Kabar Selebriti
POLLYCARPUS, Terpidana Pembunuh Munir, Bebas Murni, Suciwati Beber Hal Menohok Ini
Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana kasus pembunuhan pegiat hak asasi manusia, Munir Said Thalib,
Bagaimanapun, menurut Suciwati, pemerintah tidak seharusnya mengumbar remisi kepada penjahat teroganisir, termasuk yang menghalangi penegakan HAM.
Apalagi, kata Suciwati, kasus pembunuhan Munir selama ini dipantau dunia internasional dan dianggap parameter penegakan HAM di Indonesia.
"Ini menyesakkan. Sejak dia mendapatkan remisi dan bebas bersyarat, itu menjadi tanda tanya bagi keluarga, terutama aku sebagai isteri," ujarnya.
Suciwati masih terus mendesak pemerintah mempublikasikan temuan tim pencari fakta kasus pembunuhan Munir. Kementerian Sekretariat Negara selama ini mengklaim dokumen tersebut hilang.
Tahun 2017, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta menganulir keputusan Komisi Keterbukaan Informasi yang mewajibkan pemerintah membuka dokumen itu.
Sementara pada Juni 2017, Mahkamah Agung memperkuat putusan itu dengan menolak kasasi LSM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Kontras.
"Ini bukan persoalan satu orang. Lembaga negara membunuh warga negara, padahal seharusnya negara melindungi. Kami akan terus mendorong agar dokumen diungkap," kata Suciwati.
Pollycarpus, agen BIN yang juga berstatus pilot Garuda Indonesia, dinyatakan terbukti menaruh arsenik pada makanan yang disantap Munir dalam perjalanan udara dari Singapura menuju Belanda, Desember 2014/AFP/AHMAD ZAMRONI.
Hingga berita ini diturunkan, BBC Indonesia telah berupaya menghubungi Pollycarpus.
Namun pesan pendek dan telepon ke kontaknya belum ditanggapi.
Pertengahan 2018, Pollycarpus bergabung ke Partai Berkarya yang akan menjalani debut pada pemilu 2019.
Meski terdaftar sebagai kader Berkarya dari Banten, ia tak maju sebagai calon anggota legislatif.
Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang, berharap masyarakat berhenti mengkaitkan Pollycarpus dengan kematian Munir.
Menurutnya, Pollycaprus telah menebus kesalahan di penjara selama delapan tahun.
"Kita harus hargai pembebasan murninya. Dia merdeka, tak perlu diungkit lagi. Apalagi dia punya argumen, bisa saja bukan dia yang melakukan tapi dikorbankan," kata Badaruddin.