FITRA Minta Lepaskan Ego Kepentingan Kelompok saat Pembahasan RAPBD Sumsel 2020
Perdebatan panjang sedang terjadi antara eksekutif dan legislatif pada pembahasan RAPBD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020
Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Wawan Perdana
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Perdebatan panjang sedang terjadi antara eksekutif dan legislatif pada pembahasan RAPBD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.
Pembahasan alot ini mengakibatkan terlambatnya proses pengesahanan APBD Provinsi Sumatera Selatan tahun 2020.
Koordinator Perkumpulan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumatera Selatan (Sumsel) Nunik Handayani mengatakan, dengan terlambatnya proses pengesahan APBD 2020 maka seluruh masyarakat yang harus menanggung akibatnya.
Diantaranya kegiatan yang direncanakan tidak akan berjalan karena belum ditetapkan APBD-nya.
Menurut Nunik, APBD merupakan salah satu komponen dasar kebijakan publik daerah.
Dalam prosesnya melalui keputusan politik yang ditetapkan kepala daerah bersama DPRD, dan untuk dilaksanakan oleh aparat birokrasi daerah.
"Pada proses keputusan politik ini, seharusnya pemerintah dalam hal ini eksekutif dan legislatif, harus mengesampingkan ego dari kepentingan kelompok masing-masing, dan mestinya harus lebih mengedepankan mekanisme mandat politik warga, dalam membuat kebijakan penganggaran daerah," kata Nunik, Minggu (1/12/2019).
Dijelaskannya, ukuran dipenuhinya prinsip politik, tidak hanya sekedar ada tidaknya pelibatan legislatif daerah dalam proses penganggaran.
Sebagaimana diatur dalam UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan negara pada pasal 3 ayat 1 menyebutkan, bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Menurutnya, pertanyaan mendasar dalam prinsip politik anggaran adalah kepada kelompok mana kebijakan anggaran berpihak, dan untuk kegiatan apa kebijakan anggaran dialokasikan?
"Alokasi anggaran itu merupakan hasil pilihan publik, bukan sebagai hasil pilihan sekelompok orang/golongan tertentu, dan merupakan representasi kepentingan publik yang beragam dalam pertarungan politik perebutan sumber daya antar kelompok kepentingan," jelasnya.
Selain itu, kebijakan anggaran harusnya mampu mencerminkan bentuk hubungan antara rakyat dengan pemerintah, antara warga negara sebagai pembayar pajak dengan aparat pemerintah sebagai penerima dan pengelola pajak dalam suatu mekanisme yang transparan dan akuntabel.
"Pada penentuan pilihan komponen, pendapatan atas pemasukan maupun pengeluaran anggaran, harusnya didasari oleh rasionalitas publik, sehingga pengambilan keputusan proyeksi anggaran, atas sektor tertentu lebih besar dibanding proyeksi sektor lainnya dipandang memenuhi rasa keadilan publik," tuturnya.
Kemudian, kebijakan anggaran daerah yang hendak ditetapkan, harus benar-benar sesuai dan menjawab kondisi riil, potensi dan aspirasi masyarakat.
Dan terakhir, penggunaan anggaran publik, mestinya dapat dipertanggungjawabkan, dan dapat meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat.