Ruang Tamu Cendana di Malam Sebelum Soeharto Lengser, Tak Mau Tegur Habibie
Namun, Probosutedjo yang punya akses keluar masuk Cendana menceritakan kondisi di kediaman Pak Harto 20 tahun silam tersebut.
Namun, pemimpin Orde Baru itu enggan bicara.
Cerita Habibie menelepon Soeharto pada 20 Mei 1998 malam dikonfirmasi oleh mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie.
Malam itu, Jimly tengah ada di kediaman BJ Habibie.
Saat sejumlah menteri datang untuk menyatakan mundur dari Kabinet Pembangunan VII ke rumah Habibie, saat itu pula, wakil presiden meminta ajudannya menelepon ajudan Presiden Soeharto untuk meminta waktu bertemu.
Namun, kata Jimly, telepon itu justru diserahkan ajudan Pak Harto kepada Menteri Sekretaris Negara Saadillah Mursjid.
"Mensekab malam itu langsung bicara ke Pak Habibie intinya 'Bapak tidak perlu bertemu dengan Presiden malam ini. Besok Presiden akan mundur dari jabatan presiden'," kata Jimly dalam acara Refleksi 20 Tahun Reformasi, Senin (21/5/2018).
Bagi Probosutedjo, ruang tamu Cendana malam itu tak akan pernah ia lupakan.
Dengan wajah redup namun tenang, ungkapnya, Soeharto mengatakan dengan lirih, "Saya akan mengundurkan diri baik." Probosutedjo sempat menanyakan siapa yang akan menjadi presiden setelah Soeharto lengser, dengan singkat Soeharto menyebut nama Habibie.
Pemimpin 32 tahun Orde Baru itu mengatakan, "Sudahlah saya ikhlas."
Keputusan Soeharto itu membuat Probosutedjo pilu.
Ia tak menyangka kakaknya harus lengser oleh desakan rakyat, sementara di sisi lain para menteri yang notabene orang kepercayaan justru meninggalkannya.
"Saya memandang ruang tamu Cendana dan membatin. Puluhan tahun tempat ini jadi arena pertemuan Mas Harto dengan menteri-menteri dan orang kepercayaannya," kata dia.
"Mulai malam ini, ruang tamu Cendana akan menjadi sepi. Ia telah memutuskan sendiri, akan lengser," sambung dia. Benar saja, pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto membacakan pidato pengunduran dirinya. Keputusan itu disebut sorak gembira rakyat, namun tidak bagi keluarga Cendana.