Driver Online Ditemukan Tewas
Selama Pelarian, Hengki Sang Pembunuh Driver Online Sempat Gamang dan Mengakui Berlumur Dosa
Setelah beberapa pekan menghilang dan bersembunyi dalam pelarian. Hengki Sulaiman akhirnya menyerah diterjang timah panas Polisi.
TRIBUNSUMSEL.COM - Setelah beberapa pekan menghilang dan bersembunyi dalam pelarian.
Hengki Sulaiman akhirnya menyerah diterjang timah panas Polisi.
Ia ditembak tewas di Jawa Tengah dalam pesembunyiannya yang kesekian, setelah diburu Subdit Jatanras di bawah pimpinan AKBP Erlin.
Ternyata cerita selama masa pelariannya Hengki sempat gamang akan kemana dan mengakui ia berlumur dosa.
Sayangnya, hatinya tak terketuk untuk menyerahkan diri mengikuti jejak temannya Tyas.
Karena itu Hengki seringkali berpindah alamat.
Warga Lalan, Musi Banyuasin, itu merupakan buron terakhir. Dia diketahui selalu berpindah tempat tinggal selama pelarian.
Bahkan telah mengganti nama agar tak dikenali oleh warga sekitar.

"Dia selalu pindah tempat tinggal saat sembunyi. Mulai Kendal, Pemalang, Wonosobo, dan terakhir itu di Brebes. Dia juga di sana ganti nama menjadi Hendri, bukan lagi Hengki," Ujar Zulkarnain.
Ternyata Hengki Takut Akan Hal Ini
Dalam pelariannya, rupanya Hengki mengaku sangat bersalah.
Ia sempat menghubungi Fredi Kepala Desa Mulya Jaya, Kecamatan Lalan, Musi Banyuasin.
Sejak obrolan singkat melalui aplikasi messenger pada akhir pekan lalu, tidak ada lagi kontak dengan buronan Polda Sumsel ini.
Fredi berinisiatif menghubungi sewaktu melihat facebook Hengki aktif pada Minggu (1/4). Keinginan kuat itu juga muncul sewaktu melihat adanya penggantian foto profil menggunakan latar pantai dan gunung.
Hengki waktu itu dibujuk untuk menyerahkan diri ke polisi. Sebab, orangtuanya juga berkeinginan putra satu-satunya itu sadar dan tobat atas kelakuannya.
"Saya tidak berani dipenjara," kata Fredi, menyebutkan isi pesan itu kepada Tribun Sumsel, Jumat (6/4) pagi.
Mengetahui jawaban pesan demikian, Fredi balas mengirim pesan,
"Kalau tidak berani dipenjara maka siap mati. Kau sudah salah, orang salah harus berani bertanggung jawab, apapun risikonya. Malam ini aku tunggu di rumah, besok pagi ke Palembang untuk diantar ke polda. "
Hengki hanya membalasnya pesan itu dengan kalimat "aku kotor mas". Sampai kini tak ada lagi kontak dengan pria yang selama ini dikenal ramah oleh tetangga.
Kasus perampokan dan pembunuhan yang melibatkan empat pemuda asal Lalan menarik perhatian banyak orang.
Kecamatan Lalan tempatnya tinggal merupakan kawasan transmigrasi yang terbilang sukses.
Warga di sini hidup berkecukupan, dengan mata pencaharian sebagai petani padi, sawit, jagung, dan karet.
Kepemilikan lahan bervariasi, mulai dari dua hektare, lima hektare, bahkan ada yang sampai sepuluh hektare.
Terdiri dari 27 desa, kecamatan ini memiliki banyak aliran anak sungai. Pada musim penghujan jalanan sangat becek sehingga sulit dilintasi.
Kehidupan warga di tempat ini sangat bagus. Selalu aktif saat ada kegiatan gotong royong, saling membantu ketika ada orang bangun rumah, serta bahu membahu ketika perbaikan jalan, apalagi saat ada hajatan.
Listrik di wilayah ini memang tidak tersedia 24 jam, hanya dari pukul 18.00-06.00. Meski demikian, jaringan telekomunikasi cukup mumpuni. Di beberapa tempat malah sudah tersedia jaringan 4G.
