Ojol di Palembang Dibegal
Ojol di Palembang Dibegal Saat Ambil Orderan Diwaktu Sahur, Ini Penilaian Akademisi
Aksi kejahatan kembali dialami ojek online (ojol) yang bahkan harus dilarikan ke rumah sakit lantaran diduga jadi korban begal
Penulis: Shinta Dwi Anggraini |
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Aksi kejahatan kembali dialami ojek online (ojol) yang bahkan harus dilarikan ke rumah sakit lantaran diduga jadi korban begal.
Awan Dedy, seorang ojol di Palembang mengalami beberapa luka tusuk akibat diduga jadi korban begal saat nekat mengambil orderan diwaktu sahur, Senin (4/5/2020) sekira pukul 04.00 WIB.
Tak hanya mengalami luka, korban juga harus merelakan motornya yang digunakan untuk mencari nafkah, raib dibawa kabur pelaku.
Hal ini jelas mengundang keprihatinan dari masyarakat.
• Dua Anak Almarhum dr E Prabumulih Sembuh Dari Covid-19
• Driver Ojol di Palembang Diduga jadi Korban Begal, Ambil Orderan di Pasar Cinde saat Sahur
Apalagi di tengah pandemi saat ini, ojol menjadi satu dari berbagai jenis pekerjaan yang terkena dampak dari melemahnya perekonomian akibat pandemi corona saat ini.
Akademisi Universitas Muhamadiyah Palembang, Martini Idris mengatakan ditengah perekonomian yang sedang melemah, para pelaku kejahatan biasanya akan cenderung lebih nekat dalam beraksi.
Bahkan kenekatan itu juga dibarengi dengan tindakan agresif yang bahkan sampai melukai korbannya.
"Untuk itu masyarakat harus lebih waspada. Termasuk juga para ojol, juga harus lebih selektif dan memfilter lagi setiap orderan yang diterima. Karena sistem kemitraannya yang lemah secara hukum. Untuk itu, mereka yang harus pintar dalam melindungi diri terhadap aksi kejahatan yang mengintainya," ujar Martini.
"Jadi misalnya, kalau memang ada orderan dari orang yang mencurigakan atau ada di titik rawan kejahatan, sebaiknya langsung dibatalkan saja. Tapi kalau masih diambil juga orderan itu, artinya ojolnya yang berani ambil resiko," imbuhnya.
Lebih lanjut dikatakan, ada berbagai faktor yang mempengaruhi adanya suatu tindak kejahatan.
Diantaranya kenakalan remaja, pendidikan dan faktor ekonomi.
Menurut Martini, para pelaku kejahatan juga tidak pandang bulu dalam menentukan korban dan tempat beraksi.
Jika dulu mentargetkan tempat sepi sebagai lokasi tempatnya beraksi, namun saat ini tempat ramai juga tak luput jadi lokasi bagi pelaku untuk mengeksekusi korbannya.
"Perlu diingat juga bahwa pelaku kejahatan biasanya menyasar orang yang mereka anggap lemah. Misalnya kaum perempuan atau orang yang sedang dalam keadaan sendirian," ujarnya.
Martini juga menyinggung soal banyaknya tahanan yang dibebaskan melalui program asimilasi, namun justru kembali berbuat kejahatan.