Anggaran Wah Bawaslu Sumsel
Tak Masuk Akal, Bawaslu Sumsel Ajukan Rp 350 Miliar untuk Pengawasan Pilkada 2018
Meski bermitra dengan Bawaslu dan KPU, ia tidak mengetahui detil alokasi dana per item yang diajukan Bawaslu Sumsel untuk apa saja.
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG- Angka sangat fantastis diajukan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sumsel untuk mendukung pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018.
Untuk mendukung operasionalnya, lembaga ini membutuhkan anggaran sebesar Rp 350 miliar diambil dari APBD Sumsel.
Sebagian kalangan menilai besaran dana yang diajukan tidak masuk akal.
Sebagai perbandingan, Sumatera Utara dengan mata pilih 9.902.879 hanya mengajukan Rp 241 miliar.
Sedangkan Lampung dengan mata pilih 5.976.211 hanya mengajukan dana Rp 138 miliar.
Mata pilih Lampung bahkan lebih banyak dari Sumsel 5.865.025 mata pilih (data pilpres 2014).
“Filosofi pilkada serentak itu selain penyelenggaraan sistem demokrasi juga penghematan pembiayaan. Kalau dana besar, berarti filosofi itu tercapai,” kata Anggota Komisi I DPRD Sumsel, Elianuddin, Sabtu (29/7).
Selain Sumsel, anggaran di kabupaten juga dinilainya sangat besar.
Misalnya Lahat yang membutuhkan anggaran Rp 45 miliar dan Muaraenim Rp 53 miliar.
“Sangat tidak masuk akal. Ini sudah salah prosedur, di mana-mana di Indonesia. Mitra Bawaslu dan KPUD adalah Komisi I. Di kita dikaitkan dengan komisi III (masalah keuangan).
Ada item semuanya, tidak sebesar itu ngajukan dana KPU dan Bawaslu,” kata politisi Partai Nasdem ini.
Elianuddin menyebutkan, mekanisme pembahasan anggaran oleh Komisi I telah diatur dalam Permendagri No 44 tahun 2016, PKPU No 43 dan 44, dan Pereaturan PMKS No 18.
Meski bermitra dengan Bawaslu dan KPU, ia tidak mengetahui detil alokasi dana per item yang diajukan Bawaslu Sumsel untuk apa saja. Komisi I pernah mengundang untuk membahas, tetapi Bawaslu tidak pernah datang.
“Komisi III semestinya tidak berwenang. Karena kami tidak mau pusing, tidak mau ribut. Komisi III itu bukan membahas item per item, tetapi menghimpun dana hibah. Komisi lain juga ada dana hibah. Ini terbalik. Kami Komisi I tidak bertanggung jawab dengan masalah ini,” ungkapnya.
Sampai sekarang belum ada pembahasan komprehensif tentang pengajuan ini.
Padahal, lanjut Elianuddin, harus ada kesepakatan antara kepala daerah yang menyelanggarakan pilkada serentak dan gubernur.
Bagaimana pengaturan dana sharing dan kesepakatannya.
Sesuai Permendagri Nomor 44 Tahun 2015, pendanaan untuk pemilukada serentak bersumber dari dana hibah APBD.
Usulan kebutuhan dana KPU dan Bawaslu akan masuk pada pembahasan APBD Perubahan bersama Badan Anggaran di DPRD Sumsel, Selasa (1/8)
“Besok (Selasa) baru tahapan pembahasan untuk APBD Perubahan. Komisi III, membahas secara global. Secara teknis item per item itu di komisi 1. Besok sudah kelihatan, akan ada pembahasan dulu,” jelas Ketua Komisi III, Holda, Senin (31/7).
Pilkada serentak 2018 di Sumsel akan berlangsung pemilihan di delapan kabupaten/kota dan satu provinsi. Holda menilai, kebutuhan sebesar itu pastinya sudah melalui kajian.
Sementara Wakil Ketua Komisi III DPRD Sumsel, Agus Sutikno menjelaskan, KPU dan Bawaslu sudah mengajukan anggaran sejak pembahasan anggaran induk 2017.
Lantaran kemampuan keuangan daerah tidak memungkinkan sekaligus, maka hanya dianggarkan Rp 60 miliar.
“Tetapi sampai kemarin, belum dilakukan penandatanganan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). Diundur besok (Selasa), DPRD dan TAPD (tim anggaran pemerintah daerah) akan rapat anggaran, di dalamnya ada KPU dan Bawaslu,” ungkap Agus.
Komisi III, lanjut Agus, masih akan melihat lagi kemampuan dan usulan tersebut.
Selain itu, KPU dan Bawaslu diminta untuk melengkapi usulan angggaran itu dengan pengesahan dari verifikator.
Sebagai penanggung jawab dalam hal ini KPU dan Bawaslu pusat.
“Sehingga siapa yang bertanggung jawab penganggaran, besaran dan rincian. Nanti di rapat anggaran akan dibahas lagi. Tahapan akan dimulai Oktober sampai 2018. Masih ada waktu kita membahas lagi,” tambahnya.
Pengajuan anggaran KPU dan Bawaslu Sumsel sebesar Rp 600 miliar. Tetapi Agus tidak hapal rincian dana itu digunakan untuk apa saja.
“Pencairan mau dibagi dua, atau tidak itu hanya mekanisme. Intinya kalau ada pengajuan, itu artinya ada verifikasi. Belum ada di sumsel. Jawaban itu kembali ke verifikasi itu. Maka ketika ada BPK, BPKP maka pertama yang bertanggungjawab ada verifikator,” pungkas Agus. (TIM)