Sekolah Mandiri Diizinkan Pungutan Maksimal Rp 1Juta, SPP Tiap Siswa Juga Berbeda-beda

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA tahun ini sedikit mengalami perubahan.

Penulis: Melisa Wulandari | Editor: Prawira Maulana
Istimewa
Ilustrasi 

Laporan wartawan Tribunsumsel.com, Melisa Wulandari

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA tahun ini sedikit mengalami perubahan.

Tahapan untuk masuk ke SMA negeri ini dibuka menjadi tiga kluster. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Sumsel terkait Penetapan sekolah menengah atas rujukan di Provinsi Sumsel.

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sumsel, Widodo mengatakan, untuk kluster pertama itu ada sekolah unggulan provinsi, yakni SMAN 17 Palembang, SMAN 1 Palembang dan SMAN Sumsel. Proses PPDB sudah dilakukan pada Januari lalu.

"Ketiga sekolah ini sudah menerapkan kurikulum Cambridge, dan berbayar karena masuk kategori sekolah mandiri," katanya, Rabu (24/4/2019).

"Sedangkan untuk sekolah mandiri (unggulan) tingkat kabupaten/kota akan melaksanakan PPDB pada awal Mei mendatang. Ada 27 sekolah yang masuk kategori mandiri dan 90 persen menggunakan sistem tes, 5 persen untuk kuota PMPA dan 5 persen untuk mutasi orangtua," jelasnya.

Dia menambahkan untuk sekolah mandiri kabupaten/kota diperbolehkan melakukan pungutan. Namun tidak boleh melebihi dari batas maksimal, yakni Rp1 juta.

"Nominal setiap pungutan tersebut tidak berlaku untuk setiap siswa. Artinya bisa saja setiap anak bayar SPP berbeda. Logikanya ya, tidak mungkin anak pejabat bayar Rp100 ribu. Jadi nanti usai tes dan dinyatakan lulus, orangtua akan diwawancara. Sanggup bayar berapa setiap bulannya," jelasnya.

Sementara itu, alasan sekolah ini diperbolehkan melakukan pungutan karena proses belajarnya berbeda. Apalagi pemerintah menginginkan ada keunggulan dari sisi mutu maupun proses dan hasilnya terhadap pendidikan di Sumsel.

"Ini juga merupakan fasilitasi keinginan orangtua yang menginginkan anak-anaknya lebih baik. Kami tetap kompetitif di nasional dan internasional. Dengan catatan, tetap menyediakan kuota 20 persen bagi anak pra sejahtera," katanya.

Penentuan sekolah mandiri ini juga harus terlebih dahulu diverifikasi oleh Disdik Sumsel. Setelah terlebih dahulu pengusulan oleh sekolah, baru akan dilihat apakah sudah memenuhi 8 standar pendidikan.

Selain itu dilihat juga implementasi pelaksanaan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan, keunggulan dan prestasi sekolah baik siswa, guru dan ketenaga pendidikan.

"Sementara untuk kluster ketiga diperuntukkan bagi sekolah reguler (non unggulan). Khusus sekolah ini PPDB menerapkan sistem 50 persen zonasi, 40 persen tes dan 10 persen PMPA maupun mutasi orangtua. Untuk sekolah reguler barulah diterapkan sekolah gratis. Di Sumsel sendiri ada 437 SMA/SMK negeri dengan 110 ribu daya tampung termasuk MA," ungkapnya.

Usai melaksanakan tes untuk sekolah mandiri di minggu kedua bulan Mei, barulah sistem zonasi sekolah reguler dibuka. Penentuan zonasi ini akan menggandeng salah satu provider dalam mengukur jarak sekolah dan rumah.

"Pendaftaran zonasi dibuka pada awal Juni. Jadi bagi yang tidak lulus di sekolah mandiri, bisa kembali ke sekolah reguler menggunakan sistem zonasi," katanya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved