Nada Fedulla Anak WNI eks Kombatan ISIS Cerita Ngerinya Kamp ISIS : Banyak Mayat di Jalanan

Nada Fedulla Anak WNI eks Kombatan ISIS Cerita Ngerinya Kamp ISIS : Banyak Mayat di Jalanan

Tribunjateng
Nada Fedulla Anak WNI eks Kombatan ISIS Cerita Ngerinya Kamp ISIS : Banyak Mayat di Jalanan 

TRIBUNSUMSEL.COM - Nada Fedulla Anak WNI eks Kombatan ISIS Cerita Ngerinya Kamp ISIS : Banyak Mayat di Jalanan

Aref Fedulla, WNI eks ISIS mengaku menyesal membawa seluruh keluarganya ke Suriah.

Aref Fedulla membawa seluruh keluarganya ke Suriah pada tahun 2015.

Aref Fedulla yang kini berada di penjara mengaku menyesal telah bergabung denga ISIS.

Bahkan Aref Fedulla mengaku sangat bersalah telah membawa seluruh keluarga besarnya ke suriah.

"Ini adalah hal tergila dalam hidup saya, saya membawa seluruh keluarga saya ke Suriah,semua orang pernah berbuat salah dalam hidup," ujarnya.

Aref Fedulla mengaku sangat menyesal.

"Dan ini adalah kesalahan terbesar yang pernah saya lakukan," tambahnya.

Aref Fedulla kini mendekam di penjara.

Perancang Busana Terkenal Ungkap Hal ini Soal Hari Pernikahan Jessica Iskandar, Sebut Nama El Barack

"Kami sekarang, kami tidak tahu apa yang sebenarnya kami lakukan 2 tahun terakhir ini, ada yang 3 tahun di penjara, 4 tahun di penjara, tanpa ada proses hukum selanjutnya," ujarnya.

Aref tidak bisa menjawab apakah pemerintah Indonesia harus memulangkan dirinya kembali ke Indonesia.

Pemerintah Indonesia sendiri menurut Aref tidak ada yang pernah menemui dirinya maupun mencoba berkomunikasi.

"Tidak ada satu orang pun dari Indonesia yang mendatangi saya, dan berbicara pada saya, tidak ada satu orang pun," ujar Aref.

Dalam tayangan tersebut Aref Fedula mendekam di dalam penjara yang sangat penuh dengan manusia.

Tampak penjaranya penuk sesak.

Hanya cukup untuk duduk dan merebahkan badan.

Sementara itu, Anak Aref Fedulla, Nada Fedulla mengaku ingin pulang ke Indonesia.

Nada Fedulla mengaku sudah tidak sanggup tinggal di kamp pengungsi eks-ISIS di Suriah.

Melalui tayangan video yang diunggah di akun Twitter BBC News Indonesia @BBCIndonesia, menampilan wawancara Nada Fedulla dan sang ayah.

Ayah Nada Fedulla membawa seluruh keluarganya ke Suriah pada tahun 2015.

Nada Fedulla mengaku tidak menyadari bahwa ayahnya akan membawanya ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.

"Sebelumnya saya tidak tahu Ayah akan membawa kami ke sini," ujarnya.

Nada Fedulla menceritakan ketika masih di Indonesia, dirinya sempat memiliki cita-cita untuk menjadi dokter.

Ia mengaku sangat senang belajar.

"Saat masih bersekolah, saya bercita-cita menjadi dokter, dan saya sangat senang belajar," ujarnya.

Namun, ketika masuk ISIS, dirinya kerap melihat kekejaman.

Saat itu berbelanja, ia melihat tentara ISIS membantai orang di jalanan dan depan publik.

"Ketika saya pergi berbelanja dengan keluarga, kadang-kadang saya melihat mereka membantai orang-orang," katanya.

Nada Fedulla bahkan melihat orang dipenggal kepalanya dan mayat-mayat di jalanan.

"Aku melihat kepala orang dipenggal, dan mayat-mayat," ujarnya.

Nada Fedulla lalu menangis ketika menceritakan perasaannya ketika dibawa sang ayah ke Suriah.

Nada Fedulla bisa memaafkan kesalahan ayahnya karena sang ayah hanya manusia biasa.

"Ya karena dia juga manusia. Semua manusia melakukan kesalahan," ujarnya.

Nada Fedulla juga menceritakan bahwa sang ayah telah meminta maaf kepadanya.

Namun, permintaan ayahnya tidak bisa mengembalikan kondisi lantaran sang ayah kini dipenjara.

"Dia sudah meminta maaf kepada saya tentang apa yang ia lakukan, tapi dia tidak bisa melakukan apapun karena dia di penjara" ujarnya sambil menangis.

Kemudian, Nada Fedulla mengatakan sangat ingin pulang ke Indonesia.

Ia berharap orang-orang Indonesia dapat memaafkan kesalahan yang ia buat.

"Saya sangat lelah di sini, jadi kami akan sangat berterima kasih jika ada orang yang (memaafkan kami)," pungkasnya sambil menangis.

Diketahui, presiden Joko Widodo ( Jokowi) tidak ingin 600 warga negara Indonesia (WNI) mantan anggota Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dipulangkan ke Indonesia.

Meski rencana dari pemerintah tersebut belum diputuskan, Jokowi menegaskan akan bilang tidak untuk upaya pemulangan itu.

Pembahasan lebih lanjut soal rencana tersebut akan dibahas dalam rapat terbatas (Ratas) dengan kementerian terkait.

"Ya kalau bertanya kepada saya, ini belum Ratas ya.

Kalau bertanya kepada saya, saya akan bilang tidak," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/2/2020), diberitakan Tribunnews.com sebelumnya.

Dalam rapat tersebut, Jokowi akan membahas rencana kepulangan WNI eks ISIS secara detail.

Presiden akan meminta kementerian terkait untuk mengkalkulasi dan menghitung plus-minus jika 600 WNI tersebut pulang ke Indonesia.

Jokowi menyampaikan, sampai saat ini semuanya masih dalam proses pembahasan.

"Sampai saat ini masih dalam proses pembahasan, dan nanti sebentar lagi kita akan putuskan kalau sudah dirataskan. Semuanya masih dalam proses," imbuh Jokowi.

Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah belum memutuskan apakah akan memulangkan 600 lebih WNI yang bergabung dengan ISIS atau Foreign Teroris Fighter (FTF) ke Indonesia.

Menurutnya, pemulangan WNI eks ISIS tersebut harus melihat manfaat serta mudaratnya.

Mudaratnya, kata Mahfud, para WNI tersebut bisa menjadi virus yang menyebarkan paham radikalnya di Indonesia.

"Mulai dari mudaratnya kalau dipulangkan itu nanti bisa menjadi masalah di sini, bisa menjadi virus baru di sini. Karena jelas jelas dia pergi ke sana untuk menjadi teroris," kata Mahfud di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (5/2/2020).

Jika dipulangkan ke Indonesia, mereka harus mengikuti deradikalisasi terlebih dahulu.

Sementara proses radikalisasi membutuhkan waktu.

"Kalau nanti habis deradikalisasi diterjungkan ke masyarakat nanti bisa kambuh lagi, kenapa? karena di tengah masyarakat nanti dia diisolasi, dijauhi. Kalau dijauhi nanti dia jadi teroris lagi kan," katanya.

Namun pada satu sisi, para WNI tersebut memiliki hak untuk tidak kehilangan status kewarganegaraan.

Kata Mahfud, pemerintah sedang mencari formula yang pas mulai dari aspek hukum dan konstitusi menyikapi para WNI Eks ISIS tersebut.

"Kita sedang mencari formula, bagaimana aspek hukum serta aspek konstitusi dari masalah teroris pelintas batas ini terpenuhi semuanya. Kalau ditanya ke Menkoplhukam itu jawabannya," katanya.

Mahfud lebih setuju jika para mantan anggota ISIS tersebut tidak dipulangkan karena akan membahayakan negara.

Secara hukum, paspor para WNI tersebut bisa dicabut karena pergi secara ilegal ke luar negeri untuk bergabung dengan ISIS.

"Secara hukum paspornya bisa saja dicabut, ketika dia pergi secara ilegal ke sana, itu kan bisa saja. Kita juga tidak tahu kan mereka punya paspor asli atau tidak.

Kalau asli pun kalau pergi dengan cara seperti itu, tanpa izin yang jelas dari negara, mungkin paspor nya bisa dicabut," katanya.

Lagi pula menurut Mahfud belum ada negara manapun yang memiliki masalah yang sama dengan Indonesia berniat memulangkan warganya.

"Dari banyak negara yang punya FTF itu belum ada satupun yang menyatakan akan dipulangkan. Ada yang selektif, kalau ada anak anak yatim akan dipulangkan, tapi pada umumnya tidak ada yang mau memulangkan terorisnya," ujarnya.(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved