Idul Adha 2018

Bacaan Doa dan Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban Saat Idul Adha 2018, Lengkap Dengan Hukumnya

Sebentar lagi hari raya Idul Adha, tepatnya pada Rabu, 22 Agustus 2018.Saat Idul Adha yang biasa disebut

TRIBUNSUMSEL.COM -- Sebentar lagi hari raya Idul Adha, tepatnya pada Rabu, 22 Agustus 2018.

Saat Idul Adha yang biasa disebut pula sebagai hari raya kurban.

Dalam penyembelihan hewan kurban ini ada tata caranya.

Misalnya, dari segi pisaunya haruslah tajam sekali.

Kemudian, sebelum menyembelihnya, penjagalnya harus mengucapkan doa tertentu dan menyebut nama Allah.

Menurut keterangan dari situs resmi Nahdlatul Ulama, NU Online di artikel yang diterbitkan pada Rabu (7/9/2016) penyembelihan hewan kurban adalah bagian dari ibadah yang sangat dianjurkan.

Untuk menyempurnakan ibadah itu, kita dianjurkan untuk berdoa ketika menyembelih hewan kurban.

Inilah doa yang dibaca sesaat sebelum hewan kurban kita disembelih.

Doa ini dibaca dengan harapan Allah menerima ibadah kurban kita.

اَللَّهُمَّ هَذِهِ مِنْكَ وَإِلَيْكَ فَتَقَبَّلْ مِنِّيْ يَا كَرِيْمُ

Allâhumma hâdzihî minka wa ilaika, fataqabbal minnî yâ karîm

Artinya, “Ya Tuhanku, hewan ini adalah nikmat dari-Mu. Dan dengan ini aku bertaqarrub kepada-Mu. Karenanya hai Tuhan Yang Maha Pemurah, terimalah taqarrubku.”

Doa ini bisa kita temukan antara lain di buku Irsyadul Anam fi Tarjamati Arkanil Islam karya Sayid Utsman bin Yahya atau Tausyih ala Ibni Qasim karya Syekh M Nawawi bin Umar Banten.

Namun demikian ada sejumlah doa yang dianjurkan ketika kita mengambil ancang-ancang untuk menyembelih hewan kurban.

Hal ini ditunjukkan oleh Syekh M Nawawi Banten dalam Tausyih ala Ibni Qasim.

Menurutnya, sebelum kita menghadapkan hewan kurban ke kiblat dan siap menggoreskan senjata tajam, kita dianjurkan membaca bismillâh, lengkap dan sempurnanya bismillâhir rahmânir rahîm.

Setelah itu kita dianjurkan membaca sholawat untuk Rasulullah SAW dan bertakbir tiga kali.

Setelah menghadap kiblat dan sesaat sebelum menyembelih, kita dianjurkan membaca doa menyembelih seperti di atas.

Berikut ini kami urutkan bacaan doanya.

1. Baca “Bismillâh”

بِسْمِ اللهِ

Artinya, “Dengan nama Allah”

Lebih sempurna “Bismillâhir rahmânir rahîm”

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Artinya, “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang”

2. Baca sholawat untuk Rasulullah SAW

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Allâhumma shalli alâ sayyidinâ muhammad, wa alâ âli sayyidinâ muhammad.

Artinya, “Tuhanku, limpahkan rahmat untuk Nabi Muhammad SAW dan keluarganya.”

3. Bertakbir tiga kali dan tahmid sekali

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلهِ الْحَمْدُ

Allâhu akbar, Allâhu akbar, Allâhu akbar, walillâhil hamd

Artinya, “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji bagi-Mu.”

4. Ucapkan doa menyembelih

اَللَّهُمَّ هَذِهِ مِنْكَ وَإِلَيْكَ فَتَقَبَّلْ مِنِّيْ يَا كَرِيْمُ

Allâhumma hâdzihî minka wa ilaika, fataqabbal minnî yâ karîm

Artinya, “Ya Tuhanku, hewan ini adalah nikmat dari-Mu. Dan dengan ini aku bertaqarrub kepada-Mu. Karenanya hai Tuhan Yang Maha Pemurah, terimalah taqarrubku.”

Adapun takbir pada poin ketiga bisa juga dibaca sebelum bismillah pada poin pertama.

Demikian doa yang dianjurkan dalam rangkaian upacara penyembelihan hewan kurban.

Keterangan ini bisa ditemukan antara lain di buku Tausyih ala Ibni Qasim karya Syekh M Nawawi Banten.

Dan jangan lupa pula, saat menyembelih hewan, mengucapkan basmalah, takbir, tahmid dan doa tersebut penjagal harus menghadap kiblat.

Hukum Jual daging kurban

Terkadang, jumlah hewan kurban yang disembelih di suatu wilyah terbilang cukup banyak.

 

Hal itu membuat pengurus kurban memutuskan untuk menjual beberapa bagian hewan kurban seperti kulit dan kepala.

Lantas, apakah hal tersebut diperbolehkan?

Berikut penjelasan yang dilansir TribunSolo.com dari laman website resmi Nahdlatul Ulama (NU).

Imam Nawawi mengatakan, berbagai macam teks redaksional dalam madzhab Syafi'i menyatakan bahwa menjual hewan kurban yang meliputi daging, kulit, tanduk, dan rambut, semunya dilarang.

Begitu pula menjadikannya sebagai upah para penjagal.

Beragam redaksi tekstual madzhab Syafi'i dan para pengikutnya mengatakan tidak boleh menjual apapun dari hadiah (al-hadyu) haji maupun kurban baik berupa nadzar atau yang sunah.

Pelarangan itu baik berupa daging, lemak, tanduk, rambut dan sebagainya.

واتفقت نصوص الشافعي والاصحاب على انه لا يجوز بيع شئ من الهدي والاضحية نذرا كان أو تطوعا سواء في ذلك اللحم والشحم والجلد والقرن والصوف وغيره ولا يجوز جعل الجلد وغيره اجرة للجزار بل يتصدق به المضحي والمهدي أو يتخذ منه ما ينتفع بعينه كسقاء أو دلو أو خف وغير ذلك

Artinya, “Beragam redaksi tekstual madzhab Syafi'i dan para pengikutnya mengatakan, tidak boleh menjual apapun dari hadiah (al-hadyu) haji maupun kurban baik berupa nadzar atau yang sunah. (Pelarangan itu) baik berupa daging, lemak, tanduk, rambut dan sebagainya.

Dan juga dilarang menjadikan kulit dan sebagainya itu untuk upah bagi tukang jagal. Akan tetapi (yang diperbolehkan) adalah seorang yang berkurban dan orang yang berhadiah menyedekahkannya atau juga boleh mengambilnya dengan dimanfaatkan barangnya seperti dibuat untuk kantung air atau timba, muzah (sejenis sepatu) dan sebagainya. (Lihat Imam Nawawi, Al-Majmu', Maktabah Al-Irsyad, juz 8, halaman 397).

Jika terpaksa tidak ada yang mau memakan kulit tersebut, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal lain seperti dibuat terbang, bedug, dan lain sebagainya.

Menyikapi hal ini, panitia bisa memotong-motong kulit tersebut lalu dicampur dengan daging sehingga semuanya terdistribusikan kepada masyarakat.

Bagi orang yang kurang mampu, kulit bisa dimanfaatkan untuk konsumsi lebih.

Bukan tanpa risiko, akibat dari menjual kulit dan kepala hewan sebagaimana yang berlaku, bisa menjadikan kurban tersebut tidak sah.

Artinya, hewan yang disembelih pada hari raya kurban hanya menjadi sembelihan biasa, orang yang berkurban tidak mendapat fadlilah pahala berkurban sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

من باع جلد أضحيته فلا أضحية له) أي لا يحصل له الثواب الموعود للمضحي على أضحيته

Artinya, “Barangsiapa yang menjual kulit kurbannya, maka tidak ada kurban bagi dirinya. Artinya dia tidak mendapat pahala yang dijanjikan kepada orang yang berkurban atas pengorbanannya,” (HR Hakim dalam kitab Faidhul Qadir, Maktabah Syamilah, juz 6, halaman 121).

Apabila sudah terlanjur, karena jual belinya tidak sah, maka perlu ditelaah lebih lanjut.

Apabila pembeli adalah orang yang sebenarnya tidak berhak menerima kurban, pembeli seperti ini harus mengembalikan lagi daging yang telah ia beli, uang juga ditarik.

Jika terlanjur dimakan, ia harus membelikan daging pengganti untuk kemudian dikembalikan.

Sedangkan jika yang membeli adalah orang yang sebenarnya berhak, ia cukup dikembalikan uangnya dan daging yang ia terima merupakan daging sedekah.

Sebagaimana orang yang berkurban, begitu pula penerima daging kurban juga tidak boleh menjual kembali daging yang telah ia terima apabila penerima ini adalah orang yang termasuk kategori kaya.

Orang kaya mempunyai kedudukan sama dengan orang yang berqurban karena ia sama-sama mendapat tuntutan untuk berkurban.

Oleh karena ia sama kedudukannya, walaupun yang ia terima sudah berupa daging, ia tidak boleh menjualnya kembali kepada orang lain.

Ia hanya boleh mengonsumsi atau membagikan kembali kepada orang lain.

Berbeda dengan orang miskin, sebab ia tidak mendapat tuntutan sebagaimana orang kaya, jika ia mendapat daging kurban, boleh menjual kepada orang lain.

Keterangan ini diungkapkan oleh Habib Abdurrahman Ba'alawi sebagai berikut.

وللفقير التصرف في المأخوذ ولو بنحو بيع الْمُسْلَمِ لملكه ما يعطاه، بخلاف الغني فليس له نحو البيع بل له التصرف في المهدي له بنحو أكل وتصدق وضيافة ولو لغني، لأن غايته أنه كالمضحي نفسه، قاله في التحفة والنهاية

Artinya, “Bagi orang fakir boleh menggunakan (tasharruf) daging kurban yang ia terima meskipun untuk semisal menjualnya kepada pembeli, karena itu sudah menjadi miliknya atas barang yang ia terima. Berbeda dengan orang kaya. Ia tidak boleh melakukan semisal menjualnya, namun hanya boleh mentasharufkan pada daging yang telah dihadiahkan kepada dia untuk semacam dimakan, sedekah, sajian tamu meskipun kepada tamu orang kaya. Karena misinya, dia orang kaya mempunyai posisi seperti orang yang berqurban pada dirinya sendiri. Demikianlah yang dikatakan dalam kitab At-Tuhfah dan An-Nihayah. (Lihat Bughyatul Mustarsyidin, Darul Fikr, halaman 423).

Kesimpulan dari penjelasan di atas, hewan kurban yang meliputi daging, kulit dan tanduk semuanya tidak diperbolehkan untuk dijual.

Adapun masalah operasional panitia, jika mengambil jalan paling selamat tanpa 'hilah' transaksional adalah dengan cara bagi siapa saja yang ingin berkurban melalui panitia, diwajibkan menyerahkan sejumlah uang untuk biaya operasional termasuk membayar tukang jagal, biaya plastik dan sebagainya.

Tukang jagal juga berhak menerima qurban sebagaimana biasa, namun bukan atas nama mereka sebagai tukang jagal, tetapi sebagai mustahiq. Jadi jika atas nama mustahiq, sudah semestinya ia mendapatkan jatah sebagaimana lazimnya, tidak lebih.

Daging yang diberikan atas nama mustahiq ini diterimakan setelah mereka para penjagal sudah menerima upah jagal. Ini jalan yang paling hati-hati. ((TribunSolo.com/Rika Apriyanti)

Sumber: Tribun Solo
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved