal melihat pesawat terbang melintas di udara.
Seperti dituturkan saudara sulungnya Sofiah, waktu itu Syarfuddin sedang menanak nasi tiba-tiba ada suara pesawat terbang.
Syarifuddin kecil berlari kelaur rumah untuk melihat pesawat namun langkah kecilnya terhenti karena dilarang Sofiah.
Syarufuddin lalu menyelesaikan pekerjaanya dan baru keluar rumah namun sayang pesawat terbang sudah jauh.
Syarifuddin kecil lalu menangis , sambil berurai air mata Syarifuddin mengereutu karena tidak sempat melihat pesawat melintas di udara gara-gara dilarang saudaranya.
Kenangan semasa kecil pria yang sudah menjabat Ketua Mahkama Agung RI ini masih melekat dibenak saudara-saudaranya di kampung halaman.

Seperti dituturkan Mursiah (adik kandung Syarifuddin.) yang urutannya pas dibawah Dr H Muhammad Syarifuddin SH MH .
Mursiah ditemui disela-sela kesibukannya mempersiapkan perayaan Idul Fitri 1441 H.
Mursiah diberi amanah menempati rumah pribadi Dr H Muhammad Syarifuddin SH MH di Desa Laya Kecamatan Baturaja Barat Kabupaten Ogan Komeirng Ulu Propinsi Sumatera Selatan.
Sedangan Dr H Muhammad Syarifuddin SH MH biasanya hanya pulang kampung menjelang bulan puasa untuk berziarah ke makam kedua orang tuanya di Desa Laya.
”Ini rumah kak Udin, aku diminta nunggu karena kakak hanya sesekali balek,” terang Mursiah.
Menurut Mursiah, Dr H Muhammad Syarifuddin SH MH merupakan putera ketiga dari enam bersaudara anak dari pasangan Damroh (ayah) dan Aimah (ibu).
Saudara kandungnya yang tertua Sofiah, kemudian Ningudah (ayuk) dan Mursiah, Riduan dan M Soleh (adik).
Selaku adik yang urutannya pas dibawah Syarifuddin,
Mursiah mengaku sangat dekat dengan kakaknya.
Di mata Mursiah, Syarifddin merupakan sosok kakak yang sangat menyayangi keluarga dan memikul tanggung jawab penuh.
Sebagai lelaki sulung dalam keluarga, Syarifuddin sudah sejak SMA sudah menjadi tangan tangan ayahnya dalam menjaga adik-adiknya.
Yang paling diingat oleh Mursiah, pria pendiam rajin mencari ikan untuk lauk makan.
Bahkan alat penangkap ikan dirajut sendiri oleh Syarifuddin.
Selain merajut jala dan jaring , Udin juga membuatkan tangkul (alat penangkap ikan yang diberi gagang rotang melengkung) untuk saudara perempuannya.
Bahkan sebelum menantau ke Yogyakarta, Syarifuddin sengaja merajut jala untuk ditinggalkan kepada saudara-saudaranya.
Pesannya kalau mau makan pakai lauk ikan harus giat mencari ikan disungai karena Allah sudah menyiapkan Sungai Ogan yang menyimpan kekayanan hayati berupa ikan dan udang yang tinggal ditangkap.
Waktu masih sekolah di Baturaja kata Mursiah, Syarifuddin terkenal sebagai anak yang berotak cemerlang.
Teman-temannya yang jumlahnya belasan orang rutin belajar kelompok dirumah orang tua mereka yang kini sudah terbakar.
Waktu SD dan SMP, Sayarifuddin sekolah di Xaverius Baturaja, kemudian SMAN I OKU.
Waktu SMA pria yang pendiam dan cerdas ini harus menempuh perjalanan sekitar 6 KM berjalan kaki, karena waktu itu belum ada kendaraan umum seperti sekarang.
Namun Syarifuddin memang terkenal tangguh dan tidak pernah mengeluh.
Menurut Musiah, waktu SMA Syarifuddin bercita-cita ingin menjadi dokter, namun ada insiden yang mendorongnya menganti cita-citanya menjadi hakim.
Saat itu ada uwaknya (kakak kandung ayahnya) tersangdung hukum.
Uwaknya H Damsik diperdaya orang hingga masuk penjara.
Damsik dituduh memiliki utang banyak, karena Damsik tidak pandai membaca.
Syarifuddin yang saat itu masih duduk dibangku SMA sangat terpukul melihat uwaknya dijebloskan kepenjara padahal kesalahannya tidak terlalu fatal.
Sejak saat itulah Syarifuddin bercita-cita ingin menjadi hakim yang adil dan mengayomi masyarakat serta bertkad akan menjadikan hukum sebagai panglima.
Setelah lulus SMA, Syarifuddin merantau ke Yogyakarta dan diterima di Fakultas Hukum sesuai dengan keinginannya.
Lulus kuliah dengan nilai terbaik, Syarifuddin lalu mengikuti tes cakim dan berhasil lulus.
Pria kelahiran 17 Oktober 1954 ini mengawali kariernya sebagai Hakim di Pengadilan Negeri Banda Aceh pada 1981.
Ia juga sempat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Muara Bulian, Jambi dan Ketua Pengadilan Negeri Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Pada tahun 1999-2003 menjadi Ketua Pengadilan Negeri Baturaja.
Kemudian mendapat promosi menjadi hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2003.
Selanjutnya menjadi Ketua Pengadilan Negeri Bandung pada 2006.
Pada 2011 mendapatkan promosi sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Palembang.
Di tahun yang sama suami dari Ny Budi Utami Syarifuddin ini menjabat sebagai Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung.
Jabatan ini diemban sampai ia terpilih menjadi Hakim Agung pada 11 Maret 2013.
Di MA, Syarifuddin menjabat sebagai Ketua Kamar Pengawasan.
Setelah itu, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial sejak 2016.Jabatan Wakil Ketua MA itu ia emban sampai terpilih menjadi Ketua MA menggantikan Hatta Ali 6 April lalu .
Sementara itu menurut Mursiah, sedianya setelah dilantik menjadi Ketua MA, Dr H Muhammad Syarifuddin SH MH sudah berencana akan pulang ke kampung halaman untuk ziarah.
Udin memang rutin ziarah ke makam orang tuanya di Desa Laya setiap menjelang Ramadahan, biasanya tidak lama hanya dua sampai tiga hari saja untuk bersilaturahmi dengan keluarga.
Namun rencana ziarah tetrunda karena terkendala wabah pandemi covid-19, dan waktu pelantikan sebagai Ketua MA RI bulan April lalu keluarga dari Baturaja juga tidak bisa datang ke Jakarta karena pandemi Covid-19 sudah mulai mewabah di Jakarta.
Harapan dari keluarga, Dr H Muhammad Syarifuddin SH MH yang kini menjadi Ketua MA tetaplah menjadi panutan keluarga dan menjadi hakim yang adil dan berpihak kepada yang benar.(SP/ Leni Juwita)