Caleg 2019

Fahri Hamzah Mau Kembali Jadi Rakyat tak Ingin Nyaleg Lagi

Fahri Hamzah dipastikan tidak akan menuju panggung legislatif 2019 mau kembali jadi rakyat

TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah 

TRIBUNSUMSEL.COM - Politisi asal Sumbawa Nusa Tenggara Barat, Fahri Hamzah dipastikan tidak akan menuju panggung legislatif 2019.

Mantan aktivis KAMMI itu, akhirnya menyudahi karir di DPR setelah menjabat sebagai anggota legislatif selama tiga periode 2004-2019.

Dilansir dalam akun twitternya, #2019HayyaAlalFalah yang sudah terverifikasi, pada satu jam lalu menuliskan

Sabar dalam Istiqamah...
Terima kasih atas penerimaan para sahabat...
Ijinkan saya meneruskan perjalanan...
Saya tidak nyaleg lagi ...
Mau kembali jadi rakyat...

Usai menulis pernyataan itu, 126 komentar dari pengguna twitter mempertanyakan sikap Fahri yang tidak melaju pada kontestasi Pileg 2019. Tampak juga kolase foto Fahri bersama Partai Golkar.

Beberapa komentar untuk mendukung Fahri tetap kritis pun dilontarkan

Kalo jadi rakyat biasa masih nyinyir gak bro

Klo jd rakyat jga sikap ya om fahri biar gk jd gunjingan emak2 di komplek

@Mastoeky1 emas tetap akan jadi emas
kadang perhiasan tidak harus digunakan dan tidak harus kelihatan.

@luckyden1 Tetap berjuang bang.. teruslah bersuara

@AgungWibawaSak1 Tetap kritis bang, selama jdi anggota DPR hanya abang yg berani krtik trhdp pemerintah dan kondisi Indonesia, yg lain nya hanya duduk manis menerima jatah.

Kritis dan Kontrovrsi

Fahri yang dikenal selalu nyinyir dan mengeritik pemerintah dan kerap berseteru dengan lembaga negara lain. Saat ini masih berseteru dengan Partai Keadilan Sejahtera yang telah memecatnya.

Pimpinan DPR RI ini pun kerap membuat kontroversi, diantaranya Pada bulan Juni 2007, setelah menjabat sebagai anggota DPR, Fahri mengaku menerima dana nonbudjeter di Departemen Kelautan dan Perikanan sebesar Rp 150 juta dari Rokhmin Dahuri yang menjabat sebagai menteri kelautan saat itu.

Pada berita acara pemeriksaan, Fahri mendapat Rp 200 juta. Fahri mengaku mendapat dana tersebut pada periode 2002-2004 sebagai pembuat makalah pidato Rokhmin sebelum dirinya menjabat di DPR.

Sebulan kemudian, Badan Kehormatan DPR memutuskan Fahri bersalah menerima dana nonbudjeter itu. Ia dilarang menjabat pimpinan alat kelengkapan dewan sampai 2009.

Sanksi dari BK DPR sempat menuai protes keras dari fraksi PKS yang saat itu dipimpin Mahfudz Siddiq. Mahfudz menyatakan bahwa wakil ketua BK, Gayus Lumbuun, berusaha menggiring Rokhmin untuk Fahri bersalah dalam kasus dana nonbudjeter tersebut.

Tetapi, setelah pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Fahri dinyatakan bersih.

Kemudian Pembubaran KPK, Pada 3 Oktober 2011, Fahri mengusulkan pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sebuah rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan fraksi dengan Polri, Kejaksaan Agung dan KPK sendiri.

Ia beralasan KPK gagal menjawab waktu delapan tahun untuk menangani korupsi sistemik dan mengklaim DPR sudah memberikan dukungan luar biasa untuk pemberantasan korupsi.

Meskipun begitu, elit PKS mendukung pendapat Fahri ini dan fraksi PKS di DPR menolak memberikan sanksi, menyatakan opini tersebut sebagai bagian dari kebebasan berekspresi.

Di tahun 2016, Fahri Hamzah ribut dengan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena membawa empat anggota Brimob bersenjata laras panjang saat menggeledah ruang kerja tiga anggota DPR.

Penggeledahan dilakukan terkait penangkapan anggota Komisi V Fraksi PDI-P, Damayanti Wisnu Putranti, yang ditangkap KPK karena diduga menerima suap dalam sebuah proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Setelah itu, penyidik turun ke lantai 3 untuk menggeledah ruangan Wakil Ketua Komisi V Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Yudi Widiana. Di sanalah adu mulut antara Fahri dan Christian terjadi.

Fahri yang juga politisi PKS ini tak menyebut peraturan apa yang tak memperbolehkan penyidik KPK membawa anggota Brimob saat melakukan penggeledahan.

Dia hanya menyinggung soal kesepakatan DPR periode lalu dengan Jenderal (Pol) Sutarman yang saat itu menjabat sebagai Kapolri. Menurut dia, Sutarman sudah sepakat tak boleh ada aparat kepolisian bersenjata yang masuk ke Gedung DPR.
Fahri menganggap adanya aparat bersenjata merupakan penghinaan dan bisa merusak citra parlemen.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved