HUT Ke 74 RI

Kisah Dua Wartawan Pertarukan Nyawa Demi Foto Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

Detik detik proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 agustus 1945 silam ternyata menyimpan banyak cerita tak terekpose.Salah satunya datang dari dua soso

Kolase Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Teks Pidato Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Detik detik proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 agustus 1945 silam ternyata menyimpan banyak cerita tak terekpose.

Salah satunya datang dari dua sosok wartawan yang berjasa mengabadikan momen sakral bagi bangsa Indonesia itu, dan bahkan rela mempertaruhkan nyawa agar bisa mencetaknya

Dilansir dari SOSOK.grid.id dalam artikel 'Mendur Bersaudara, Fotografer Momen Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945', mereka adalah Frans Soemarto Mendur dan Alex Impurung Mendur

Alex Mendur dan Frans Mendur
Alex Mendur dan Frans Mendur (Grid.id)

Foto Soekarno yang sedang membacakan teks Proklamasi dan foto dinaikkannya bendera merah putih untuk pertama kali adalah salah satu hasil karya kedua bersaudara ini.

Perjalanan bersejarah mereka memang tidak mudah.

Sebuah perjuangan yang menjadikan nyawa sebagai taruhannya.

Waktu itu pada 16 Agustus 1945 malam, Frans Mendur yang saat itu merupakan wartawan harian Asia Raya (koran terbitan pendudukan Jepang), mendapatkan kabar bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilangsungkan esok hari.

Frans kemudian berangkat menuju rumah Presiden Soekarno dengan berbekal kamera Leica dan sebuah rol film.

Ia sebetulnya pergi dengan penuh keraguan.

"Saya sendiri semula tak percaya," tutur Frans, seperti dituliskan Hendri F Isnaeni dalam buku yang berjudul '17-8-1945: Fakta, Drama, Misteri'

Frans mulai meyakinkan diri mengenai kebenaran informasi itu ketika melihat banyak orang yang berkumpul di depan rumah yang menjadi tempat tinggal Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.

Terlihat juga sejumlah tokoh nasional, yang menurut Frans, terlihat berunding dengan Soekarno dan Mohammad Hatta.

Menjelang pukul 10.00 WIB, Soekarno-Hatta dan tokoh nasional lainnya keluar dari rumah.

Para hadirin diberi aba-aba untuk berdiri.

Teriakan “Hidup Indonesia!” dan “Indonesia Merdeka!” bergemuruh menyambut babak baru bagi Tanah Air.

Kemudian, berkumandanglah teks proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno.

Teriakan "Merdeka!" semakin membahana, bersamaan dengan sorak-sorai hadirin yang menggambarkan semangat pemuda bangsa menyambut kemerdekaan.

Suasana emosional tersebut membuat Frans nyaris lupa mengabadikan momen bersejarah bagi Indonesia karena terbawa emosi.

Selepas momen bersejarah tersebut, mereka belum dapat menghirup napas lega, sebab tentara Jepang memburu mereka.

Hasil foto sang kakak yang merupakan kepala bagian foto kantor berita Domei, Alex Mendur, tidak terselamatkan karena telah dirampas oleh pemerintah Jepang setelah proklamasi.

Tiga foto hasil jepretan kamera frans mendur yang mengabadikan momen 17 Agustus 1945
Tiga foto hasil jepretan kamera frans mendur yang mengabadikan momen 17 Agustus 1945 (Grid.id)

Berdasarkan pengakuan Frans dalam wawancara dengan wartawan Soebagijo IN pada tahun 1960-an, ia melihat sendiri ketika tustel (perangkat untuk memotret) milik Alex dirampas oleh tentara Jepang.

Beruntung, Frans sempat menyembunyikan negatif film hasil jepretannya.

Menurut Frans dalam wawancara yang sama dengan Soebagijo, ia mengubur rol film itu di kebun kantornya.

Proses mencetak hasil foto tersebut juga harus dilakukan secara diam-diam.

Mereka perlu menyelinap saat malam hari, memanjat pohon, dan melompati pagar di samping kantor Domei demi mencetak foto di sebuah lab film.

Kalau sampai tertangkap, hukuman yang menunggu mereka adalah dijebloskan ke penjara atau hukuman mati.

Kegigihan serta nasionalisme Frans dan Alex ini membuat kita dapat turut menyaksikan momentum ketika Soekarno dan Hatta, atas nama bangsa Indonesia, menyatakan kemerdekaan.

Frans berhasil menjepret tiga foto yaitu, saat Soekarno membacakan teks proklamasi, pengibaran bendera merah putih oleh anggota Pembela Tanah Air (PETA) Latief Hendradiningrat, dan suasana upacara pengibaran bendera Merah Putih.

Dari jasa-jasa Mendur Bersaudara inilah sampai saat ini kita bisa merasakan dan melihat bagimana perjuangan para pejuang pendiri bangsa dalam usaha untuk memerdekaan Indonesia.

Mendur Bersaudara, Justus Umbas, Frans "Nyong" Umbas, Alex Mamusung dan Oscar Ganda, kemudian mendirikan IPPHOS (Indonesia Press Photo Service) pada 2 Oktober 1946.

Di Balik Proklamasi 17 Agustus 1945

Ada sejumlah momen di balik upacara proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 yang jarang diketahui orang

Dilansir dari SOSOK.grid.id dalam artikel 'Proklamasi 17 Agustus 1945, Saat Para Pemuda Datang Telat dan Mendesak Soekarno untuk Mengulangi Upacara Kemerdekaan', salah satunya adalah momen ketika Soekarnodiminta mengulangi upacara tersebut

Mengutip dari 'Asvi Warman Adam : Determinasi Soekarno Memilih Hari Proklamasi' yang diterbitkan oleh Majalah Intisari No.635 Agustus 2015, Soekarno diminta mengulanginya lantaran ada peserta upacara yang datang telat.

Soekarno, saat membacakan teks proklamasi kemerdekaan RI.
Soekarno, saat membacakan teks proklamasi kemerdekaan RI. (wikipedia)

Hal ini berawal pada malam tanggal 16 Agustus 1945.

Saat itu Soekarno-Hatta baru saja tiba di Jakarta usai diamankan oleh para pemuda di Rengasdengklok.

Setelah tiba di Jakarta, Hatta meminta Soebardjo mengontak Hotel Des Indes untuk mengadakan rapat PPKI di sana.

Namun sayang jam sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB dan hotel sudah tutup.

Soebardjo lantas menelpon Laksamana Maeda dan mengutarakan niatan meminjam rumahnya untuk mengadakan rapat persiapan kemerdekaan Indonesia.

Maeda mengiyakan permintaan Soebardjo.

Maka Soekarno, Hatta, Soebardjo, Sukarni dan Sayuti Melik segera meluncur ke rumah Maeda yang kini beralamat di Jl.Imam Bonjol No.1 Jakarta.

Setibanya di rumah Maeda, mereka mendapati ada beberapa orang Jepang di sana.

Namun orang-orang Jepang itu tak mencampuri perumusan proklamasi.

Baik Soekarno, Hatta, Soebardjo, Sukarni dan Sayuti Melik merumuskan naskah proklamasi.

Kemudian mereka keluar ruangan dan menyampaikan kepada 50 pemuda yang hadir mengenai naskah proklamasi yang masih dalam bentuk tulisan tangan.

Museum Perumusan Naskah Proklamasi merupakan gedung tempat perumusan naskah proklamasi. Bangunan ini bekas kediaman Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Meiji Dori (sekarang Jalan Imam Bonjol No.1).
Museum Perumusan Naskah Proklamasi merupakan gedung tempat perumusan naskah proklamasi. Bangunan ini bekas kediaman Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Meiji Dori (sekarang Jalan Imam Bonjol No.1). (Kompas.com/Kartono Ryadi)

Namun para pemuda tak setuju semua anggota PPKI menandatangani naskah tersebut.

Hal ini lantaran PPKI dianggap sebagai bentukan Jepang.

Akhirnya Sukarni mengusulkan yang menandatangani naskah tersebut Soekarno-Hatta saja atas nama bangsa Indonesia.

Semua lantas setuju akan hal itu dan Sayuti Melik langsung mengetik naskah proklamasi.

Keesokannya tanggal 17 Agustus 1945 pukul 09.58 WIB diumumkanlah proklamasi kemerdekaan Indonesia di rumah Soekarno di jalan Pegangsaan Timur 56 disertai upacara bendera.

Pada siang hari saat itu juga ada sekelompok pemuda mendatangi rumah Soekarno.

Mereka mendesak Soekarno agar mengulangi upacara kemerdekaan karena para pemuda itu tidak sempat hadir alias telat tadi pagi.

Soekarno menolak permintaan mereka.

Soekarno kemudian tegas mengatakan proklamasi itu hanya sekali dan untuk selamanya bagi bangsa Indonesia. (Putra Dewangga Candra Seta)

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Perjuangan di Balik Foto Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, 2 Sosok ini Pertaruhkan Nyawanya

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved