Anis Saggaf Nangis Cerita Masa Lalu, Ternyata Sepahit Ini Hidupnya!
Pria berperawakan tinggi dan gemuk duduk berhadapan dengan Weny siang kemarin ternyata memiliki masa sulit. Anis kecil dibesarkan di keluarga sederhan
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Matanya memerah, suaranya tiba-tiba serak dan melemah ketika menceritakan kisah masa kecilnya.
Prof Anis Saggaff yang sekarang memimpin Universitas Sriwijaya (Unsri) memiliki perjuangan berat sebelum mencapai posisinya sekarang.
Anak kedua dari sembilan bersaudara ini pernah hampir putus sekolah, kuliah jalan kaki, hingga berjualan sampai larut malam.
Semua perjalanan hidupnya itu diceritakan kepada Pemimpin Redaksi Tribun Sumsel, Weny Ramdiastuti, Kamis (10/8/2017).
Baca Juga: Anis Saggaf: Mahasiswa Unsri Harus Selesai 8 Semester
Pria berperawakan tinggi dan gemuk duduk berhadapan dengan Weny siang kemarin ternyata memiliki masa sulit.
Anis kecil dibesarkan di keluarga sederhana, bapaknya berjualan manisan di Pasar Kuto.
Setelah menamatkan sekolah dasar, ujian berat itu mulai datang. Tempat jualan bapaknya digusur oleh pemerintah.
“Orangtua sakit satu minggu setelah warung digusur, tetapi tidak ada uang lagi untuk beli tempat baru. Beliau meninggal, dunia terasa gelap,” ungkap Anis.
Suaranya yang tadi tegas mulai melemah. Ia melanjutkan, setelah kematian bapaknya maka anak kedua ini harus mengambil peran menafkahi adik-adiknya.
Sempat dua bulan tidak sekolah. Saat itu, ia berjualan di Pasar 16 Ilir. Anis termasuk merupakan orang pertama yang berjualan kantong kresek.
Pasalnya benda itu baru pertama kali dikenalkan.
Tidak masuk SMP dua bulan membuat bingung seorang kepala sekolah yang juga teman bapaknya.
Saat dicek di rumah, baru diketahui aktivitas anak yang pintar mengaji ini.
Tahu Anis adalah anak yang pintar, kepala sekolah itu menawarkan kembali untuk sekolah. Sedangkan biayanya digratiskan.
Setelah kembali sekolah, Anis berdiskusi dengan kakaknya bagaimana mencari uang. Keduanya sepakat berjualan dilakukan sepulang sekolah.
Perjuangan terus berlanjut, selain pulang sekolah ia langsung menjajakan jualan di Pasar 16 Ilir sampai pukul 17.00.
Saat itu pedagang sudah banyak pulang, kalau tetap di pasar maka bakal bertemu banyak preman.
Pendapatan dari berjualan sepulang sekolah tidak banyak, sebab orang-orang mulai pulang pada siang hari. Makanya pada malam hari kedua bersaudara ini berpindah jualan ke Jalan Sudirman.
Jual apa saja, mulai dari kaos, selendang biasa dipakai anak gadis panen padi, dan kantong kresek.
Mata Anis kembali memerah, dan suaranya kembali serak saat menceritakan uang yang diperolehnya untuk membeli stok beras beberapa bulan.
“Saya banyak dapat uang saat petani panen. Saya dikasih setumpuk oleh-oleh, dari situ saya mengumpulkan uang. Saya lalu beli beras untuk beberapa bulan. Adik-adik saya harus tetap sekolah,” ujarnya sedih.
Perjuangan itu menempatkan Anis bertugas seperti seorang bapak untuk adik-adiknya. Bahkan si bungsu sewaktu ditinggal pergi bapaknya baru bisa merangkak.
“Saya tidak pernah berprasangka buruk pada Allah. Saya ingin suatu saat memimpin, tidak ingin ada yang susah sekolah,” ucapnya.
Sewaktu kuliah perjuangan terus berlanjut. Anis sudah terbiasa jalan kaki dari tempat tinggalnya di Pasr Kuto menuju Bukit. Terkadang juga saat pulang nebeng temannya yang tinggal di arah Simpang Golf, setelah itu lanjut jalan kaki menuju rumah.
“Kenapa? Saya tidak punya uang,” katanya.
Dari pengalaman itu, Anis sangat menginginkan semua pejabat Unsri mendorong supaya mahasiswa cepat selesai. Supaya anak-anak yang tidak mampu bisa cepat selesai.
Anis juga sangat marah apabila penggusuran pedagang kaki lima. Ia malah kembali menangis saat membicarakan pekerjaannya masih kecil ini.
Pedagang kaki lima katanya adalah aset bangsa. Sehingga pemerintah harus bangga pada mereka yang tidak mau jadi pengemis. Orang-orang yang mau hidup sendiri dengan apa yang dipunya.
“Saya mengalami sendiri, dikejar ditangkap lalu bayar untuk menebus,” tambahnya.
Anis bisa mencapai semua itu berkat pendidikan kuat di lingkungan keluarga. Sejak kecil selalu diajarkan basis agama yang kuat. Ia menilai, tidak ada guna harta banyak kalau tidak mendekatkan dengan Allah.
“Kaluarga saya memang sederhana, bapak saya mendidik akhirat itu nomor satu, tetapi dunia juga tetap harus dikejar,” katanya.
Baca Juga: Bagian Tubuh Melody JKT48 Ini Bikin Melongok, Netizen: Astaghfirulloh!
Pria Ini Perkosa Putrinya Sebanyak 646 Kali, Terancam Penjara 12.000 Tahun
Video Editor: Melisa Wulandari
Penulis Naskah: Wawan Perdana