Viral ! Kehidupan Pahit TKW di Turki, Hidup Seperti Hewan Hingga Alami Penyiksaan yang Mengerikan
Satu per satu tas berisi pakaian dengan warna biru dongker disusun rapi. Tak ada oleh-oleh atau buah tangan lain
Ditumpuk seperti kucing
SAK menuturkan bahwa setiba di Turki, SAK dibawa ke Istambul untuk melakukan medical check up. Di Istambul, tas dibongkar dan telepon seluler disita, sehingga ia tak bisa menghubungi keluarga. SAK mulai curiga di hari pertama tiba di Turki.
“Apalagi di hari itu juga usai medical check up, saya melihat TKW asal Bima disiksa hingga wajahnya berdarah dan tulang iganya patah. Saya ingat namanya Nur, dan saat kami kabur Nur masih di tempat penampungan,” kisahnya.
Di tempat penampungan, SAK bertemu dengan 5 TKW lainnya yang sama-sama berasal dari Dompu.
"Kami ditempatkan di satu kamar kecil sekitar 15 orang, dan kami ditumpuk seperti kucing, makan hanya sekali roti kubus mengganjal lapar kami. Kami kelaparan di sana,” kata SAK.
Ketika tiba di Turki, telah banyak TKW yang telah ditampung dari Lombok dan daerah lainnya. Mereka menyayangkan ada lagi TKW yang tiba di Turki dan turut ditampung di tempat yang sama. Padahal di tempat itu telah banyak TKW yang disiksa.
JN, TKW lainnya yang telah bersepakat melarikan diri meminta kawan-kawannya untuk bersiap kabur. Mereka hanya memiliki waktu 5 menit untuk keluar dari tempat mereka disekap.
“Kami harus menuruni tangga besi yang kecil dan licin dari lantai dua apartemen tempat kami disekap. Waktu kami hanya lima menit. Jika lebih dari itu, kami akan ketahuan dan mendapat siksaan dari agensi,” kata JN.
Mereka kabur karena, selain karena tak ada kejelasan akan dipekerjakan di mana, juga khawatir dan takut, mengingat sudah ada TKW yang disiksa dan dianiaya, dilecehkan dan diminta menjadi istri kontrak oknum agensi.
“Jika tahu kejadiannya akan seburuk ini, kami tak akan pernah menginjakkan kaki ke Turki. Apalagi Turki yang disebut sebut sebagai negera tujuan dengan upah yang bisa mencapai 4 juta rupiah per bulannya hanyalah tipuan hingga akhirnya kami merasakan penderitaan yang menyakitkan,” Kata SY, TKW yang pernah mengadu nasib sebelumnya di Timur Tengah, ketika berusia 14 tahun.
“Saya selalu diminta ke kamar berbeda, saya diajak kawin kontrak tapi saya menolak, dan akhirnya saya melarikan diri. Kalau tidak, apa yang akan terjadi saya tidak tahu,” sambung SY yang menutup sebagian wajahnya dengan masker.
SY mengaku pernah bekerja di Yordania ketika masih di bawah umur. Pulang dari Yordania, dia membawa uang kebih dari Rp 100 juta. Selama bekerja, ia mengirim uang untuk membuat rumah dan tanah 1,5 hektar yang ditanaminya padi hingga kini.
“Saya mau mengulangi keberuntungan saya, karena saya mau hidup cukup bersama anak saya. Saya sudah bercerai dengan suami saya, karena itu saya coba bekerja ke luar negeri lagi,” katanya.
Keenam TKW itu menceritakan pengalaman mereka saat melarikan diri. Hampir semuanya tak ada yang mengunakan alas kaki. Barang bawaan pun ditinggalkan. Hanya pakaian melekat di badan, paspor serta sedikit uang yang mereka bawa sebagai bekal.
Melarikan diri tak mudah bagi mereka. Bertanya kepada polisi Turki tak ada yang merspons apalagi membantu, mereka juga terkendala bahasa. Hingga akhirnya mereka bertemu polisi Irak yang membantu mereka ke KBRI.