Sidang Vonis Setya Novanto

Hakim Nyatakan Setya Novanto Bersalah, Jaksa Tolak Permintaan Jadi justice collaborator

Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menganggap terdakwa Setya Novanto terbukti menyalahgunakan

Kompas.com/Robertus Belarminus
Ketua DPR RI, Setya Novanto, di Gedung KPK, Senin (20/11/2017) dini hari. 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menganggap terdakwa Setya Novanto terbukti menyalahgunakan kewenangan dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

"Majelis hakim menilai unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan telah terpenuhi menurut hukum," ujar hakim Franky Tambuwun saat membacakan pertimbangan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Menurut hakim, Novanto terbukti terlibat sejak awal pembahasan proyek e-KTP. Keterlibatan itu dalam mengkoordinasikan anggaran, serta melakukan pertemuan dengan pihak Kementerian Dalam Negeri dan pengusaha.

Beberapa pertemuan dilakukan di Hotel Gran Melia, rumah pribadi di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan di ruang kerja Novanto di Lantai 12 Gedung DPR, Senayan. "Tindakan ini bertentangan dengan tugas dan kewenangan selaku anggota DPR dan ketua fraksi Golkar," kata Franky.

Menurut hakim, Setya Novanto selaku ketua fraksi Golkar memiliki pengaruh lebih dibanding anggota DPR lainnya. Novanto berwenang untuk mengkoordinasikan anggota Fraksi Golkar di setiap komisi dan alat kelengkapan Dewan.

Sebagai bukti, menurut hakim, Novanto berhasil meloloskan anggaran e-KTP sebesar Rp 2 triliun pada 2011. Padahal, dalam tahun sebelumnya, permintaan anggaran tidak disetujui DPR. Hingga berita ini diturunkan, pembacaan putusan masih dibacakan hakim secara bergantian.

Novanto sebelumnya dituntut 16 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Novanto juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 7,4 juta dollar Amerika Serikat terkait kasus korupsi proyek e-KTP.

Apabila menggunakan kurs dollar AS tahun 2010 senilai Rp 9.800, maka uang pengganti itu senilai sekitar Rp 72,5 miliar.

Jaksa KPK juga menuntut pidana tambahan agar hak politik Novanto dicabut setelah menjalani masa pidana. "Pidana tambahan mencabut hak dalam jabatan publik 5 tahun setelah selesai pemidanaan," ujar Jaksa.

Dalam tuntutannya, jaksa menolak permohonan Novanto untuk memeroleh status sebagai justice collaborator. Menurut jaksa, Novanto tidak memenuhi syarat sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum. 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hakim: Setya Novanto Terbukti Menyalahgunakan Kewenangan"

Pengacara Yakin Vonis Bakal Ringan, Setya Novanto Berharap Dijatuhi Hukuman yang Adil!

TRIBUNSUMSEL.COM -- Putusan kasasi Mahkamah Agung memperberat vonis Irman dan Sugiharto di perkara korupsi KTP-elektronik (KTP-el).

Majelis hakim kasasi MA memperberat vonis mereka menjadi 15 tahun pidana penjara.

Mengenai hal itu, ketua tim kuasa hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail, mengatakan putusan kasasi MA berbeda dengan vonis terhadap Setya Novanto.

"Kalau kita lihat dari persidangan perannya masing-masing ini berbeda. Surat dakwaannya juga berbeda," ujarnya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Apabila melihat secara jernih, kata dia, fakta persidangan perkara Novanto dengan perkara yang lain itu berbeda.

Dia mencontohkan perbedaan surat dakwaan, meskipun mereka didakwa bersama-sama.

Melihat surat dakwaan Novanto, dia menjelaskan, mantan ketua DPR RI itu didakwa melakukan intervensi terhadap proses penganggaran dan pengadaan proyek KTP-el.

Dia mengklaim, itu berbeda dengan surat dakwaan dari para pelaku lainnya, seperti Andi Narogong, Irman dan Sugiharto.

Selain itu, mengenai dugaan adanya intervensi Novanto di proyek itu, menurut dia, mantan anggota DPR RI, Ganjar Pranowo sempat mengungkapkan di persidangan tidak ada intervensi yang dilakukan Novanto sebagai ketua Fraksi Golkar ketika itu.

"Nah ini saja sudah mestinya bisa menjadi fakta yang rill dalam perkara ini. Jadi tidak bisa disamakan dengan fakta dalam perkara Irman dan pak Sugiharto. Itu dua hal yang berbeda menurut saya," ujarnya.

Sehingga, dia berharap hakim melihat itu secara jernih dan tidak terpengaruh dengan apa yang diputuskan dalam perkara yang lain karena fakta berbeda.

"Kalau saya sih melihatnya seperti itu. hakim pun juga menurut hemat kami mesti melihat seperti itu," tegasnya.

Sebelumnya, terdakwa Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mantan Ketua DPR itu juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kuasa Hukum Yakin Vonis MA Terhadap Irman dan Sugiharto Tak Pengaruhi Vonis Novanto,

Novanto: Semoga Diberikan Putusan Seadil-Adilnya

Terdakwa kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el), Setya Novanto berserah kepada putusan hakim mengenai vonis yang akan diterimanya hari ini.

Dirinya berharap Majelis Hakim dapat memberikan keputusan terbaik usai mendengarkan fakta persidangan dan pembelaan yang disampaikan.

Sementara itu, Kuasa Hukum Novanto, Firman Wijaya berharap hakim dapat mempertimbangkan nota pembelaan yang sudah dibacakan oleh mantan ketua DPR tersebut.

"Kami harap nota pembelaan yang sudah kami sampaikan jadi penilaian majelis hakim," tukasnya.

Setelah menjalani persidangan sejak Desember 2017, mantan ketua umum Partai Golkar, Setya Novanto diputuskan pada hari ini.

Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Yanto akan membacakan vonis setelah mendengarkan kesaksian, tuntutan jaksa KPK dan juga pembelaan dari Novanto.

"Iya besok (hari ini) akan dibacakan vonis untuk terdakwa Setya Novanto," ucap Humas Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Ibnu Basuki.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Agus Rahardjo berharap hakim dapat memberikan putusan yang proporsional atas perbuatan yang telah dilakukan Setya Novanto.

"Kami berharap yang proporsional karena beliau ada salahnya karena mencoba jadi Justice Collaborator. Tapi, kami tidak sepakat kalau dapat itu. Jadi kan terungkap di pengadilan," jelasnya ketika di Komplek Parlemen, Jakarta.

Novanto dianggap bersalah telah melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Novanto juga diyakini telah menerima uang proyek E-KTP sebesar 7,3 juta dollar Amerika dan menerima jam Richard Mille seharga Rp 1,3 miliar dari Johannes Marliem. Yang bersangkutan juga dinilai telah menggunakan pengusaha Made Oka Masagung dan keponakannya Irvanto sebagai perpanjangan tangan untuk menerima uang E-KTP.

Sumber: Kompas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved