Nasib Helmy Yahya Dipecat Jadi Dirut LPP TVRI Karena Hal Ini, Begini Kisah Masa Kecilnya Pilu
Penonaktifan itu tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penetapan Nonaktif Sementara dan Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama LPP
TRIBUNSUMSEL.COM -- Nasib Helmy Yahya Dipecat Jadi Dirut LPP TVRI Karena Hal Ini, Begini Kisah Masa Kecilnya Pilu
Baru-baru ini, Dewan Lembaga Pengawasan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) menonaktifkan Helmy Yahya dari jabatan Direktur LPP RRI yang disandangnya.
Penonaktifan itu tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penetapan Nonaktif Sementara dan Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama LPP TVRI periode 2017-2022.
Helmy Yahya menjabat sebagai Direktur Utama TVRI sejak 29 November 2017 lalu.
Kini adik dari politikus Golkar Tantowi Yahya itu harus merelakan jabatannya.
Menjadi seorang presenter sekaligus politikus dan pernah menjabat sebagai Dirut bukanlah pencapaian yang didapat begitu saja.
Helmy Yahya yang merupakan anak bungsu dari empat bersaudara ini harus melalui perjuangan keras, untuk menjadi seperti sekarang.
Melansir dari berbagai sumber, dijelaskan Helmy Yahya bahwa ayahnya merupakan pedagang kaki lima biasa dan mulai sakit-sakitan saat dirinya masih sekolah.
Keterbatasan ekonomi keluarga, membuat Helmy kecil mengaku tak berani bermimpi untuk mengejar cita-cita setinggi langit.
Menurut ayah 4 anak ini, menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) sudah sangat baik untuknya.
Pria kelahiran Palembang, 6 Maret 1963 ini mengaku cita-cita yang dipendamnya sejak lama ialah menjadi seorang dokter.
Kita tahu, bahwa untuk menjadi dokter tentu membutuhkan biaya yang tak sedikit.
Helmy kini, dikenal sebagai Raja Kuis yang kerap membuat program-program kuis.
Helmy yang pandai, menyadari bahwa untuk dapat bersekolah tanpa membebani kedua orang tuanya saat itu adalah dengan mengukir prestasi.
Helmy pun sejak kecil sudah mengikuti berbagai macam lomba dan kejuaraan dari tingkat SD hingga SMA.
Mulai dari lomba puisi, musik, cerdas cermat, dan berbagai lomba lain pernah ia ikuti.
Dari kemenangan pada lomba tersebut, Helmy mengantongi sejumlah uang yang digunakannya untuk membiayai sekolahnya.
Prestasi yang diukir oleh Helmy pun tak sia-sia, ia lulus SMA pada tahun 1981 dan mendapat penghargaan Top 5 Nasional.
Sehingga dirinya ditawari free pass untuk berkuliah di Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri).
Namun, Helmy justru menolak, lantaran sudah memendam cita-cita tersebut.
Kemudian Helmy memilih untuk masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB).
Tak lama Helmy terpaksa hengkang dari IPB lantaran, kampus tak menanggung biaya hidup.
Teringat bagaimana kondisi keluarganya yang sangat memprihatinkan saat itu, membuat Helmy harus mencari kuliah yang benar-benar gratis.
Ia pun akhirnya berkuliah di Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN).
Setelah menjadi mahasiswa STAN angkatan kedua, Helmy diangkat jadi calon pegawai dan menerima gaji.
Naasnya, menurut Helmy hari ini dirinya menerima gaji, keesokan harinya sang ayah meninggal.
"Hari ini saya terima gaji, besok ayah saya meninggal. Karena saya bungsu. Jadi, ayah saya sedemikian habis-habisan untuk mengantarkan putra terakhirnya sampai di tujuan," ucapnya.
Setelah itu, Helmy terus melanjutkan kuliahnya hingga lulus dan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kementerian Keuangan (Kemkeu).
Usai malang melintang di dunia pertelevisian, pada November 2017, pemerintah secara resmi mengangkat Helmy sebagai Dirut RRI.
5 Kesalahan Fatal Helmy Yahya
5 Kesalahan Fatal Helmy Yahya Jadi Penyebab Dewan Pengawas Mencopot Jabatan Dirutnya di TVRI
Penonaktifan Helmy Yahya tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penetapan Non-Aktif Sementara dan Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama LPP TVRI periode 2017-2022.
Surat keputusan tersebut ditandatangani oleh Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI Arief Hidayat Thamrin tanggal 4 Desember 2019.
Tentu saja, Helmy Yahya tak langsung menerima keputusan yang dikeluarkan Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI tadi. Mantan pembawa acara "Kuis Siapa Berani" itu melawan atas keputusan pencopotan dirinya, lantaran tak ada dasar yang jelas.
Penonaktifan itu tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penetapan Nonaktif Sementara dan Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama LPP TVRI periode 2017-2022.
Helmy Yahya membenarkan surat keputusan penonaktifan dirinya dari Dirut TVRI. Namun, ia menyatakan masih berstatus Dirut TVRI.
"Iya benar, Tapi saya tetap Dirut TVRI secara sah dan didukung semua Direktur. Save TVRI," kata Helmy saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (5/12/2019).
Surat keputusan tersebut ditanda tangani oleh Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI Arief Hidayat Thamrin tanggal 4 Desember 2019.
"Pertama, menonaktifkan Saudara Helmy Yahya sebagai Direktur Utama Lembaga Penyiaran Televisi Republik Indonesia, yang bersangkutan tetap mendapatkan penghasilan sebagai Dirut LPP TVRI," demikian isi surat yang diterima, Kamis (5/12/2019).
Pada poin ketiga, Dewan Pengawas menunjuk Supriyono yang menjabat sebagai Direktur Teknis LPP TVRI sebagai Pelaksana tugas harian Dirut LPP TVRI.
Selanjutnya, pada poin keempat menyatakan, keputusan tersebut berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan dicabut kembali oleh Dewan Pengawas LPP TVRI.
Kisruh manajemen di TVRI seolah tak tak pernah berhenti, dalam beberapa kali periode, direktur TVRI diberhentikan ditengah jalan oleh Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI. Tercatat, sudah 3 periode sebelumnya tercatat Dewas TVRI memberhentikan Direksi TVRI.
Kekinian adalah Helmi Yahya, Direktur Utama TVRI dinonaktifkan oleh Dewas TVRI. Hal itu tercantum dalam SK Dewan Pengawas LPP TVRI Nomor 3 Tahun 2019 tertanggal 4 Desember 2019, yang beredar di kalangan wartawan, Kamis (5/12/2019).
“Menonaktifkan sementara Saudara Helmy Yahya, MPA, AK, CPMA, CA, sebagai Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia,” tulis pernyataan tersebut yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI, Arief Hidayat Thamrin.
Namun, menurut praktisi media Helmi Adam, berdasarkan penelusurannya, paling tidak ada 5 kesalahan yang telah dilakukan Helmy Yahya.

Pertama, masalah Masalah Rencana kinerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) yang direvisi tanpa persetujaun Dewan Pengawas LPP TVRI, sehingga ada 6 kali keterlambatan pembayaran honor SKK, dan revisi anggaran rebranding.
Kedua, tidak berkoordinasi dan mengabaikan surat-surat teguran Dewan Pengawas TVRI, dengan tidak merespon balik dan tidak atau mengabaikan persetujaun Dewan Pengawas TVRI sesuai kebijakan LPP TVRI.
Ketiga, masalah Penunjukkan Kuis Siapa Berani.
Keempat, Masalah Penayangan Progarm Siaran berbiaya besar tanpa persetujaun Dewan Pengawas TVRI.
Kelima, ketidakampuan mengelola anggaran sehingga Program dan berita terjadi siaran ulangan yang makin banyak, karena anggaran habis jauh sebelum masanya.
Helmy merespons surat keputusan yang dikeluarkan oleh Dewan Pengawas LPP TVRI tersebut, melalui surat Nomor 1582/1.1/TVRI/2019.
Dalam surat itu, Helmy mengatakan, surat keputusan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2019 terkait penonaktifan dan penunjukan Pelaksana tugas harian LPP TVRI adalah cacat hukum dan tidak memiliki dasar.
"Pemberhentian anggota Direksi sesuai Pasal 24 Ayat (4) disebutkan anggota dewan direksi dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya, apabila: tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku, terlibat dalam tindakan yang merugikan lembaga, dipidana karena melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilanyang telah memperoleh kekutatan hukum tetap atau, dan tidak lagi memembuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22," demikian isi surat Helmy yang diterima pada Kamis (5/12/2019).
Helmy mengatakan, dasar pemberhentiannya oleh Dewan Pengawas TVRI tidak memenuhi salah satu syarat pemberhentian anggota.
"Sementara, dasar rencana pemberhentian saya oleh Dewan Pengawas tidak memenuhi salah satu dari empat poin tersebut," kata Helmy dalam surat itu.