Perawat Ini Curi Uang di Dompet Nenek,Tapi Dibiarkan,8 Tahun Kemudian Ini yang Terjadi,Bikin Shock

Ibu Laura yang berusia 65 tahun ini tinggal sendiri di rumah, karena masalah pada kakinya sehingga sebagian besar

kolase Tribunsumsel.com
viral 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Ibu Laura yang berusia 65 tahun ini tinggal sendiri di rumah, karena masalah pada kakinya sehingga sebagian besar waktunya sepanjang hari dihabiskan di atas kursi roda.

Sementara anak-anak Bu Laura masing-masing sibuk dengan pekerjaannya, karena khawatir tidak bisa mengurus dirinya, maka anak-anaknya mempekerjakan perawat untuknya.

Namun, perawat yang dipekerjakan, tidak ada yang betah lebih dari sebulan, karena temperamen Bu Laura yang terlalu aneh.

Dilansir dari erabaru, Dia kerap marah-marah tanpa sebab, membuat perawatnya tidak tahan, ditambah lagi dengan gaji yang tidak seberapa, sehingga semuanya mengundurkan diri.

Kondisi seperti itu baru terpecahkan setelah kedatangan seorang wanita bernama Nuri.

Nuri adalah seorang wanita usia 40 tahun, keluarganya tinggal di desa, punya seorang anak perempuan yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama.

ILUSTRASI

Demi mengurus anak-anaknya juga, Nuri menyewa sebuah rumah di kota, dengan begitu ia bisa kerja sambil mengurus putrinya.

Nuri menyukai pekerjaan sebagai perawat, ia merawat Bu Laura seperti merawat orangtuanya sendiri.

Nuri sangat gesit dalam pekerjaan rumah tangga, dia juga pintar memasak, dan sikap bu Laura kepadanya juga tidak terlalu kasar.

Namun, sampai pada hari kelima, Bu Laura marah-marah lagi tanpa sebab.

Dia membanting semangkuk bubur ke lantai dan berteriak dengan keras menyuruh Nuri pergi.

Menghadapi tindakan Bu Laura yang kasar, Nuri tidak marah sedikit pun.

Setelah membersihkan bubur yang berantakan di lantai, Nuri berkata pada Bu Laura, “Nyonya, kalau tidak mau makan ya sudah, bagaimana kalau saya bawa nyonya jalan-jalan di luar, tanaman bunga sweet olive di taman sana sudah bersemi, aromanya harum sekali.”

“Aku tidak mau, cepat kau pergi dari sini, jangan tinggal di rumahku,” cetus si nyonya marah.

Nuri tidak menggubris Bu Laura yang marah-marah, ia mendorong kursi roda bu Laura dan membawanya keluar.

Bu Laura tak bisa berbuat apa-apa, terpaksa membiarkan dirinya dibawa turun oleh Nuri, perawatnya.

Di seputar kawasan pemukiman, Bu Laura memejamkan matanya berjemur di bawah sinar matahari.

Suasana hatinya tiba-tiba membaik, Nuri memetik setangkai bunga sweet olive dan diberikan kepada Bu Laura, “Nyonya, coba cium, gimana, harum bukan?”

Bu Laura mencium bunga itu, dan berkata dengan segenap perasaannya, “Harum sekali, sudah lama tidak mencium aroma sweet olive yang begitu harum.”

Nuri berkata, “Kalau Anda suka, saya akan membawamu ke sini setiap hari menikmati bunga ini.”

Sejak saat itu, Nuri benar-benar membawa Bu Laura turun ke bawah dan menikmati bunga-bunga sweet olive yang harum semerbak itu.

Saat bunga itu layu, Nuri mendorong Bu Laura jalan-jalan.

Dia mendorong kursi roda Bu Laura kemana saja selama ada tempat yang menyenangkan.

Dia tahu Bu Laura sudah tua, takut kesepian, kalau membawanya ke tempat yang ramai, dengan sendirinya suasana hatinya juga akan terhibur.

Lambat laun, hubungan Nuri dengan Bu Laura pun menjadi akrab, tak lama kemudian, Bu Laura menaikkan gaji Nuri.

Suatu siang, tampak Bu Laura sedang duduk di sofa menonton TV, sepertinya dia merasa agak jemu di rumah terus, dan beberapa hari ini, Nuri juga tidak membawanya jalan-jalan.

Bu Laura merasa Nuri tidak seperti biasanya, seolah-olah ada sesuatu yang dirisaukan, tapi Nuri diam saja ketika ditanya bu Laura.

Tepat pada saat itu, anak perempuan Bu Laura pulang, dan ketika mau mandi berjalan melewati kamar ibunya, dia melihat Nuri mengambil segempok uang dari dalam laci Bu Laura, ia pun langsung berteriak, dan membuat Nuri seketika menjadi panik dan mukanya pun tampak pucat.

“Nah, bagus ya kamu, keluarga kami sangat baik padamu, tapi tak disangka kamu mencuri uang ibuku?”

“Saya, saya … …”

Karena merasa bersalah, Nuri pun menjadi gagap, tidak bisa berkata-kata.

Mendengar teriakan putrinya, dengan cepat Bu Laura berjalan selangkah demi sambil bersandar di dinding, dan bertanya “Ada apa Nur?”

Sebelum dijawab Nuri, putri Bu Laura langsung berkata, “Ma, dia mencuri uangmu.”

Nuri menundukkan kepalanya, tidak berani menatap mata Bu Laura, tapi Bu Laura sepertinya memahami keadaan Nuri, tiba-tiba Bu Laura tertawa, “Anakku, kamu salah paham, itu memang uangnya Nuri.

Beberapa waktu lalu Nuri membawa ibu ke rumah sakit, dan menggunakan uangnya, dia sudah bilang beberapa kali pada mama, tapi mama selalu lupa. Pagi tadi tiba-tiba teringat, lalu mama menyuruhnya ambil di laci mama. Kamu ini bikin kaget Nuri saja, sampai-sampai dia tidak bisa bicara.”

Putri Bu Laura sepertinya masih ragu, tapi melihat wajah ibunya yang tidak seperti berbohong, jadi dia pun sedikit percaya.

Bu Laura memandang Nuri sebentar, lalu berkata, “Nur, aku lapar, pergilah masak.”

Emhh.. lalu Nuri berjalan ke dapur.

Nuri biasanya kerja pada pagi hari di rumah Bu Laura, malamnya dia pulang ke rumah kontrakan menemani putrinya, dan sesekali menginap di rumah Bu Laura.

Hari ini, dia sibuk seharian, lalu tertidur di rumah Bu Laura.

Pada tengah malam, diam-diam Bu Laura bangun dari ranjangnya, kemudian ke kamar Nuri, dan meletakkan setumpuk uang di tempat tidurnya.

Keesokan harinya, Nuri pergi tanpa meninggalkan pesan sepatah kata pun.

Bu Laura sudah menduga Nuri akan pergi, dan ia tidak merasa kaget sedikit pun, hanya saja sejak saat itu tidak ada lagi orang yang bisa merawatnya dengan telaten.

Oleh karena itu bu Laura merasa agak sedih juga tanpa Nuri lagi.
Tak terasa dalam sekejab mata, delapan tahun pun berlalu, Bu Laura juga semakin tua di usianya yang ke 73 tahun, fisiknya juga tidak sekuat dulu lagi, belakangan Bu Laura jatuh sakit, dan dirawat inap di rumah sakit.

Selama di rumah sakit, ada seorang dokter wanita yang merawatnya dengan telaten, memperhatikan secara detail kebutuhan hariannya.

Setiap setengah jam, dokter wanita itu selalu datang menemuinya, menyelimutinya, mengukur suhu tubuhnya seperti merawat keluarga sendiri.

Tidak hanya itu, setiap kali makan, dokter wanita itu juga sudah menyiapkan makanan sebelum putrinya sendiri mengantar makanan untuknya.

Anehnya, makanan yang diantar dokter wanita itu semuanya sesuai dengan seleranya.

Setelah lebih dari setengah tahun rawat inap di rumah sakit, kesehatan Bu Laura akhirnya mulai membaik, dan menjalani perawatan ringan di rumah.

Setelah keluar dari rumah sakit, dokter wanita itu pun selalu menelepon, menanyakan kondisi fisiknya, dan berpesan agar menghubunginya kalau ada apa-apa.

Sebagai wujud ucapan terima kasihnya, Bu Laura mengundang dokter wanita itu untuk makan di rumah, dan secara khusus berpesan agar mengajak ibunya juga.

Ketika dokter wanita tersebut dan ibunya tiba di rumah Bu Laura, Bu Laura memandang kedua tamunya, dan dengan mata berkaca-kaca air matanya pun berlinang.

“Nuri, sudah kuduga dia adalah putrimu, sudah bertahun-tahun kita tak bertemu…”

Nuri juga tak kuasa menahan air matanya, dan berkata pada putrinya.

“Lain kali kita harus sering-sering menjenguk nyonya, nyonya takut kesepian, dan aku tahu itu saat pertama kali melihat Bu Laura ketika itu.”

Dokter wanita atau putrinya Nuri menganggukan kepala, dan berkata, “Jika waktu itu bukan karena bantuan nyonya, mungkin sudah lama saya meninggal. Kelak saya akan merawat nenek dengan baik.”

Bu Laura atau lebih tepatnya sekarang dipanggil nenek Laura tersenyum bahagia mendengarnya(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved