Tanpa Orangtua, Bocah ini Hidupi Saudaranya di Gubuk Reot Bikin Nangis

Keberadaan media sosial saat ini kerap kali dijadikan tempat untuk curhatan.

TRIBUNSUMSEL.COM-Keberadaan media sosial saat ini kerap kali dijadikan tempat untuk curhatan.

Beragam curhatan pun tertulis di akun medsos yang diposting oleh pemilik akunnya.

Cerita sedih, senang mapun soal kisah percintaan kerap kali menjadi perhatian warganet hingga menjadi viral.

Seperti kisah dua bocah bersaudara ini.

Satu diantara kedua bocah tersebut mengalami gangguan sehingga hanya bisa berbaring.

Sementara satu lainnya merawat.

Baca: Farhat Abbas Bandingkan Dirinya dengan Presiden Jokowi, Katanya Sama soal ini

Baca: Kisah Pemuda Jomblo Yang Didatangi Ibu Kosan Malam-malam, Tiba-tiba Ibu Kos Ada di Kamar Saya

Baca: Ditanya Apa Doa dan Harapan Terhadap Bapak Barunya, Tak Disangka Ini Jawaban Nagita Slavina

Baca: Waw! Foto Ini Bukti Suami Baru Mami Rieta Mertua Raffi Ahmad Bukan Orang Sembarangan

Keduanya tinggal di gubuk reot.

Cerita kedua bocah tersebut dibagikan akun Instagram@ratu.gosip, Senin (5/3/2018).

Berikut keterangan mengenai dua bocah tersebut:

Ya Tuhanku .. tolong angkat semua kemiskinan kedua saudara ratu ini.

Baca: Dikenal Tajir Melintir, Inilah Barang Pertama yang Dibeli Nagita Slavina Pakai Uang Sendiri

Baca: Tak Disangka Ivan Gunawan Pernah Kurus Pada Masanya, Malah Ikut Cover Boy, ini Fotonya

Baca: Ayu Ting Ting Jadi Bintang Tamu di Raffi Billy & Friends, Perkataan Raffi Ahmad Bikin Heboh Netter

Baca: Ibu Ayu Ting Ting Lakukan Tanam Benang, Penampilannya Kini Mengejutkan

Berikanlah kesehatan limpahkanlah rejeki Mu, balaratu tolong doakan mereka, ratu tidak tahu lokasi kedua adik ini.

Mereka hidup di gubuk tanpa alas dan atap yang hanya jerami tanpa orang tua, hanya dapat DM untuk ikut mendoakan mereka.

Sejumlah netizen pun ikut terharu dan bebrapa ingin memberikan bantuan.

era_mahardhikaYa Allah Ya Tuhannnnnku murahkan rezeki mereka smogaaa dinsos didaerah ini bs membantu

risdha_sihombingYa Tuhan sedih melihat nya semoga cepat dpt pertolongan

moniquehamidah73Ya Alloh, semoga ada uluran tgn secepatnya utk membantu mereka

anak
anak ()

Bocah-bocah Yatim Piatu Ini Berjuang Hidup sambil Berjualan Sayur Keliling Kampung

TRIBUNSUMSEL.COM, POLEWALI MANDAR - Hari masih gelap. Namun, dua bocah yatim piatu di Dusun Kanang, Desa Batetangga, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, ini sudah bangun lebih awal untuk memetik sayuran dari kebun warga di sekitar rumahnya.

Sayur yang mereka petik itu tidak dimasak untuk mereka sendiri. Dua bocah perempuan itu, Jul (13) dan Ard (11), harus mengemas kangkung, daun singkong, bayam, hingga kacang panjang untuk dijual berkeliling kampung.

Saban hari, kakak-beradik yang belum dewasa itu harus mendorong gerobak berkilo-kilo meter jauhnya untuk menjajakan sayur. Semua dilakukan untuk mencukupi kebutuhan hidup bagi mereka berlima dan nenek mereka yang sudah renta.

Jul dan Ard berbagi tugas dengan tiga saudara kandung mereka yang lain. Tugas mencari nafkah dan mengurus rumah dilakukan secara gotong-royong untuk membantu nenek mereka yang sakit-sakitan.

Selain Jul dan Ard yang mencari uang dengan berjualan sayur keliling, anak tertua bernama Jel (15) hidup terpisah di luar kota untuk bekerja. Dua anak terakhir, Haf (6) dan Beb (5) mendapat bagian mengurus rumah dengan mencuci baju serta piring.

Nenek mereka, Salamiah (75), terpaksa di rumah. Tubuhnya yang lemah karena faktor usia memaksanya tidak dapat lagi bekerja keras.

"Saya sudah tidak kuat dan sering sakit-sakitan," kata Salamiah.

Jauh sebelum orang-orang beraktivitas, Jul dan Ard sudah memetik sayur yang akan dijual. Sayur-sayur itu mereka dapatkan dari kebun milik nenek mereka dan warga sekitar.

Setelah semua selesai, mereka mengemas dan menempatkan sayuran itu pada gerobak dorong dari kayu untuk dijajakan dengan berkeliling. Kadang kala anak-anak ini harus mengeluarkan tenaga ekstra terutama saat menghadapi jalan tanjakan.

Semua itu dilakukan sebelum Ard berangkat ke sekolah. Nanti ketika sekolah usai, ia kembali lagi untuk berjualan keliling. Jul tetap berjualan karena ia sudah putus sekolah.

"Saya bangun subuh dengan kakak berjualan sayur sebelum berangkat ke sekolah, adik saya biasanya cuci piring," kata Ard.

Bagi mereka, tidak ada waktu untuk bermain atau bersosialisasi dengan anak-anak sebayanya. Demikian pula ketika tiba libur akhir pekan atau liburan panjang. Mereka tetap bekerja.

Saat liburan itu, bocah-bocah itu berangkat ke pasar kampung sambil bergantian mendorong gerobak penuh sayuran. Jauhnya beberapa kilometer dari rumah mereka.

Agar sayuran itu bisa laku sebelum pasar tutup, mereka sengaja berangkat sejak subuh.

Pendapatan mereka tak tentu. Berapa pun penghasilan yang mereka dapatkan dibagi dengan pemilik kebun sayur. Dalam sehari, keuntungan yang mereka dapatkan tidak lebih dari Rp 20.000.

Uang yang mereka dapatkan dari bekerja itu kerap kali tak dapat memenuhi kebutuhan hidup. Mereka sering meminta beras ke tetangga jika persediaan beras sudah habis.

Warga seringkali memberikan bantuan beras setiap kali anak-anak tersebut kehabisan uang dan kebutuhan pokok.

Akibat ketiadaan biaya pula, Jel dan Jul terpaksa putus sekolah. Kini Jel harus pergi meninggalkan nenek dan keempat adiknya untuk bekerja di luar kota.

Iba dan bersimpati

Warga sekitar kampung mereka sejak dulu berlangganan sayuran yang mereka jual. Warga merasa kasihan dengan kondisi anak-anak yang belum layak bekerja keras seperti itu.

Banyak pelanggan mengaku iba atas kerja keras mereka. Warga bersimpati karena mereka berjuang hidup mandiri tanpa harus mengemis di jalan atau mengharap belas kasihan orang lain.

Marhuma, pelanggan sayuran, mengaku salut dan hormat atas jerih payah mereka meski dalam kondisi serba terbatas. Hatinya terketuk, apalagi mengingat anak-anak bertubuh kurus itu sering kali tidak kuat bekerja fisik seperti itu.

"Kasihan, pernah digotong warga karena jatuh pingsan di jalanan karena kelaparan. Kondisi kesehatannya pulih setelah diberi makanan oleh warga," ujar Marhuma.

Kehilangan masa kanak-kanak

Kehidupan lima bocah bersaudara ini memang tidak ringan. Kedua orangtuanya meninggal dunia beberapa tahun lalu.

Ayah mereka meninggal dunia dalam kecelakaan kerja di Kuala Lumpur, Malaysia. Sang ibu sudah berpulang lebih dulu karena sakit. Sejak saat itu, mereka berlima harus merawat sang nenek.

Deraan hidup yang demikian keras seringkali membuat anak-anak itu kehilangan masa kecilnya.

Ketika melihat anak-anak lain hidup berbahagia berkumpul bersama keluarga dan orangtuanya, mereka hanya hanya dapat berandai-andai mengalami hal serupa.

Sambil mengusap air matanya, Ard mengatakan kerap bersedih karena tak ada lagi orangtua tempatnya mengadu dan berkeluh kesah.

Si anak bungsu bahkan tidak lama melihat wajah kedua orangtuanya. Kedua orangtuanya telah tiada saat ia belum genap berusia setahun.

Atas kondisi itu, Salamiah mengaku kerap mencemaskan kehidupan dan masa depan kelima cucunya. Namun apa daya, tubuhnya yang lemah membuatnya harus menerima keadaan ini tanpa bisa berbuat banyak.

Penulis : Kontributor Polewali, Junaedi

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved