HUT Brimob ke 73
HUT Brimob ke-73: Kisah Panglima Legendaris Brimob Tak Tergoda Emas Hingga Dihormati Prabowo
Kisah Panglima Legendaris Brimob Diberi Hormat Prabowo Hingga Tak Tergoda Berkilo-kilo Emas dan Permata
Apalagi saat itu suasana perang, Markas Tentara pun tak tahu jika Sabarudin memiliki kekayaan berlimpah.
Tapi sebagai perwira polisi, Jasin punya integritas. Dia menyerahkan semuanya pada atasannya.
“Semua itu diserahkan sebagai bukti pada Dewan Pertahanan Surabaya di Mojokerto. Bagaimana selanjutnya penanganan hasil rampasan itu saya tidak tahu,” kata Jasin.
Sementara Sabarudin akhirnya diadili dan diputus bersalah. Dia dihukum penjara.
Sang Mayor yang Kejam Sekaligus Ditakuti
Dikutip dari Historia. id, Pada 1945, Komandan Polisi Tentara Keamanan Rakyat (PTKR) Zainal Sabarudin menangkap Soerjo, seorang bekas shudancho, di Sidoarjo.
Dia menuduh Soerjo, dengan bukti selembar foto yang menampilkan Soerjo bersanding dengan Ratu Wilhelmina, sebagai spion Belanda.
Sabarudin lalu menggelandang Soerjo ke alun-alun Sidoarjo lantas mengikatnya ke tiang.
Tanpa proses pemeriksaan lebih lanjut, Sabarudin menembaknya dalam jarak dekat. Tembakan itu tak mengakhiri hidup Soerjo.
“Sabarudin mengambil samurai Jepang dan menebas leher pemuda itu hingga tewas,” tulis Moehammad Jasin dalam Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang.
Kekejaman Sabarudin melegenda. Hampir semua orang di Surabaya dan Sidoarjo yang hidup pada zaman revolusi pernah mendengar kisah kebengisannya.
Dia sewenang-wenang memperlakukan musuh-musuhnya, tawanan perang, bahkan rekan sendiri. Demi menghabisi lawan-lawannya, dia tak ragu melontar fitnah, termasuk kepada Soerjo, sahabatnya.
Soerjo memang pernah berfoto bersama Ratu Wilhelmina. Namun foto itu diambil semasa dia sebagai anggota Kelompok Kepanduan Hindia Belanda (NIPV) turut dalam jambore ke Negeri Belanda.
Menurut Suhario Patmodiwiryo yang akrab disebut Hario Kecik dalam Si Pemburu, volume 2, alasan pembunuhan itu ialah “rivalisme antara Sabarudin dan Soerjo pribadi dalam masalah memperebutkan seorang puteri Bupati Sidoarjo.” Bukti foto hanyalah alat untuk menggeret Soerjo ke lapangan penghabisan.
Zainal Sabarudin Nasution lahir di Kotaraja, Aceh, pada 1922. Sesudah menamatkan sekolah menengah pertama (MULO), dia bekerja sebagai karyawan di kantor kabupaten merangkap penata buku di sebuah perkebunan gula di Sidoarjo.