Korupsi Muaraenim

Keberatan Atas Dakwaan JPU, Bupati Muaraenim Nonaktif Ahmad Yani Ajukan Eksepsi

Majelis Hakim yang diketuai Erma Siharti SH MH yang memimpin jalannya sidang perdana terdakwa Ahmad Yani yang merupakan bupati Muaraenim non aktif

Penulis: M. Ardiansyah | Editor: Prawira Maulana
M ARDIANSYAH/TRIBUNSUMSEL.COM
Terdakwa kasus suap proyek bupati Muaraenim Non Aktif Ahmad Yani ketika akan duduk di kursi pesakitan, Kamis (26/12/2019). 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Majelis Hakim yang diketuai Erma Siharti SH MH yang memimpin jalannya sidang perdana terdakwa Ahmad Yani yang merupakan bupati Muaraenim non aktif menyatakan akan kembali melanjutkan jalannya persidangan pada tanggal 7 Januari 2020 mendatang.

Sidang akan dilanjutkan dengan mendengarkan esepsi yang akan disampaikan kuasa hukum Ahmad Yani terkait keberatan terdakwa dengan jumlah uang suap yang diterima.

"Sidang ditutup dan akan dilanjutkan kembali pada tanggal 7 Januari 2020. Sidang dilanjutkan dengan esepsi dari terdakwa," tutup Erma sambil mengetuk palu.

Sedangkan Kuasa Hukum Ahmad Yani, Mahdir Ismail menuturkan, pihaknya akan mengajukan esepsi terkait dakwaan dari jaksa KPK ada yang berbeda.

"Mengenai jumlah uang yang diterima, ada Rp 22 miliar lebih sementara dibagian lain ada Rp 12.5 miliar, yang benar yang mana. Apakah yang diterima oleh orang lain dianggap juga diterima pak Yani, ini yang tidak benar. Ada yang menerima penerimaan uang ini, dalam surat dakwaan ada yang disebut kawan peserta ada yang tidak. Misalnya Wabup dan anggota DPRD, apakah benar mereka menerima. Menurut kami, apa yanh disampaikan di surat dakwaan harus di koreksi. Jangan sampai nanti menimbulkan ketidak adilan dan fitnah," ungkapnya.

Lanjutnya, dalam surat dakwaan yang dibacakan, uang fee semuanya disampaikan ke Elfin. apakah benar uang tersebut diberikan kepada Elfin semuanya atau dengan orang lain. Itu juga harus dibuktinya. Sehingga, surat dakwaan harus dikoreksi.

"Makanya, kami akan mengajukan esepsi terkait surat dakwaan yang menurut kami ada yang berbeda," ungkapnya.

Sebelumnya, 

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut KPK disebutkan Bupati Muaraenim non aktif Ahmad Yani memang berperan dalam komitmen fee terhadap proyek yang ada di PU.

Meski di persidangan sebelumnya sebagai saksi, Ahmad Yani mengaku tidak tahu, lupa dan tidak ingat, ternyata di dakwaan Jaksa KPK Ahmad Yani juga yang memerintahkan sejumlah bawahannya untuk mencari kontraktor yang berani memberikan fee besar atas proyek yang akan dikerjakan.

Fee tersebut, harus diberikan di muka sebesar 10 persen dengan total 15 persen komitmen fee.

Hal ini disebutkan JPU dari dakwaan dimana terdakwa Ahmad Yani yang mempunyai nama panggilan lain yaitu Omat atau Omar Abdilla menetapkan para kepala SKPD sebagai pengguna anggaran dan mengangkat kelompok kerja pengadaan barang jasa dalam melaksanakan proyek-proyek yang bersumber dari APBD Kabupaten Muara Enim untuk bisa mencari kontraktor yang berani memberikan komitmen fee besar dari proyek.

"Sekitar bulan Oktober 2018, terdakwa ditemui Robi yang didampingi Elfin menyampaikan keinginan untuk mendapatkan pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim. Dijawab terdakwa dengan menyampaikan, “selagi kerja bagus, silahkan-silahkan saja. Untuk masalah teknis silahkan koordinasi dengan Pak Elfin saja"," ungkap Jaksa KPK di muka persidangan.

Seiring berjalannya waktu, Ahmad Yani yang sudah mengenal Robi langsung menghubungi Robi untuk meminta dibelikan mobil pick up.

Dari permintaan tersebut, Robi menyanggupi permintaan Ahmad Yani dengan membelikan mobil pick up merk Tata.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved