Cerita Khas Palembang
Mengulik Adat Istiadat Masyarakat Palembang Terkait Mas Kawin Dalam Pernikahan di Era Kolonial
Mengulik Adat Istiadat Masyarakat Palembang Terkait Mas Kawin Dalam Pernikahan di Era Kolonial
Penulis: Shinta Dwi Anggraini |
Tribunsumsel.com/Shinta
Manuskrip Masyarakat Melayu Palembang dalam pertengahan abad ke 18 (masa kolonial). Tepatnya sekitar tahun 1864-1876.
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Masyarakat Melayu Palembang rupanya sejak zaman dahulu telah menggunakan uang sebagai mahar atau mas kawin.
Hal ini terbukti dari sebuah manuskrip yang berisi catatan peristiwa akad nikah Masyarakat Melayu Palembang dalam pertengahan abad ke 19 (masa kolonial).
Tepatnya sekitar tahun 1864-1876.
Pemerhati Sejarah Palembang, KMS H Andi Syarifuddin mengatakan, dalam manuskrip ini terdapat banyak sekali informasi sejarah yang bisa didapatkan mengenai masyarakat Melayu Palembang.
• Sarwendah Akui Bingung Dengan Perlakuan Betrand Peto, Ruben Onsu Balik Pamerkan Hal Ini
• Kumpulan Juz Amma Lengkap : Surat Asy-Syam Tulisan Arab, Latin dan Terjemahannya
"Termasuk soal mahar atau mas kawin yang rupanya sejak zaman itu sudah menggunakan uang. Dan salah satu uang yang digunakan pada saat itu adalah riyal atau mata uang dari Arab," ujarnya Minggu (8/12/2019).
Manuskrip ini ditulis ketika ulama Pengulon Kemas Haji Muhyiddin atau Mahidin yang berdomisili di Kampung Masjid Lama 17 ilir, menjabat sebagai Khatib Penghulu.
Dijelaskan Andi, Pengulon adalah kepenghuluan Palembang yang ditugaskan khusus untuk menangani masalah-masalah keagamaan.
Termasuk mengenai akad nikah, waris-mewaris dan lain sebagainya.
"Urusan kepenghuluan pada Zaman kesultanan diketuai oleh Pangeran Penghulu Nata Agama. Tapi sejak tahu 1905 diganti oleh Belanda dengan sebutan Hoofd Penghulu (penghulu kepala),"ujarnya.
Andi berujar seiring perkembangan zaman, tidak banyak perbedaan antara pelaksanaan pernikahan Palembang zaman dulu dengan sekarang.
Hanya saja, bila diikuti sebenernya dalam adat Palembang, akad nikah biasanya digelar di kediaman mempelai laki-laki.
"Ini yang menjadi pembeda kita dengan daerah lain di Indonesia. Sebab biasanya di daerah lain seperti Jawa dan lain sebagainya, Akasa nikah digelar di kediaman mempelai perempuan,"ucapnya.