Pengungsi Rohingya Harus Patuhi Aturan Camp Kalau Tidak Ingin Mendapat Perlakuan Tidak Enak Ini
Ia juga mengatakan, warga Rohingya ini tidak akan mendapatkan fasilitas pengungsi jika tidak mendaftarkan diri.
TRIBUNSUMSEL.COM, COX'S BAZAAR - Kepala Kepolisian BangladesShahidul Hoque, memperingatkan pengungsi Rohingya untuk tidak meninggalkan tempat pengungsian.
Dua tempat tersebut adalah Ukhia dan Teknaf di wilayah di Cox's Bazaar, di dekat perbatasan Myanmar.
Hoque mengatakan, jika pengungsi keluar dari dua tempat tersebut, maka mereka akan ditahan.
Sebagian besar dari sekitar 400.000 pengungsi baru Rohingya berada di Ukhia dan Teknaf.
Namun, mereka tinggal di luar kamp-kamp resmi dalam kondisi berdesak-desakan.
Hoque mengatakan, lebih dari 200 pengungsi Rohingya yang ditahan di beberapa tempat lain di Banglades sudah dikembalikan ke Cox's Bazaar.
Ia juga mengatakan, warga Rohingya ini tidak akan mendapatkan fasilitas pengungsi jika tidak mendaftarkan diri.
Sebelumnya, dua pengungsi tewas terinjak oleh gajah liar saat keduanya tidur di dekat hutan.
Krisis kemanusiaan ini dipicu oleh gelombang kekerasan yang terjadi di Rakhine, negara bagian di Myanmar.
Kondisi itu memaksa warga minoritas Muslim Rohingya menyelamatkan diri ke Banglades, dalam tiga pekan terakhir.

Kekerasan bermula dari serangan milisi Rohingya di Rakhine terhadap pos-pos keamanan yang dibalas dengan operasi oleh militer Myanmar.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menggambarkan kekerasan ini sebagai upaya pemusnahan kelompok etnis.
Sementara, Myanmar mengatakan, operasi militer yang mereka lakukan ditujukan untuk membersihkan teroris di Rakhine.
Panglima militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, mengatakan kaum ekstremis mencoba membangun kekuatan di Rakhine.
Militer juga membantah menjadikan warga sipil sebagai sasaran operasi.
Kelompok minoritas Rohingya tidak diakui sebagai warga negara di Myanmar dan oleh pemerintah dianggap sebagai imigran gelap.
Sejumlah warga Rohingya yang menyelamatkan diri dari Rakhine mengaku melihat pembunuhan, bahkan pembunuhan besar-besaran, dan pemerkosaan.
Atas krisis kemanusiaan ini, organisasi hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) mendesak komunitas internasional menerapkan sanksi terhadap militer Myanmar.
Desakan HRW bertepatan dengan persiapan sidang Majelis Umum PBB di New York yang antara lain akan membahas krisis Rohingya.
Berita ini sebelumnya sudah diterbitkan di Kompas.com dengan judul Warga Rohingya Disuruh Tak Keluar dari Kamp Pengungsian, Atau
Puluhan Mayat Muslim Rohingya Ditemukan di Tempat Mengerikan Ini, Kondisinya Mengenaskan
TRIBUNSUMSEL.COM - Sebanyak 50 mayat migran ditemukan membusuk di hutan terpencil di Thailand Selatan yang diyakini sebagai kamp perdagangan manusia, Jumat (1/5/2015).
Menurut keterangan yang dihimpun MailOnline, 50 mayat tersebut ditempatkan dalam sebuah kandang yang terbuat dari bambu dengan kondisi yang mengerikan, bahkan ada beberapa yang telah menjadi tengkorak.
Mayat-mayat tersebut dilaporkan adalah buruh migran dari Myanmar dan Bangladesh yang dibawa ke provinsi Songkhla dekat Malaysia.
Sebuah pemberhentian populer untuk pedagang sebelum mereka menyeberangi perbatasan.
Menurut laporan berita lokal, kebanyakan mayat tersebut merupakan pengungsi Muslim Rohingya yang yang mati kelaparan.
Atau meninggal karena penyakit menunggu pembayaran uang tebusan sehingga mereka bisa diselundupkan ke Malaysia.

Sementara itu, sebuah rumah sakit setempat telah mengkonfirmasi bahwa setidaknya ada satu orang Bangladesh secara ajaib selamat dari nasib yang menimpa sebanyak 50 sesama pengungsi.
Situs mengerikan ditemukan di distrik Sadao di sebuah kamp pengungsi ditinggalkan untuk diperdagangkan dikenal secara lokal sebagai 'manusia perahu'.
Seorang pekerja penyelamat yang tiba di tempat kejadian, Sathit Thamsuwan setelah dikonfirmasi menuturkan setidaknya ada 32 kuburan digali dan empat mayat sedang dalam perjalanan ke rumah sakit untuk diautopsi.
Thamsuwan menambahkan dalam penemuan tersebut ada satu yang ditemukan masih bernyawa dan mayat-mayat yang ditemukan semuanya dibawa ke rumah sakit.
Sementara itu dalam misi tersebut sebanyak 200 petugas diterjunkan, yang terdiri dari polisi, tentara, dan petugas penyelamat.
Dibutuhkan waktu 50 menit untuk menuju lokasi lantaran areanya cukup terjal karena merupakan daerah pegunungan.