Kartini Millenials Sripo Tribun 2019
Hafsha Rizki Yuliani, Dokter Cantik Nominasi Kartini Milenial Award (KMA) Perjuangkan Kesadaran TBC
dr Hafsha Rizki Yuliani Mkes dari puskesmas Pegayut Ogan Ilir, menjadi satu dari 28 perempuan penerimaan nominasi pada kesempatan ini
Penulis: Shinta Dwi Anggraini |
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Malam penganugerahan Kartini Milenial Award (KMA) 2019 digelar di Griya Agung Palembang, Rabu (10/4/2019).
dr Hafsha Rizki Yuliani Mkes dari puskesmas Pegayut Ogan Ilir, menjadi satu dari 28 perempuan penerimaan nominasi pada kesempatan ini.
Menggunakan pakaian berwarna merah muda, perempuan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (UNSRI) tahun 2011 ini tampil cantik dengan riasan wajah sederhana namun tetap mempesona.
Dikatakan ibu dua anak ini, pada ajang Kartini Milenial Award 2019, dirinya membawa program yang selama ini diperjuangkan di tempat tugasnya yakni solusi berbasis interaktif kasus tuberkulosis (sobatku).
"Melalui Kartini milenial saya sangat berharap, apa yang telah kami sebagai tim kesehatan puskesmas Pegayut perjuangkan bisa diketahui oleh banyak.
• Tak Kalah Gaya, Payung Unik jadi Ciri Khas Kartini IWAPI Sumsel di Acara Apel Kartini di Griya Agung
• Peserta Apel Ramai Abadikan Momen Bersama di Belakang Background Acara Kartini
Selain itu, masyarakat diluar sana bisa mengerti ilmu-ilmu atau informasi mengenai tuberkulosis yang selama ini ingin kami bagikan, bisa sampai ke masyarakat luas,"ujarnya.
Perempuan yang pernah mendapat juara 1 dokter teladan tahun 2018 di kabupaten Ogan Ilir ini, sudah selama 4 tahun mengabdi di daerah Pegayut.
Sementara program Sobatku sendiri sudah berjalan sejak tahun 2017 lalu.
Dikatakannya, tujuan menjalankan program itu hanya dua.
Pertama karena ingin memberikan informasi ke masyarakat bahwa TBC itu bukan cukup hanya diatasi dengan minum obat saja, namun juga harus diimbangi dengan edukasi mengenai penyakit itu.
Tujuannya supaya tidak terjadi mangkir saat fase minum obat.
Sebab pasien yang telah terdiagnosis TBC harus minum obat rutin setiap hari selama enam bulan untuk mencegah penyakit tersebut semakin parah dan berpotensi menular ke orang lain.
"Tujuan kedua menyebarkan program masyarakat sadar tuberkulosis (masa TB). Melalui kegiatan itu, saya ingin mengajak masyarakat supaya lebih interaktif pada kasus TBC.
Kami berharap masyarakat bisa berperan aktif menemukan kasus TBC, minimal di lingkungan sekitarnya untuk segera diminimalisir,"ujarnya.
"Sebab dalam program kami, apabila satu di suatu rumah ada anggotanya yang positif, maka seluruh anggota keluarganya harus diperiksa juga. Begitupun dengan lima rumah disekitarnya,"sambung dia.
Berbagai hal telah dilakukan untuk mensukseskan perjuangannya.
Termasuk dengan menciptakan aplikasi Sobatku TB yang saat ini bisa diunduh di aplikasi play store.
"Di dalamnya ada seperti ruang komunikasi antara petugas kesehatan, kader dan penderita TBC. Begitu pasien yang sudah teridentifikasi mendaftar di aplikasi itu, maka akan diberikan username dan password.
Bukan untuk masyarakat umum. Program ini juga masih berlaku di Pegayut saja,"ujarnya.
Sama seperti perjuangan pada umumnya, sejumlah rintangan juga dihadapinya saat menjalankan program di aplikasi tersebut.
"Banyak yang tidak yakin dengan aplikasi itu. Belum lagi operasionalnya masih berlaku di daerah terpencil.
Tapi saya yakin bahwa ini akan terus berjalan dan akan mampu bisa memberikan manfaat positif bagi masyarakat kecil khususnya,"ucap dia.
"Selain itu penolakan dari masyarakat yang merasa tersinggung akan program ini juga menjadi tantangan tersendiri. Tapi ya begitulah, perjuangan harus tetap diusahakan," pungkasnya.