Makanya, warga terutama anak-anak dan remaja sudah familiar dengan media sosial facebook dan instagram.
Pagi kemarin Fredi dijumpai saat sedang santai di rumahnya. Pria yang belum dua tahun jadi kepala desa ini menjelaskan bagaimana kehidupan di Kecamatan Lalan, terutama di Desa Mulya Jaya.
"Kami sebenarnya di sini kaget. Sejarah Lalan sejak zaman trans (transmigrasi), baru kali ini terjadi. Di luar batas nalar warga," ungkapnya.
Ia mengakui, memang pernah kriminalitas terjadi, misalnya pencurian motor. Tapi hanya sekali atau dua kali. Sedangkan kasus pembunuhan baru kali ini.
Warga desa ini lebih kaget lagi ketika mendengar keterlibatan Tyas Dryantama (sudah menyerahkan diri) dan Hengki Sulaiman. Padahal Tyas selama ini dikenal anak yang pintar dan rajin membantu orangtuanya.
Begitu juga Hengki Sulaiman, sosok ini adalah pemuda pekerja keras, tidak malu jadi tukang ojek, atau ambil upahan panen jagung.
Dua pemuda lain yang terlibat adalah Poniman (meninggal ditembak polisi), warga Desa Karang Sari dan Bayu Irmansyah (ditahan) warga Desa Mekar Jaya.
Usai percakapan melalui messenger beberapa hari lalu, Fredi masih tak percaya sepenuhnya dengan ucapan Hengki.
Apalagi dia pernah dengar ada temanya di desa sempat menelepon Hengki. Lalu ia menjawab tidak tahu sedang berada di mana selama masa persembunyian.
"Saya tidak punya nomor telepon dia. Harusnya dia menyerahkan diri. Dia sidang, lalu jalani tahanan. Kalau sekarang lari, tidak bebas, tidur tidak nyenyak," ujar Fredi.
Apabila melihat Hengki di desa, Fredi janji akan memegangnya dan diantar ke Polda Sumsel.
Sejumlah orang malah mulai memberikan penilaian negatif pada kecamatan yang subur ini. Gara-gara perampokan itu ada yang menyebut Lalan adalah wilayah miskin, Lalan berada di pelosok.
Hujatan yang tersebar di berbagai media sosial ini terpantau langsung oleh Fredi. Ia jengah, merasa kecewa dengan tuduhan buruk pada tempat tinggalnya.
Fredi paham, hujatan di media sosial itu terpengaruh oleh emosi sesaat. Hanya saja, kekecewaan itu tidak bisa dibendung lantaran penyebutan itu malah tertuju ke semua warga Lalan. Padahal yang terlibat hanya empat orang.
"Kami juga ada yang bawa nama harum negara. Kalau mau lihat komentar itu sakit rasanya. Saya banyak screen shoot di instagram dan facebook. Sudah empat hari ini tidak lagi buka media sosial," tambahnya.
Fredi sampai sekarang belum tahu apa motif perampokan dan pembunuhan itu. Pasalnya, semua masih tidak menyangka melibatkan Hengki dan Tyas.
"Kasihan orangtuanya drop (ibunya). Hengki pria satu-satunya di keluarga. Adiknya perempuan masih SMP. Begitu kabarin orangtuanya, darah langsung naik. Makan selalu ingat anak," ucapnya.
Atas kejadian ini, perangkat desa meminta semua warga memetik pelajarannya supaya tidak terulang lagi.
Sebenarnya perangkat desa sudah membuat peraturan desa (Perdes) tentang waktu bergaul nak-anak. Ada pembatasan sampai pukul 24.00 yang berlaku bagi warga desa dan pendatang.
Tetapi kejadian pembunuhan sopir Go-Car berada di luar desa. Sehingga semua lepas dari kontrol.
"Yang jelas anak-anak itu sudah besar, pergaulan dengan orang lain, sehingga mungkin saja terpengaruh," jelas Fredi.
Artikel ini telah tayang di sripoku.com dengan judul Tewas Ditembak Polisi, Ini Cerita Pelarian Hengki Sulaiman Pembunuh Sopir Go-Car, Ternyata Ibunya